Setiap Tahun Pemerintah Kucurkan Dana 400 Miliar untuk Penanggulangan TB
Pemerintah setiap tahun mengucurkan dana hingga Rp400 miliar untuk penanggulangan tuberkulosis (TB) di Indonesia. Program eliminasi berjalan lambat, mengingat ada sekitar 300 ribu kasus TB baru ditemukan setiap tahunnya.
"Kasus TB baru akan terus ditemukan di Indonesia selama ada permukiman padat dan kumuh. Untuk itu, dibutuhkan kerja sama lintas sektor dalam penanganan TB," kata Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan, Mohammad Subuh, di Jakarta, Kamis (24/3).
Ia menyebutkan lingkungan yang berpotensi menularkan kuman TB yaitu penjara yang padat penghuninya, pesantren, pabrik hingga perumahan kumuh. Apalagi, jika kondisi ruangan di lingkungan berpotensi itu memiliki sirkulasi udara yang buruk.
"Kuman TB akan cepat menulari semua orang yang ada di ruangan tersebut. Itu sebabkan kami rutin menggelar deteksi dini ke lingkungan berpotensi seperti penjara, pesantren, pabrik dan rumah padat penduduk," ujarnya.
Subuh mengemukakan, penderita TB yang ditemukan akan diberi pengobatan hingga sembuh tanpa dipungut biaya. Proses pengobatan dilakukan selama 2 tahun. "Jika patuh minum obat, tingkat kesembuhan mencapai 95 persen," ujarnya.
Namun, diakui Subuh, ada sebagian pasien tak patuh sehingga proses pengobatannya menjadi tidak tuntas. Hal itu berbahaya, karena pasien justru menjadi resisten terhadap obat TB atau disebut multidrug resistant (MDR).
Pasien MDR yang tak patuh minum obat, lanjut Subuh akan semakin berbahaya. Pasien harus mengonsumsi obat dalam jumlah lebih banyak, masih ditambah suntikan rutin selama 8 bulan. Tingkat kesembuhannya pun minim hanya 10-30 persen.
"Bila kasus MDR tidak ditangani dengan tuntas dapat berkembang menjadi XDR. Jika pasien MDR tingkat kesembuhannya 50-70 persen, pada pasien XDR sebesar 10-30 persen," ujarnya.
Ditambahkan, pengobatan TB masuk dalam program nasional yang terpisah dalam pembiayaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Namun, penderita TB diikutkan sebagai peserta JKN untuk kebutuhan pengobatan non-TB.
Ditanya soal persentase pasien TB yang tak tuntas, Subuh memperkirakan jumlahnya mencapai 10 persen. Mereka tak lagi melanjutkan pengobatan karena meninggal, pindah rumah, bosan minum obat dan kebal terhadap obat.
"Untuk itu, pada Juli 2017 mendatang kami akan uji coba obat untuk pasien MDR-TB terbaru. Obat baru tersebut hanya diminum selama 9 bulan, sementara obat sebelumnya 24 bulan. Pasien juga tak perlu tambahan obat suntik," katanya.
Namun, kata Subuh, obat MDR-TB terbaru itu masih terbilang mahal. Jika pengobatan sebelumnya membutuhkan dana Rp20 juta per pasien hingga sembuh, obat terbaru sebesar Rp30juta. "Jika ini berhasil, alokasi obat akan ditambah. Saat ini baru tersedia 100 paket," katanya.
Ia berharap dengan tersedianta obat TB baru akan menurunkan angka kesakitan TB di Indonesia lebih cepat. Sebelumnya, penurunan 1,6 juta kasus menjadi 1 juta kasus membutuhkan waktu selama 20 tahun.
"Proses penurunan berjalan lambat, karena selalu saja ada kasus baru muncul setiap tahunnya," ucap Subuh menandaskan. (TW)
{jcomments on}