Video Pameran
AIPHSS - Ria Febriany Arif |
PML Papua - Sutedjo, SKM, M.Kes |
AIPMNH |
Program MAMPU - Asken Sinaga |
Sister Hospital NTT |
|
AIPHSS - Ria Febriany Arif |
PML Papua - Sutedjo, SKM, M.Kes |
AIPMNH |
Program MAMPU - Asken Sinaga |
Sister Hospital NTT |
|
sesi paralel |
Pembukaan Forum Nasional V JKKI 2014
Pembukaan Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia V dilakukan pada 24 September 2014 di Trans Luxury Hotel Bandung. Acara dimulai dengan sambutan dari laporan Ketua Panitia yang disampaikan oleh Dr. Deni KSunjaya, dr., dess, kemudian sambutan oleh ketua Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia yaitu Prof. Laksono Trisnantoro dr., M. Sc, PhD dan terakhir sambutan dari Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran yaitu Prof. dr. med Tri Hanggono Ahmad, .
Dr. Deni menyampaikan selamat datang kepada semua peserta Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (Fornas JKKI) V, yang mana Forum JKKI yang kelima ini kebetulan bertepatan dengan ulang tahun Universitas Padjajaran yang ke 57.Hari ketiga Forum Nasional JKKI V akan diisi dengan pelatihan penyusunan policy brief pada tanggal 26 September 2014 di Gedung RSP FK Unpad. Tema FJKKI V ini adalah Monitoring pelaksanaan kebijakan jaminan kesehatan Nasional di Tahun 2014 : Kendala, Manfaat dan Harapan dengan kelompok-kelompok kerja yang terdiri dari (1) Kebijakan Pembiayaan Kesehatan, (2) Kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak (3) Kebijakan HIV/AIDS (4) Kebijakan Gizi, (5) Kebijakan Kesehatan Jiwa Masyarakat (6) Kebijakan Pendidikan SDM Kesehatan (7) Kebijakan Palayanan Kesehatan.
Ketua Jaringan Kebijakan Kesehatan Prof. Laksono Trisnantoro dr., M. Sc, PhD menjabarkan apa yang terjadi dalam konteks jaringan dan tujuan pertemuan tiga hari FJKKI V. Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia adalah suatu kelompok informal yang berusaha menjadi jembatan penghubung antara para peneliti di perguruan tinggi, para peneliti di lembaga penelitian, NGO, LSM, dan semua pihak yang berkepentingan dalam pengembangan kesehatan. Fornas JKKI pertama kali bertemu di Jakarta masih 100 orang, masih belum banyak orang yang datang, kemudian terus berkembang di Makasar, Surabaya, Kupang dan host-nya oleh perguruan tinggi. Organisasi ini tidak memiliki EO, setiap kegiatan tahunan dikerjakan oleh perguruan tinggi dan saat ini diorganisir oleh Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Tahun ini merupakan tahun istimewa karena terkait dengan perubahan pemerintahan di negara kita ini sehingga diharapkan beberapa hal yang dibahas pada pertemuan pada tiga hari ini bisa dipakai oleh anggota DPR baru, Menteri Kesehatan yang baru dan daerah-daerah.
Prof. Laksono menyampaikan monitoring JKN ini merupakan satu program besar yang memerlukan peneliti dan para praktisi, para peneliti harus menjadi pihak yang independen. Contohnya PU itu semua program pengembangan selalu mempunyai dana monitoring yang dikerjakan pihak Independen sekitar 5%-7%, tapi dis ektor kesehatan tidak ada dana monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh pihak Independen. Ini juga yang akan disampaikan ke tim Jokowi nanti, kita berharap di semua sektor kesehatan termasuk JKN ini ada 1%-2% anggaran untuk monitoring dan evaluasi oleh pihak Independen. Dengan cara ini, sektor kesehatan menjadi lebih akurat dalam membuat program-programnya. Kemudian, ada sub tema mengenai KIA, yang mana angka kematian Ibu masih tinggi sekali, yang merupakan juga salah satu pengalaman kami di NTT karena tidak adanya monitoring dan evaluasi program di KIA oleh lembaga Independen.
Prof. Laksono menjelaskan ada tujuh Pokja yang sangat penting untuk dikembangkan dan dalam konteks jaringan tahun lalu di Kupang hanya ada tiga Pokja dan sekarang berkembang menjadi tujuh Pokja dan itu atas inisiatif dari FK UNPAD. Kemungkinan tahun depan di padang dan semoga akan bertambah menjadi 10 pokja. Pada tahun ini FJKKI mencoba untuk membuat hari ketiga sebagai hari untuk finishing policy brief, yang mana kegiatan ini akan dilakukan pada hari Ju'mat (26 September 2014) di Gedung RSP FK Unpad, dan harapannya minggu depan sudah bisa kita kirimkan ke berbagai pihak yang mungkin relevan, termasuk tim transisi presiden.
Forum FJKKI V yang hanya tiga hari ini sebenarnya bukan hanya forum yang tiga hari tetapi forum permulaan untuk 1 tahun kedepan. Setelah policy brief disusun akan menjadi bahan yang disebut bahan advokasi ke pusat atau provinsi, policy brief ini akan ditampilkan di web yang bisa digunakan oleh teman-teman di daerah dan provinsi. dan pengambil kebijakan diseluruh Indonesia. Pertemuan hari ini di di-webinarkan sehingga bisa disaksikan oleh semua orang yang tidak berkesempatan hadir dalam forum ini.
Sambutan ketiga adalah dari Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran oleh Prof. dr. med Tri Hanggono Ahmad, dr. Dekan FK Unpad menyambut para peserta FJKKI V dengan kata "Sampurasun" yang dibalas serempak oleh peserta dengan "Rampes", karena pada hari Rabu merupakan rabu nyunda di Jawa Barat untuk terus mempertahankan dan mengembangkan budaya Sunda ini. Prof Hanggono menyampaikan permohonan maaf atas absennya Rektor Unpad. Prof Hanggono menyampaikan upaya keras akan dilakukan karena pertemuan ini memiliki nilai yang strategik, tahun 2014 adalah tahun yang luar biasa utuk kita semua. Temanya pun ikut mendukung dalam mencapai MDGs. Jangan sampai membuat kebijakan yang tidak ada kesinambungannya dengan kebijakan lain. Mudah-mudahan apa yang dibangun dan dihasilkan dari pembicaraan hari ini mengenai implementasi JKN akan membahas mengenai tujuan pembangunan global. Harapannya adalah bagaimana berupaya bersama-sama menghasilkan produk kebijakan dalam forum ini. Selamat menikmati kota Bandung.
Laporan Ketua Panitia |
Dr. Deni K Sunjaya, dr., DESS |
Laporan Ketua Jaringan Kebijakan Kesehatan |
|
Pembukaan oleh Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran |
Prof. Dr. Med Trihanggono Ahmad, dr |
Keynote Speech Reportase
|
|
Kendala dan Tantangan Pencapaian MDGs di Indonesia: Apakah JKN merupakan Panasea? |
Prof. Dr. Armida Alisjahbana, SE (Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas) |
|
sesi paralel |
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),di bawah naungan BPJS,telah berjalan hampirsembilan bulan. Masih banyak ditemui kekurangan dalam pelaksanaan program ini.Butuh pemikiran dan terobosan untuk memperbaiki program agar lebih sesuai harapan.Isu ini ditangkap penyelenggara Forum Nasional V Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (Fornas V JKKI) 2014. Diskusi berbagai usulan untuk menciptakan program JKN yang lebih baik difasilitasi dalam sesi pleno 3 Fornas V JKKI 2014 ini.
Sesi yang digelar di Ballroom 1 dan 2 hotel Trans Luxury Bandung ini dimoderatori oleh Prof. Dr. HM. Alimin Maidin, dr., MPH.Sebelum mempersilakan pembicara menyampaikan paparan, Alimin membuka sesi dengan pernyataan "JKN harus suskses namun dengan cara yang beda. Karena kita akademisi maka kita kritisi kebijakan JKN ini."
Pembicara pertama sesi ini adalah dr. Tono Rustiano, MM dari BPJS Kesehatan. Direktur Perencanaan Pengembangan dan Manajemen Resiko ini menyoroti empat masalah yang harus diperhatikan selama pelaksanaan JKN. Pertama terkait kepesertaan. "Di kepesertaan kita harus berupaya mendapatkan peserta sehat, muda dan bekelompok," tutur alumnus Unpad ini. Permasalahan lainnya terkait menciptakan mekanisme pengumpulan iuran yang cepat tepat waktu, masalah di fasilitas kesehatan, serta terkait tarif yang dibangun agar lebih adil bagi semua pihak.
Permasalahan terkait pelaksanaan JKN ini juga diamati oleh dr. Adang,perwakilan Dewan Jaminan Sosial Nasional(DJSN). Hasil Monev JKN oleh DJSN menghasilkan beberapa temuan penting. Pertama dari aspek regulasi. Diakui dr. Adang, penyusunan regulasi ini sudah tersendat-sendat dari awal. Regulasi belum secara jelas dijabarkan pada peraturan turunan atau pedoman pelaksanaannya. Selainitu terdapat produk hukum penyelenggaraan JKN yang tidak sinkron dengan peraturan perundang-undangan yang lebihtinggi.Dari aspek kepesertaan ditemukan banyaknya peserta mandiri yang baru mendaftar sebagai anggota BPJS bila sudah sakit. Aspek fasilitas dan layanan kesehatan dalam era JKN ini ditemukan masih belum baik. Aspek manfaat dan iuran juga belum optimal.
Menyikapi berbagai temuan ini, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, Ph.D dari PKMK UGM menyampaikan tanggapannya. "Kami lihat, masalah terdapat pada desain kebijakannya. Ada pasal maupun Permenkes yang tidak benar. Bukan pada pelayanannya." Laksono juga menyampaikan solusi untuk berbagai masalah yang muncul dalam pelaksanaan JKN ini. Pertama adalah perlu ada perubahan kebijakan dan penambahan anggaran kesehatan. BPJS diharapkan harus dapat mengatasi problem adverse selection di non-PBI Mandiri. Perlu juga ada kebijakan investasi di daerah sulit termasuk penggunaan dana kompensasi. Terakhir, Laksono menekankan perlunya monitoring dan evaluasi lebih lanjut dengan menggunakan data empirik.
Harapan dan usulan untuk JKN yang lebih baik juga disampaikan oleh Dr. Henni Djuhaeni, dr. MARS. Henni berharap pelayanan kesehatan yang diberikan dapat lebih bermutu dan profesional. "Artinya sesuai standar dan memuaskan pelanggan. Pelanggan disini bukan hanya masyarakat atau pelanggan eksternal tetapi juga pelanggan internal yaitu provider."Agar JKN lebih baik, Henni mengingatkan akan pentingnya kejujuran menerima kekurangan diri. "Kalau BPJS ada kekurangan, harus mau menerima masukan dari akademisi misalnya FK atau dari forum seperti JKKI," jelasnya. Dalam penyusunan regulasi, Henni berharap disusun sebuah undang-undang sistem kesehatan, bukan hanya undang-undang kesehatan.
Reporter: drg. Puti Aulia Rahma, MPH
Monitoring penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2014 |
Materi Video |
dr. Tono Rustiano, MM dari BPJS Kesehatan. |
Video |
Hasil monitoring dan evaluasi implementasi jaminan kesehatan nasional: semester I tahun 2014 |
Materi Video |
Pembahas: Prof. dr. Laksono Trisnantoro |
Materi Video |
Pembahas: Dr. Henni Djuhaeni, dr. MARS |
Video |
Sesi Diskusi dan Tanya Jawab |
Video |
Reportase Pleno hari 2 | Paralel hari 1 | Paralel hari 2 | Workshop hari 3
Pembukaan Forum Kebijakan Kesehatan VI
Para peneliti dan praktisi dari seluruh Indonesia berdatangan ke bumi Padang untuk Kebijakan Kesehatan Indonesia VI selama empat hari ke depan (24-27 Agustus 2015). Kelompok peneliti dan praktisi kesehatan ini akan membahas semua masalah dan pembelajaran mengenai kebijakan kesehatan di Indonesia. Tema yang diangkat mengenai Universal Health Coverage 2019: Manfaat, Kendala, dan Harapannya.
Laporan kegiatan disampaikan oleh Ketua Panitia Forum kebijakan kesehatan indonesia ke VI, Prof. Dr. dr. Hj. Rizanda Manchmud, M.Kes. Antusiasme peserta forum tahun ini sangat luar biasa, ada lebih dari 302 peserta dan 130 abstrak dari dalam dan luar Padang. Forum nasional tahun ini pertama kalinya digelar dengan webinar dengan 7 universitas sebagai co-host. Selama empat hari ke depan, kita berkumpul untuk berdiskusi dan mencari solusi untuk perbaikan program Jaminan Kesehatan Nasional dan kebijakan-kebijakan lainnya, bukan sebaliknya. Semoga kegiatan ini berbuah manfaat dan menambah luas jaringan seperti ranting-ranting pinus.
Pengantar rangkaian kegiatan disampaikan oleh koordinator Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI), Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD. Isi pengantar tersebut, antara lain: Selamat datang kepada seluruh peserta, tahun 2015 ini terlihat kemajuan pesat dari jaringan ini yang pertama kali terbentuk di tahun 2000. Bersyukurlah kita mendapat kesempatan untuk berkumpul membahas mengenai masalah-masalah dan pembelajaran di tahun kedua pelaksanaan JKN. Bukan hanya JKN yang dibahas dalam forum ini, para peserta dapat memilih pokja-pokja kebijakan yang ada yaitu: Pokja Kesehatan Ibu dan Anak, Pembiayaan Kesehatan, HIV/AIDS, Pendidikan SDM Kesehatan, Pelayanan Kesehatan, Gizi Masyarakat, Kesehatan Lingkungan, Penanggulangan Bencana, Mental Health, dan lainnya.
Sambutan sekaligus pembukaan disampaikan oleh Rektor Universitas Andalas, prof. DR. Werri Datta Taifur, SE, MA. Senang sekali Padang menjadi tuan rumah untuk forum ini. Ini memang masalah penting untuk dibahas secara nasional karena untuk mencapai kemajuan bangsa maka kesehatan adalah salah satu indikator yang harus diperhatikan, selain pendidikan. Pondasi kesehatan masyarakat harus kuat. Salah satu inisiatif negara kita adalah dengan menyelenggarakan universal health coverage. Dengan mengucap basmalah forum ini resmi dibuka.
Pembukaan Forum Kebijakan Kesehatan Indonesia VI kali secara simbolis dibuka dengan pemukulan gong kecil oleh masing-masing perwakilan penyelenggara dan sponsor. Seluruh peserta, disambut di Bumi Minang dengan tarian penyambutan tamu: Tarian Pasambahan yang dibawakan oleh mahasiswa-mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Reporter: Madelina Ariani
Laporan Ketua Panitia FKKI VI |
video |
Pengantar Koordinator Jaringan |
video |
Rektor Universitas Andalas |
video |
Sambutan dan pembukaan resmi |
video |
Reportase Pleno Hari 1 | Paralel Hari 1 | Paralel Hari 2 | Workshop hari 3
Reportase Pleno IV
Diskusi panel ke-4 ini membahas dua hal yaitu memposisikan puskesmas sebagai sentral dalam fasilitas kesehatan tingkat pertama dan majerial puskesmas yang harus berjalan. Selain itu, diskusi ini juga mengajak untuk jangan ada pembiaran terhadap peran puskesmas. Diskusi ini difasilitatori oleh Dr.dr Deni Sunjaya DESS dari Universitas Padjajaran dengan pembahas Prof.Dr. dr. Akmal Taher, Sp. U; dr. Adang Bahtiar, MPH, D.Sc (Ketua IAKMI Pusat) dan H. Andra Sjafril, SKM, M. Kes (Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau).
Diskusi diawali dengan presentasi dari Prof. Dr. dr. Hj. Rizanda Machmud, M. Kes dari Universitas Andalas mengenai penguatan fasilitas kesehatan tingkat pertama dan penguatan dinas kesehatan kabupaten/ kota dalam Pelayanan UKP dan UKM. Dalam paparannya, Rizanda menekankan tentang tugas puskemas yang harus dilakukan terkait dengan Permenkes No.75 tahun 2014. Puskesmas yang diharapkan berperan sebagai sentral akan memiliki kesulitan untuk menjalankan Permenkes No.75 tahun 2014 karena akan ada permasalahan di pelaporan dan pencatatannya. Untuk mengatasi hal ini memang sudah ada aplikasi PCare tetapi aplikasi ini tidak bisa mendistribusikan semua keperluan di Puskesmas. Presentasi kedua disampaikan oleh DR. dr. Mubasysyr Hasanbasri, MA dari Universitas Gadjah Mada mengenai apakah puskesmas sebagai lembaga pemerintah mampu menjalankan fungsi sebagai FKTP yang baik. Presentasi ini menyoroti tentang organisasi yang ada di puskesmas, khususnya manajerialnya. Manajerial ini perlu dilakukan untuk keperluan pengelolaan karena kerja di puskesmas tidak dapat dijalankan seorang diri. Meskipun demikian, sistem manajerial ini tidak akan berjalan dengan baik jika tidak didukung oleh Dinas Kesehatan.
Pembahasan mengenai kedua topik ini menjelaskan tentang kurangnya integrasi di puskesmas sehingga permasalahan di puskesmas sudah ada sebelum era JKN. Permasalahan ini masih ada hingga saat ini. Selain itu,menurut Prof. dr. Akmal Taher, Sp puskesmas memang enggan untuk mengatur manajerialnya sendiri karena pihak puskesmas tidak mau ribut di level bawah sehingga lebih baik level atas saja yang mengatur. Ide yang muncul disini adalah memilih tokoh di manajerial yang komprehensif sehingga dapat memberikan pelayanan yang baik. Pihak yang diharapkan untuk melakukan manajerial ini berasal dari lulusan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat dan bukan lagi dokter. Kendalanya adalah lulusan FKM tidak percaya diri menjalankan peran ini.
Untuk keikutsertaan pihak Dinas Kesehatan terhadap peran puskesmas dibahas oleh H. Andra Ajafril, SKM, M. Kes yang menjelaskan bahwa di Dinas Kesehatan Riau sudah diutamakan akreditasi dan manajemen puskesmas. Sayangnya, menurut Prof. Dr. dr. Hj. Rizanda Machmud, M.Kes hal tersebut belum terjadi di Padang. Umpan balik belum terjadi dari dinas kesehatan ke puskesmas. Sehingga bisa dikatakan bahwa keadaan puskesmas masih sulit di generalisasikan akibat dari otonomi daerah.
Materi Presentasi
Penguatan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan penguatan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam Pelayanan UKP dan UKM: Prof. DR. dr. Hj. Rizanda Machmud, M.Sc., Ph.D |
materi |
Apakah Puskesmas sebagai lembaga pemerintah mampu menjalankan fungsi sebagai FKTP dengan baik?
DR. dr. Mubasysyr Hasanbasri, MA. Universitas Gadjah Mada |
materi |
Video Sesi Diskusi
JARINGAN KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA
Bekerja sama dengan
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJAJARAN BANDUNG
Menyelenggarakan
dengan tema :
Sub Tema
Tantangan Kebijakan Kesehatan dalam Pemerataan Kesehatan
di Era Sistem Jaminan Kesehatan Nasional dan Masih Tingginya Hambatan
dalam Pencapaian MDG 4, 5 dan 6.
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran dan
Hotel Trans Luxury Bandung, 24 – 26 September 2014
Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia adalah suatu jembatan penyambung berbagai pemangku kepentingan dalam kebijakan kesehatan di Indonesia. Mereka yang bergabung : para peneliti, akademisi, pemerhati, praktisi kebijakan, kelompok masyarakat, wakil rakyat, birokrat, pengamat dari berbagai profesi dan lembaga.
Forum ini telah 4 kali digelar, setiap tahun berturut-turut di Jakarta (UGM), Makasar (Unhas), Surabaya (Unair) dan Kupang (Universitas Nusa Cendana). Pada tahun 2014 ini kota Bandung mendapat giliran dengan Fakultas Kedokteran Unpad sebagai tuan rumah.
Tahun 2014 merupakan tahun stratejik karena bertepatan dengan perubahan politik yang terjadi di negara ini. Para wakil rakyat baru, pemimpin baru akan segera hadir dengan visi, misi dan strateginya. Sejauhmanakah rencana dan kebijakan mereka selaras dengan kebutuhan dan harapan masyarakat?
Tema tahun ini adalah "MONITORING PELAKSANAAN KEBIJAKAN JKN DI TAHUN 2014 : KENDALA, MANFAAT DAN HARAPANNYA". Dengan sub tema :"Tantangan Kebijakan Kesehatan dalam Pemerataan Kesehatan di Era Sistem Jaminan Kesehatan Nasional dan Masih Tingginya Hambatan dalam Pencapaian MDG 4, 5 dan 6".
Kelompok-kelompok kebijakan kesehatan yang akan berkumpul merupakan kelompok yang sudah lebih dahulu berkembang dalam forum sebelumnya serta kajian baru tahun ini :
PENDAFTARAN WEBINAR
Bagi yang tidak dapat hadir di Bandung tetap dapat mengikuti rangkaian kegiatan melalui Webinar dengan melakukan pendaftaran terlabih dahulu dan membayar biaya registrasi sebesar Rp. 1.500.000,- . Webinar adalah cara mengikuti dengan menggunakan Teleconferens. Dapat dilakukan oleh perorangan ataupun lembaga diseluruh dunia. Syaratnya adalah memiliki sambungan WIFI minimal 512 Kbps.
Informasi selengkapnya bisa dilihat pada leaflet berikut
Leaflet Pendaftaran Webinar | Panduan Webinar untuk Peserta |
PENDAFTARAN DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN:
Pendaftaran bagi peserta sampai dengan tanggal 31 Agustus 2014 :
Kategori |
Sebelum tgl 31 Agustus 2014 |
Tgl. 1 – 20 September 2014 |
Setelah 20 September 2014 |
Umum |
Rp. 1.000.000,- |
Rp. 1.250.000,- |
Rp. 1.500.000,- |
Mahasiswa |
Rp. 750.000,- |
Rp. 750.000,- |
Rp. 1.000.000,- |
Pembayaran peserta melalui BNI BLU Unpad an. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesiano rek. 988 2340540702012.
Copy bukti pembayaran/ slip transfer dikirimkan melalui email ke This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.. dan
This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. / This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. atau melalui faximile di 022 203 8030.
Bagi mahasiswa agar disertakan copy Kartu Mahasiswa dan dikirim ke e mail/ fax tersebut di atas.
INFORMASI LEBIH LANJUT :
Fakultas Kedokteran Unpad, Jl. Eyckman 38 Bandung; Lantai 4 Wing Utara
An. Sheila Mariana/ Nanang Sudrajat/ Dian Anggraeni
pada no tlp/ fax: 022 203 8030 atau email tersebut di atas
Web : www.kebijakankesehatanindonesia.net dan www.fk.unpad.ac.id
INFORMASI LAINNYA
Hotel di Bandung :
1. |
Aerowisata (Grand Hotel Preanger) |
Jl. Asia Afrika No. 81 Bandung |
Rp. 700.000,- |
2. |
Arion Swiss Bel Hotel |
Jl. Oto Iskandardinata No. 16 |
Rp. 750.000,- |
3. |
Aston Primera Pasteur |
Jl. Djundjunan No. 96 Bandung |
Rp. 800.000,- |
4. |
BTC Hotel |
Jl. Djundjunan No. 143 – 149 |
Rp. 500.000,- |
5. |
Gino Feruci Hotel |
Jl. Braga No. 67 Bandung |
Rp. 600.000,- |
6. |
Cassadua |
Jl. Cassa No. 2 Bandung |
Rp. 200.000,- |
7. |
Galeri Ciumbuleuit Hotel |
Jl. Ciumbuleuit No. 42 A |
Rp. 600.000,- |
8. |
Grand Serela Setiabudi |
Jl. Hegarmanah No. 9 – 15 |
Rp. 700.000,- |
9. |
Holiday Inn |
Jl. Ir. H. Djuanda No. 31 – 33 |
Rp. 1.000.000,- |
10. |
Luxton Hotel |
Jl. Ir. H. Djuanda No. 18 |
Rp. 750.000,- |
11. |
Horison |
Jl. Pelajar Pejuang 45 No 121 |
Rp. 600.000,- |
12. |
Santika Hotel |
Jl. Sumatera No. 52 – 54 |
Rp. 800.000,- |
13. |
The Majesty Hotel |
Jl. Surya Sumantri No. 91 |
Rp. 600.000,- |
sesi pleno |
Pokja Kebijakan Pembiayaan Kesehatan
Salah satu sesi paralel dalam Fornas V JKKI yaitu mengenai kebijakan pembiayaan yang dimoderatori oleh Bapak Prawira. Sesi pertama kebijakan pembiayaan diawali dengan bahasan mengenai studi hambatan dalam pendanaan kesehatan di Puskesmas. Pada bahasan ini, M. Faozi Kurniawan (PKMK FK UGM) menjelaskan berbagai hambatan dalam fund-channelling beserta solusi alternatif yang kerap dilakukan Puskesmas. dr. Azhar Jaya, SKM, MARS selaku pembahas juga menegaskan bahwa kapasitas fiskal daerah perlu diperhatikan. Menurut beliau, kapasitas fiskal lebih cocok untuk mekanisme DAK. Ketersediaan SDM administrasi juga sangat diperlukan dalam penyesuaian kaidah keuangan di Puskesmas.
Sesi paralel kebijakan pembiayaan ini disertai beberapa presentasi oral. Analisis peran pemerintah dalam implementasi JKN oleh Putu Astri Dewi Miranti mengawali sesi presentasi oral tersebut. Putu menyimpulkan bahwa pemerintah belum melaksanakan peran dan tugas sesuai regulasi dalam implementasi JKN sampai dengan pelaksanaan bulan April 2014. Paper ini diikuti oleh pemaparan mengenai potensi peran lembaga sosial dalam sistem kesehatan di era JKN oleh Hilmi Sulaiman Rathomi.
Menurut Hilmi, lembaga yang berafiliasi dengan agama, cenderung lebih sustainable. Organisasi sosial di negara maju pun mulai bergeser dari fokus pelayanan menjadi penyusun kebijakan. Fasilitas kesehatan primer memiliki jumlah paling besar dalam organisasi sosial. Di akhir penjelasan, Hilmi kembali menegaskan bahwa peran lembaga sosial dapat sebagai fasilitas kesehatan, membantu pembiayaan masyarakat miskin non PBI, penguatan promosi dan preventif, dan upaya pemberdayaan masyarakat.
Faisal Mansur menyusul sesi paper mengenai layanan gratis pun ditolak masyarakat miskin. Kajian tersebut dilakukan di NTT dan Jatim yang berkesimpulan bahwa masyarakat miskin yang memiliki jamkesmas yang tidak memanfaatkan jamkesmas, cenderung lebih banyak di Jatim dibandingkan NTT. Adapun penyebabnya, diantaranya : administrasi ribet, kekhawatiran adanya perbedaan pelayanan, dan masyarakat yang masih merasa penyakit yang diderita adalah ringan.
Berbeda dengan penyaji sebelumnya, Vini Aristianti lebih menjelaskan mengenai analisis kebijakan dan hubungan purchaser dengan provider dalam era JKN. Vini menilai bahwa hubungan antara pembeli dan pemberi layanan belum dilaksanakan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang dan peraturan yang ada. Adanya mobil khusus sosialisasi JKN menjadi salah satu saran yang dikemukakan Vini dalam meningkatkan hubungan tersebut.
Advokasi keberlanjutan program JKN dengan pendekatan economic lost (studi kasus di provinsi Sulawesi Barat) oleh Kasman Makkasau melanjutkan sesi berikutnya. Hal ini juga dilengkapi dengan paper dari Haerawati Idris mengenai utilisasi jaminan kesehatan wilayah timur Indonesia yang dianalisis berdasarkan IFLS 2012. Berdasarkan kajian, peserta askeskin paling banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Haerawati menjelaskan bahwa sekitar 17% dana askeskin justru dinikmati oleh masyarakat menengah ke atas.
Pada sesi diskusi, komitmen 10% APBD dan 5% APBN di luar gaji dipertanyakan. Bapak Azhar membenarkan adanya tantangan besar, bahkan hampir terjadi pada semua wilayah di Indonesia. Ibu Via dari Dinkes Bandung mengutarakan rendahnya BOK akibat kebijakan keuangan yang seringkali berubah dan terkadang berbenturan dengan juknik BOK. Bapak Fauzi menilai bahwa kendala birokrasi tersebut juga sering dialami Puskesmas di daerah lainnya. Menurut beliau, setidaknya juknis berusaha diterbitkan lebih awal, tetapi tetap menunggu DIPA keluar. Pada akhirnya dana internal pun digunakan untuk membiayai operasional Puskesmas.
Ibu Selly dari konsorsium perempuan Sumatera mengungkapkan pendataan yang masih belum akurat dalam menentukan penerima manfaat jaminan bahkan masih rumitnya birokrasi sering mengganggu pelayanan kesehatan. Bapak Azhar setuju dengan hal tersebut dan menegaskan bahwa mulai saat ini fee atau jasa pelayanan dokter sudah disesuaikan per tindakan, bukan berdasarkan kelas perawatan.
Sesi Paralel 1 : Kebijakan Pembiayaan |
|
Analisis Peran Pemerintah dalam Implementasi JKN |
Putu Astri Dewi Miranti |
Analisis Kebijakan dan Hubungan Purchaser dengan Providers dalam Era JKN di Indonesia tahun 2014 |
Vini Aristianti, dkk Materi |
sesi pleno |
Pokja Kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak
Pemaparan pokja KIA pada sesi ini memfokuskan pada program penurunan AKI, AKB dan AKABA. Beberapa langkah telah diilakukan, salah satunya melalui kerja sama dengan perusahaan. Hal ini seperti yang dipaparkan oleh Dwi Endah, MPH. Menurut Dwi kerjasama dengan CSR dengan pengadaan program mobil sehat sebagai suatu implementasi untuk menurunkan AKI, AKB dan persalinan nakes di daerah dengan akses sulit. Dengan adanya program ini cakupan persalinan nakes mencapai 100%. Selain dengan program mobil sehat penurunan AKI dan AKB dapat dilakukan dengan cara prediksi kematian neonatal dengan data rekam medik yang dipaparkan oleh Herlin Priscila Pay. Herlin memaparkan dengan rekam data medik dapat memprediksikan bagaimana resiko kematian ibu dan anak oada waktu persalinan.
Penurunan AKI dan AKB dapat juga dilakukan dengan pengembangan pengetahuan dan sikap dalam kondisi resiko tinggi. Hal ini dikarenakan masih banyak ibu hamil yang belum mengetahui bahwa dirinya mempunyai resiko tinggi. Oleh karena itu menurut Esti Hitatami perlu adanya sosialsasi yang aktif mengenai resiko tinggi dengan memanfaatkan layanan pesan singkat. Capaian yang dihasilkan dengan metode ini meningkatkan pengetahuan tentang kehamilan dan resiko-resiko tinggi yang terdapat dalam ibu hamil.
Pemerintah daerah turut andil dalam penurunan AKI dan AKB seperti yang dipaparkan oleh Deni Harbianto. Deni memaparkan bahwa Perencanaan dan pelayanan KIA merupakan persan daerah dan membutuhkan tanggung jawab bersama antar lintas sektor, namun yang terjadi sekarang terjadi tumpang tindih program di pemerintah. Oleh karena itu perlu adanya perencanaan yang berbasis bukti dan menempatkan Bappeda sebagai koordinator utama dalam perencanaan daerah.
Sementara ini, jarang program penurunan AKI dan AKB dengan memanfaatkan faktor sosial budaya. Menurut Dr. Marten Sagrim, penurunan AKI dan AKB dapat dilakukan dengan pelatihan kader kesehatan dan ibu adat dalam persalinan, menyekolahkan orang daerah menjadi bidan, perawat dan tenaga kesehatan lainnya dan promosi media kesehatan. Hal ini dikarenakan beberapa masyarakat tidak mau dibantu kelahirannya oleh orang lain yang bukan berasal dari komunitas sendiri.
Sesi Paralel 3 : Kebijakan KIA |
|
Tantangan dalam Perencanaan dan Penganggaran Program Kesehatan Ibu dan Anak di Provinsi Papua |
Materi |
Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Kehamilan Risiko Tinggi Melalui Layanan Pesan Singkat terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil - Esti Hitatami dkk |
Materi |
Model Integratif Kemitraan Kader Kesehatan, Ibu adat, dan Petugas Kesehatan dalam Pertolongan Persalinan pada Perempuan Suku Taburta di Kawasan Adat Terpencil (KAT) Kabupaten Mamberamo Tengah Propinsi Papua - Dr. Marthen Sagrim |
Materi |
Prediksi Kematian Neonatal Menurut Penyebab Kematian dengan Model ARIMA Box Jenkins Tahun 2008-2013 di RSUD Prof DR. W. Z. Johannes Kupang - Herlin Pricilia Pay |
Materi |
Kontribusi Program CSR Perusahaan dalam KIA (Studi Implementasi Mobil Sehat di Daerah Sulit) |
Materi |