Kenali Gejalanya, Setiap Tahun 86 Juta orang Bunuh Diri Akibat Depresi
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Kementerian Kesehatan, Muhammad Subuh mengingatkan keluarga Indonesia untuk mengenali gejala depresi. Karena data badan kesehatan dunia WHO menyebutkan, ada sekitar 86 juta orang di Asia Tenggara menderita depresi yang mengarah pada upaya bunuh diri.
"Depresi terjadi pada siapa saja. Karena itu penting tahu gejalanya, sebelum segalanya menjadi terlambat," kata Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Mohammad Subuh, di Jakarta, Kamis (6/4) terkait dengan peringatan Hari Kesehatan Sedunia pada 7 April mendatang.
Hadir dalam kesempatan itu, Perwakilan WHO Indonesia, Jihane Tawilah dan Wakil Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI), Diah Setia Utami.
Selain itu, lanjut Subuh, ada korelasi yang kuat pula antara penyakit mental seperti depresi dengan penyakit fisik seperti jantung, stroke atau diabetes. Untuk itu pentingnya menjaga kesehatan mental agar terhindar dari penyakit fisik.
Subuh menjelaskan, peringatan Hari Kesehatan Dunia tahun ini fokus pada depresi karena masalah kesehatan jiwa dan penyalahgunaan zat adiktif menjadi salah satu penyebab terbesar beban regional dan global penyakit.
Laporan WHO's Global Health Estimates 2015, bahkan menyebutkan bunuh diri akibat depresi merupakan penyebab kematian kedua terbanyak pada usia 15-29 tahun di Asia Tenggara. Penyebab pertama adalah kematian akibat kecelakaan di jalan raya.
"Karena itu, WHO mengimbau individu, kelompok masyarakat dan negara untuk bicara lebih terbuka tentang depresi. Karena sebenarnya depresi bisa disembuhkan dengan mudah," ujar Subuh.
Ia menyebutkan sejumlah gejala depresi yang kerap muncul dalam bentuk gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, perasaan bersalah dan tak berguna, lelah dan tak ingin melakukan apapun. Tanda lainnya adalah mudah marah, keresahan fisik, penggunaan zat terlarang, penurunan konsentrasi dan pemikiran ingin bunuh diri.
"Jika menemukan gejala semacam itu pada anggota keluarga, segera bawa ke dokter untuk diobati sebelum segalanya menjadi terlambat," ucap Subuh menegaskan.
Sementara itu, perwakilan WHO Indonesia Jihane Tawilah menghargai upaya yang dilakukan negara-negara seperti Indonesia, Bangladesh, Bhutan, Maladewa dan Srilanka karena telah mengalokasikan anggaran untuk penanganan kesehatan jiwa dalam beberapa tahun ini.
"Bahkan India kini punya aturan baru yang tidak menjadikan bunuh diri sebagai tindakan kriminal dan berusaha menyediakan layanan kesehatan untuk mereka yang mengalami gangguan kesehatan jiwa," ucapnya.
Untuk itu, Jihane menambahkan, tenaga kesehatan di setiap tingkatan dapat dilatih untuk mendeteksi tanda dan gejala depresi. Fasilitas kesehatan komunitas dianjurkan untuk terintegrasi dengan jejaring nasional.
"Selain juga meningkatkan alokasi anggaran untuk pelayanan kesehatan mental. Mengingat saat ini anggarannya kurang dari 1 persen dari total pengeluaran di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah," kata Jihane menandaskan. (TW)
{jcomments on}