Bengkaknya Beban Kesehatan
Jaminan kesehatan yang diimplementasikan pemerintah terus mengalami defisit dan semakin sulit dikendalikan. Data menyebutkan bahwa defisit jaminan kesehatan terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Tahun 2014, defisit mencapai Rp3,3 triliun, tahun 2015 defisit meningkat menjadi Rp6,7 triliun, dan tahun 2016 membengkak hingga hampir mencapai Rp10 triliun. Bengkaknya defisit yang terjadi seakan menggambarkan tidak adanya upaya perbaikan sistem. Bukan tidak mungkin defisit terus melebar dan menjadi beban negara di belakang hari.
Bukan tanpa alasan pemerintah memaksakan penerapan jaminan kesehatan nasional. Indikator kualitas individu salah satunya dapat dilihat dari sisi kesehatan dimana indikator kesehatan dasar Indonesia masih tergolong rendah. Singkatna, angka kematian Ibu dan bayi dianggap masih tinggi dibandingkan target yang diharapkan. Selain itu, pengeluaran kesehatan Indonesia yang masih dibawah rekomendasi World Health Organisation (WHO) juga dapat dijadikan indikator rendahnya kepedulian terhadap kesehatan. Data WHO merekomendasikan angka 5% dari PDB untuk pengeluaran kesehatan.
Dilematis jaminan kesehatan nasional pada dasarnya sudah tercium sejak awal. Ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan hingga saat ini masih banyak menemui kendala. Ketersediaan jumlah tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan menjadi penyebab utamanya. Mendorong ketersediaan fasilitas penunjang bukanlah persoalan yang mudah. Penyediaan dana dan waktu penyediaan fasilitas menjadi dasar argumentasi yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Banyaknya prioritas yang harus dijalankan, pemerintah harus mempunyai jalan lain selain menggunaan pendanaan dari APBN.
Dorongan jaminan kesehatan nasional ternyata tidak serta merta menyelesaikan permasalahan bangsa ini menjadi lebih baik. Adanya jaminan kesehatan justru semakin memompa permintaan masyarakat menjadi lebih besar dan sulit untuk ditarik kembali. Kesadaran masyarakat bangsa ini yang masih kurang memunculkan anggapan bahwa jaminan kesehatan yang ada akan menyelesaikan segala persoalan kesehatan yang mereka hadapi. Sebagai masyarakat mereka berhak untuk menggunakan fasilitas yang disediakan pemerintah tanpa adanya perbedaan untuk segera ditangani.
Permasalahan yang ditemui antara lain ketika pembuatan asumsi yang sangatlah sederhana. Terlebih, proyeksi yang digunakan terbilang linier. Padahal kenyataan yang terjadi justru tidak sesederhana seperti membuat asumsi. Indonesia sebagai salah satu negara dengan perekonomian terbesar dan masih memiliki peluang untuk tumbuh diharapkan menjadi kunci pengembangan model jaminan kesehatan. Harapannya dapat berimplikasi pada kesejahteraan yang meningkat dan akhirnya membuat tingkat kesehatan di masyarakat ikut membaik. Faktanya yang terjadi justru sebaliknya.
Tugas besar pemerintah saat ini adalah menekan defisit yang terjadi. Dari sisi permintaan, perluasan jumlah keikutsertaan jaminan nasional dan menaikkan iuran asuransi merupakan pilihan bijak yang bertujuan untuk meningkatkan pemasukan. Sedangkan dari sisi ketersediaan, perbaikan dan pengetatan sistem pelayanan asuransi mesti dilakukan sehingga mampu menekan pengeluaran yang ada. Terakhir, mengubah pendekatan jaminan kesehatan dengan tidak lagi berfokus pada pendekatan kuratif dan rehabilitatif, melainkan mengedepankan pendekatan promotif dan preventif.
Oleh: Ambara Purusottama, School of Business and Economic, Universitas Prasetiya Mulya
{jcomments on}