BNN Tak Kuasa Melarang, Tembakau Gorila Marak Dijual Online
Masyarakat bisa memperoleh tembakau gorila melalui e-commerce atau jasa layanan jual beli online. Kepala Bagian Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Besar Slamet Pribadi mengatakan tembakau gorila dijual dengan harga Rp 300.000,00 per 100 gram di salah satu lapak online.
"Penjualannya itu secara online, jadi kami susah untuk mendeteksi peredarannya di masyarakat", kata Slamet Pribadi saat dihubungi oleh CNNIndonesia.com, Selasa (3/1).
Slamet menyebutkan, BNN saat ini tidak memiliki kewenangan untuk bisa melakukan pencegahan terhadap peredaran narkotik sintetis tersebut. Hal ini karena jenis tembakau tersebut belum diatur ke dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Hingga saat ini, zat yang terkandung dalam tembakau gorila belum masuk ke dalam daftar lampiran UU Narkotik yang diperjelas dalam peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Menurut Slamet, tembakau gorila sejauh ini sudah masuk dalam tahap finalisasi draft di Kementerian Kesehatan untuk masuk ke dalam narkotika golongan I.
"Makanya saat ini kami sedang mengupayakan untuk memasukkan 'tembakau gorila' ini ke dalam UU Narkotika," ujar Slamet.
Bahan baku pembuatan tembakau gorila berupa bubuk senyawa kimia yang dicampur dengan air kemudian disemprotkan ke daun tembakau. Bubuk tersebut mengandung zat kimia bernama AB-CHIMINACA. Zat tersebut merupakan salah satu jenis synthetic cannabinoid (SC).
SC akan memberikan efek halusinasi yang sama seperti pada ganja. Selain itu, penggunanaan tembakau gorila juga akan menimbulkan efek samping seperti psikosis, agitasi, agresi, cemas, ide bunuh diri, gejala putus zat, bahkan sindrom ketergantungan.
BNN menemukan efek lain penggunaan zat tersebut, seperti stroke iskmeik, hipertensi, takikardi, perubahan segmen ST, nyeri dada, gagal ginjal akut, bahkan infark miokardium.
Tembakau gorila sebenarnya sudah dikenal publik sejak pertengahan 2015 lalu. Namun, penggunaannya masih sangat terbatas di kalangan tertentu.
Belakangan tembakau gorila menjadi populer setelah kasus kapten pilot Citilink, Tekad Purna, diduga dalam kondisi mabuk saat hendak menerbangkan pesawat Citilink QG800 rute penerbangan Surabaya-Jakarta, 28 Desember 2016.
Dalam sebuah rekaman suara yang beredar, sang pilot juga terdengar berbicara melantur. Sebagian netizen menduga Tekad menggunakan tembakau gorila.
Meski demikian, saat dites kesehatan di Klinik Graha Angkasa Pura I, Tekad dinyatakan tidak dalam kondisi mabuk. (rdk/yul)