Layanan Kesehatan Primer Diperkuat
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, Kementerian Kesehatan saat ini fokus melakukan penguatan dalam pelayanan kesehatan primer. Pembentukan Dokter Layanan Primer (DLP) merupakan salah satu bentuk upaya penguatan pelayanan tersebut.
Menteri Kesehatan, Nila F Moleok, mengatakan Dokter Layanan Primer dibentuk untuk meningkatkan kompetensi dokter di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Selain itu juga memperbaiki layanan kesehatan masyarakat di layanan primer dan mengurangi jumlah rujukan ke rumah sakit.
“Layanan kesehatan primer harus diperkuat, termasuk kompetensi dokter di layanan tingkat pertama ini,” kata dia dalam Seminar Internasional Pelayanan Kesehatan Primer Indonesia, di Yogyakarta, Senin (3/4).
Nila menyebutkan dengan penguatan di layanan kesehatan primer, dokter di layanan ini diharapkan dapat menangani pasien sehingga tidak perlu memberikan rujukan ke rumah sakit maupun dokter spesialis. Selain pengobatan, dokter di layanan primer juga dapat melakukan upaya pencegahan dan promosi kesehatan.
“Misalnya, sakit mata atau belekan tidak harus ke dokter mata, bisa diobati di dokter layanan primer atau puskesmas. Kalau bisa menahan rujukan, sistem rujukan harus ditegakkan untuk JKN” terangnya.
Karena itu, Nila menekankan pentingnya penguatan dokter layanan primer, termasuk melalui DLP. Pendidikan DLP telah dimandatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Prodi ini dibentuk untuk mempersiapkan pendidikan lanjutan yang sesuai bagi dokter yang bekerja di layanan primer. Rencananya, lama pendidikan DLP di Indonesia berkisar dua tahun.
“Dokter yang telah praktik 5–10 tahun pembelajaran masa lampu juga dihitung sehingga akan menjalani studi enam bulan saja karena sudah berpengalaman dan hanya akan menilai kompetensinya menjadi DLP,” urainya.
Masih Tertinggal
Sementara itu, Sekretaris Pokja Nasional Dokter Layanan Primer, Mora Claramita, menyebutkan penguatan pelayanan kesehatanan primer di Indonesia masih jauh tertinggal. Selama ini, Indonesia masih fokus dalam meningkatkan layanan kesehatan sekunder (rumah sakit) yang banyak menghabiskan anggaran kesehatan nasional dan berimbas pada banyaknya masyarakat berobat ke rumah sakit.
“Angka rujukan masih terbalik antara layanan primer dan sekunder. Kalau di dunia internasional, rata-rata angka rujukan layanan sekunder hanya 5–10 persen, sedangkan Indonesia rujukan lebih dari 80 persen,” paparnya.
Menurutnya, hal tersebut disebabkan kurangnya akses kesehatan akibat kondisi geografis Indonesia. Selain itu, persoalan minimnya fasilitas kesehatan, kompetensi dokter, dan tenaga kesehatan di layanan primer, serta kualitas penyedia layanan kesehatan.
“Karenanya, fasilitas kesehatan di layanan primer seperti puskesmas, klinik dokter mandiri, dan klinik pratama harus ditingkatkan, tidak hanya dokter, tapi juga tenaga kesehatan lain,” pungkasnya. YK/E-3
{jcomments on}