Mengurangi praktik aborsi tidak aman lewat layanan hotline
Aborsi di Indonesia dianggap tabu dan ilegal, padahal banyak yang memerlukannya namun sebuah organisasi di Yogyakarta menyediakan layanan hotline untuk memberi informasi dan konseling soal aborsi yang aman.
Tapi bagaimana organisasi itu bekerja dan bagaimana pula posisi mereka di hadapan hukum?
Berbagai data dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia. PKBI, atau Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. BKKBN, menunjukkan bahwa diperkirakan hingga dua juta perempuan yang mengakses layanan aborsi di Indonesia setiap tahunnya
Laporan dari Guttmacher Institute juga menunjukkan angka yang sama, yaitu dua juta orang.
Angka tersebut muncul dari penelitian berdasarkan sampel dari fasilitas-fasilitas kesehatan di enam wilayah, dan perkiraan dari penelitian tersebut disebut sebagai 'estimasi paling komprehensif yang terdapat di Indonesia sampai saat ini'.
Maka wajar jika permintaan tersebut dipenuhi dengan 'suplai', dari klinik-klinik yang terselip di gang-gang perkotaan dan terlindungi pagar tinggi, sampai jamu dan ramuan tradisional - yang sulit untuk dipastikan keamanannya.
Juga informasi tentang adopsi
Di Yogyakarta, saya bertemu dengan Lisa, seorang mahasiswa, yang menceritakan bagaimana suatu ketika ia dihadapkan pada situasi yang membuatnya mencari layanan aborsi.
"Waktu itu masih kuliah juga, sebelum-sebelumnya, belum tahu kalau misalnya saya hamil, setelah muncul gejala sempat mual-mual, muntah juga. Terjadi perubahan fisik, kepikiran melakukan test-pack, itu positif. Yang kepikiran saat itu ingin tahu tentang aborsi yang aman gimana," kata Lisa.
Dari pencariannya tersebut, Lisa menemukan layanan konseling hotline Samsara Institute terutama soal mengakses layanan aborsi aman.
"Saya baca-baca artikel yang perempuan yang melakukan aborsi, risikonya apa," kata Lisa.
Menurut Tirza Yoga dari Samsara Institute, sejak 2003 organisasinya sudah memberikan konseling bagi perempuan yang mengalami kehamilan tidak direncanakan, dengan memberi informasi soal aborsi yang aman. Namun mereka juga memberi informasi tentang adopsi dengan melanjutkan kehamilan.
Tiga opsi inilah yang, menurut Tirza, sebenarnya dimiliki perempuan yang hamil tidak direncanakan, namun jarang diketahui atau terpikirkan.
"Seringkali kita cuma tahu ketika perempuan hamil, sebelum menikah, solusinya adalah melanjutkan, tanpa melihat apakah perempuan atau laki-laki ini siap untuk menikah, kemudian apakah dia ingin membesarkan anaknya sendiri dengan menikah atau dengan mengadopsikan, itu tidak pernah terpikirkan," kata Tirza.
Kontradiksi peraturan
Setiap tahunnya, lewat layanan konseling, organisasi ini menerima sekitar 5.000 telepon dalam setahun yang sebagian besar berasal dari berbagai kota di Jawa dan Bali.
Tak semuanya, menanyakan soal aborsi, tapi juga layanan kesehatan reproduksi standar. Meski begitu Tirza mengakui bahwa isu ini masih dianggap sensitif di Indonesia, sehingga pendekatan hotline yang mereka lakukan menjadi strategi khusus, baik bagi klien maupun pemberi layanan konseling untuk menjaga kerahasiaan identitas.
"Masyarakat Indonesia cukup terbuka dengan isu-isu seperti ini, hanya saja mereka tidak membicarakannya di publik. Ada atau tidak ada Samsara, aborsi akan tetap terjadi, jadi untuk mengurangi adanya tindakan-tindakan lain yang menyebabkan komplikasi, layanan akses informasi ini bahwa ada lho aborsi aman, kamu bisa lho melanjutkan kehamilan, kamu bisa mengadopsikan anakmu," kata Tirza.
Menurutnya banyak klien yang menanyakan, "Ini dosa tidak atau gimana ya kalau melanggar hukum?"
Terhadap pertanyaan ini, Tirza menjawab, "Sebenarnya kan kita hanya memberikan informasi dan konseling saja, masalah perempuan ini nanti akan aborsi atau tidak, ini kan keputusannnya dia. Kita tidak menentang nilainya, tetapi kita mengajak perempuan ini untuk memetakan lagi."
Tetapi di Indonesia, aborsi selain dianggap tabu, juga bermasalah secara hukum.
Lalu bagaimana posisi hukum organisasi seperti Samsara? Apakah mereka melakukan hal yang ilegal?
"Di satu sisi, kita punya Permenkes, punya PP dan undang-undang kesehatan yang mengatur layanan ranah remaja itu digunakan untuk mencegah dan melindungi remaja dari risiko kesehatan seksual dan reproduksi, tapi di KUHP ada regulasi yang kontradiktif, di situ disebutkan bahwa organisasi atau individu yang memberi layanan mengenai kontrasepsi atau aborsi dapat dikriminalisasi atau dipidanakan."
"Jadi kontradiksi ini membuat celah kita merasa khawatir, tapi Samsara mengacu juga pada kovenan-kovenan internasional, seperti CEDAW, ICPD, yang jelas-jelas memasukkan hak seksual dan kesehatan reproduksi sebagai hak mendasar yang harus dipenuhi untuk remaja, perempuan, dan semua," kata Tirza.
Di tengah dilema seperti itu, Yayasan Samara memilih untuk berpihak pada kenyataan, membantu orang-orang untuk mengambil keputusan dengan informasi yang lengkap dan tepat.
http://www.bbc.com/indonesia/majalah-38233412