Butuh Rp 20 Triliun untuk Penyakit Jantung dan Kanker
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat pada 2012 biaya yang dikeluarkan sekitar Rp20 triliun untuk penyakit Jantung dan Kanker. Kedua penyakit tersebut menjadi alasan utama masyarakat Indonesia yang berobat ke luar negeri.
DR. dr. Fathema Djan, SpBTKV Komisaris Utama sekaligus Dokter Bedah Thoraks Kardiovaskular, RS Jantung Jakarta menjelaskan, berdasarkan pengamatan bahwa dalam kurun waktu 27 tahun, cakupan layanan Jantung yang terdapat di rumah sakit di Indonesia memenuhi kurang dari 10% jumlah pasien jantung yang ada dan sekitar dua puluh ribuan pasien kelainan Jantung di Indonesia yang dapat tertampung di rumah sakit setiap tahunnya.
“Sementara sisanya kemungkinan meninggal dunia sebelum sempat memperoleh pelayanan, tidak mampu secara ekonomi atau berobat ke rumah sakit luar negeri bagi kalangan kelas menengah ke atas.” tutur Dr dr Fathema, Senin (13/02/2017).
Melihat prediksi yang cukup memprihatinkan serta tingginya masyarakat Indonesia yang berobat ke luar negeri, pemerintah pun saat ini tak tinggal diam dan tengah gencar menggaungkan program Medical Tourism yang merangsang rumah sakit di Indonesia untuk berbenah dan meningkatkan pelayanan dan fasilitas kesehatan setara dengan rumah sakit yang ada di luar negeri.
DR. dr. Fathema Djan, SpBTKV menambahkan penyakit jantung merupakan penyakit yang sangat mematikan dan memiliki masa kritis atau dikenal sebagai Golden Time sekitar 2 jam yaitu waktu yang sangat berharga untuk penanganan penderita penyakit Jantung dan bila terlewat masa itu maka pasien biasanya tidak dapat tertolong. Berdasarkan kritikal penanganan kasus-kasus pasien penyakit Jantung ini lah maka kami mendesain rumah sakit ini dengan arsitektur yang dapat mengakomodir kebutuhan serta membantu mempertahankan Golden Time pasien dimana penanganan pasien yang terkena serangan Jantung menjadi efektif, efisien dan tepat guna. Pihaknya memliki konsep ’90 Minutes Door to Baloon’ yaitu pelayanan kegawat daruratan yang dimilikinya.
Selain itu pemerintah pun berupaya untuk terus menambah kapasitas tempat tidur yang ada di rumah sakit. Data Kementerian Kesehatan tahun 2008 pemerintah telah menyediakan sekitar 143 ribu tempat tidur di rumah sakit guna memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi penduduk Indonesia yang saat itu telah mencapai sekitar 226 juta jiwa yang rasanya jumlah itu masih sangat jauh dan kurang memadai dimana idealnya adalah 1 Bed : 500 penduduk.
Melihat data penderita penyakit Jantung yang begitu besar serta masih minimnya fasilitas kesehatan yang diperuntukkan khusus bagi penderita penyakit Jantung inilah yang kemudian mendasari sekelompok dokter Bedah Jantung, dokter Kardiologi dan dokter Anestesi Jantung bergabung untuk mendirikan Rumah Sakit Jantung Jakarta (Jakarta Heart Center) sebagai pelayanan jantung dan pembuluh darah terlengkap dan terpadu di area City of Healthcare, Matraman, Jakarta Timur.
Mengemban visi untuk menjadikan RS Jantung Jakarta sebagai solusi tepat dalam penangan kasus Jantung dan pembuluh darah bagi masyarakat Indonesia sekaligus memiliki idealisme untuk memberikan pelayanan jantung dan pembuluh darah yang profesional, ramah, lingkungan yang nyaman dan modern serta ditunjang dengan peralatan medis yang modern dan berbasis teknologi.
DR. dr. Jusuf Rachmat, SpBTKV, MARS, Dokter Spesialis Jantung dan Bedah Thoraks Kardiovaskular, RS Jantung Jakarta menjelaskan, berbekal pengalaman sebagai dokter profesional, dalam menjalankan pekerjaan pihaknya selalu mengusung moto bahwa kenyamanan dan keselamatan pasien adalah prioritas utama kami. “Moto ini pun akan kami terapkan dalam menjalankan operasional di sini sehingga kehadiran kami turut membantu mengurangi angka kematian pasien penyakit Jantung dan Kardiovaskuler di Indonesia”.