Menkes Kukuhkan 21 Anggota Komite Penempatan Dokter Spesialis
Menteri Kesehatan (Menkes) Nila FA Moeloek mengukuhkan 21 anggota Komite Penempatan Dokter Spesialis (KPDS) periode 2016-2019. Keberadaan KPDS merupakan amanat dari Peraturan Presiden (Perpres) No 4 Tahun 2017 yang mewajibkan lulusan baru dokter spesialis untuk wajib kerja ke daerah.
"Komite tersebut akan langsung bekerja demi keberhasilan program Wajib Kerja Dokter Spesialis," kata Menkes Nila FA Moeloek usai pengukuhan KPDS di Jakarta, Senin (6/1).
Keanggotaan KPDS berasal dari unsur Kementerian Kesehatan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Dalam Negeri, Ikatan Dokter Indonesia, organisasi profesi dan kolegium, Konsil Kedokteran Indonesia, Asosiasi Institusi Pendidikan, Asosiasi Perumahsakitan dan Badan Pengawas Rumah Sakit.
Tugas KPDS, disebutkan, antara lain membuat perencanaan pemerataan dokter spesialis, menyiapkan wahana untuk kesiapan Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS), membantu pengawasan, pembinaan, pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan WKDS.
"Persiapan semacam itu menjadi penting agar para dokter spesialis bisa langsung bekerja karena sudah tersedianya fasilitas pendukung di rumah sakit tujuan," ujarnya.
Dijelaskan, program WKDS dilakukan sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk pemerataan dokter spesialis. Mengingat selama ini dokter spesialis lebih banyak berada di kota-kota besar.
"Program WKDS untuk mengisi kebutuhan dokter spesialis di daerah khusus, seperti daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan lainnya," tuturnya.
Mengutip data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) per 31 Desember 2015, jumlah dokter spesialis dan dokter gigi spesialis yang terdaftar STR (Surat Tanda registrasi) di KKI sebanyak 29.665 orang. Jika dihitung rasio spesialis dan jumlah penduduk, maka saat ini rasio spesialis adalah 12,7 per 100 ribu penduduk.
"Jumlah itu melebihi rasio yang ditetapkan sebesar 10,2 per 100 ribu penduduk. Namun, terjadi disparitas yang cukup besar antar provinsi, yang mana rasio dokter spesialis tertinggi ada di DKI Jakarta, Yogyakarta, dan Bali. Sedangkan rasio terendah ada di Nusa Tenggara Timur (NTT), Dulawesi Barat dan Maluku Utara," tuturnya.
Disebutkan, kekurangan dokter spesialis terutama pada 4 dasar dan anestesi (dokter spesialis anak, kebidanan, penyakit dalam, bedah dan anestesi). Mereka akan bekerja di rumah sakit daerah yang ditunjuk selama 1 tahun.
"Setiap tahun akan ada dokter spesialis baru mengisi formasi itu. Peluang menjadi pegawai negeri sipil (PNS) bisa saja terjadi, karena formasi PNS merupakan usulan dari daerah," ujarnya.
Dokter spesialis yang telah selesai WKDS, lanjut Menkes, bisa bekerja di rumah sakit pilihan sendiri atau ikut program pendidikan dokter subspesialis. Pemerintah memiliki sejumlah beasiswa yang bisa diikuti para dokter spesialis yang telah selesai WKDS.
"Banyak pilihan yang bisa dilakukan para dokter spesialis setelah selesai WKDS," ucap Menkes menegaskan.
Selain program WKDS, Nila menambahkan, pemerintah memiliki program untuk mengatasi masalah kekurangan dokter spesialis. Diantaranya, pemberian bantuan pendidilan, pemenuhan tenaga melalui berbagai mekanisme seperti pegawai negeri sipil (PNS), pegawai tidak tetap (PTT), penugasan khusus bagi residen dan penempatan pasca tugas belajar PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis). (TW)
{jcomments on}