Pembukaan Winter School 2013:
Social Determinants of Health Developing Countries Perspective
Pembukaan Winter School 2013 dilakukan hari ini (17/9/2013) di Ruang Senat FK UGM. Winter school dibuka oleh empat orang yang terkait dengan kursus ini, yaitu Prof. Laksono sebagai Advisor, B. J Istiti Kandarina sebagai Director, Prof. Adi Utarini sebagai perwakilan Dekan FK UGM dan Stefanie Rohrs sebagai perwakilan dari Institute of Tropical Medicine and International Health, Charite-Universitatsmedizin Berlin.
Pembukaan ini dihadiri sekitar 20 peserta aktif yang tertarik dengan isu SDH dan Post Agenda MDGs 2015. Mereka berasal dari China, Bangladesh, Indonesia, Jerman dan negara lain. Winter school akan berlangsung selama 10 hari dengan kelas kecil yang akan diisi dosen dari Indonesia dan Jerman. Acara ini berlangsung atas kerjasama S2 IKM FK UGM, DAAD dan Institute of Tropical Medicine and International Health, Charite-Universitatsmedizin Berlin. Kursus ini dimulai tahun 2009 lalu, saat itu tema yang diambil yaitu health insurance.
Dari pertemuan ini, panitia berharap akan ada kesepakatan dan pemahaman yang sama tentang Social Determinants of Health untuk diaplikasikan dalam upaya mengurangi kesenjangan sosial. Selain itu, kursus ini diharapkan dapat mengungkap apa saja yang bisa dilakukan untuk mengurangi kesenjangan pelayanan kesehatan yang saat ini terjadi serta menyelaraskan program SDH dengan MDGs 2015 yang akan berakhir pada 2015.
Module 1: Social Determinants of Health and post 2013 agenda
Modul pertama disampaikan oleh Prof. Charles Surjadi dan dimoderatori oleh Mubasyir Hasanbasri. Faktor individual, komunitas, meso, global, faktor ini mempengaruhi suatu keadaan. Untuk mewujudkan SDH yang baik, maka dibutuhkan aksi global. Aksi global membutuhkan: pertama, meningkatkan kondisi hidup sehari-hari. Hal ini bisa dilakukan mulai dari pertumbuhan anak yang baru lahir. Kedua, mengatur kesenjangan dalam uang, sumber daya dan kekuatan. Proses ini bisa dilakukan di tingkat lokal, nasional dan global. Ketiga, mengukur dan memahami masalah dan pengaruh dari aksi. Kesenjangan kesehatan dapat diatasi dengan investasi pada training pembuat kebijakan dan praktisi kesehatan. Lalu diikuti kesepahaman publik pada Social determinants of health. Hal ini juga membutuhkan fokus yang kuat di riset kesehatan publik.
Konferensi Rio Oktober 2011 memberikan rekomendasi 53 kebijakan dan 16 poin yang dideklarasikan. Salah satunya kesehatan harus masuk dalam seluruh kebijakan atau Health in All Policies (HiAP). Pendekatan HiAP dilakukan secara horisontal, kebijakan yang melengkapi dan terkait strategi dengan potensial tinggi untuk berkontribusi pada kesehatan populasi. Inti dari HiAP yaitu menguji faktor yang terkait kesehatan, dimana dapat berpengaruh pada peningkatan kesehatan namun masih terkontrol oleh kebijakan dari banyak sektor di luar kesehatan. Universitas harus menjembatani komunikasi SDH-kebijakan dengah pemerintah dan media.
Inequity yang terjadi dalam kesehatan, bukan karena natural namun karena konstruksi masyarakat atau dibentuk. Akar penyakit yang harus diselesaikan bukan lagi hanya di permukaan lagi. SDH yang diterapkan di masing-masing negara harus selaras dengan MDGs 5, sehingga seluruh negara mampu maju secara bersamaan. MDGs sesuai dengan konsep yang diterapkan, sesuai dengan framework dengan SDH. Fokusnya pada kondisi di lapangan untuk pembangunan dan kebijakan atau bisa disebut strenghtening health system. SDH digunakan untuk berfokus pada bagaimana menggunakan frameworks SDH untuk menjalankan program (promote reframe health development). Program kesehatan tergantung perilaku individu. Kebijakan seperti apa yang membentuk masyarakat? Apa yang memicu ketidakadilan? Hal ini bisa dijawab dengan pergi ke lapangan dan Anda akan tahu apa saja masalah kesehatan yang terjadi. Selengkapnya tentang paper Prof. Charles, silahkan
Kemudian, Mubasysyir Hasanbasri memaparkan concept and case of SDH .Di bagian hulu terdapat aspek kebijakan dan pada hilir terdapat aspek kuratif. Hal yang perlu diperjuangkan kali ini adalah mengubah aspek hilir ke hulu. Bagaimana akademis bisa mempengaruhi kebijakan dalam kesehatan? Selain itu, aspek kuratif dan preventif yang dilakukan dokter masuk dalam aspek hilir. Seluruh aspek yang dilakukan perilaku individu masuk dalam hilir. Misalnya : perilaku mencuci tangan yang dilakukan di SD. Kemudian, hulu atau apa saja yang dilakukan pemerintah itu misalnya pemerintah menyediakan tempat khusus untuk mencuci tangan. Hal yang perlu kita cermati dan lakukan adalah aware of why people do downstream and upstream.
Kemudian, faktor lain yang mempengaruhi kesehatan dalam masyarakat adalah faith. Faith is stop asking question. Banyak dari faktor kepercayaan yang membentuk masyarakat bahwa suatu hal tak bisa diubah. Kebijakan pemerintah India misalnya, dengan memberi subsidi makanan untuk komunitas. Hal ini berlaku untuk yang miskin. Hal yang perlu dilakukan adalah mengubah kebijakan tersebut untuk semua warga negara. SDH mengarah pada faktor-faktor yang menentukan kesehatan dan sosial. Policy maker cant frame what is social determinants. They need the logic of the social determinant. Policy maker need an explanation of SDH. Improving health to raise the community. Coalition the strategy to influence the policies. Scientist sebagai aktor dalam SDH, esensi jika ada pertemuan scientist dalam SDH yaitu diskusi untuk melihat SDH. Focus on our actions: no policies but action is more important. Poin yang harus disadari ialah penyakit itu bukan dari individu namun masyarakatnya (perilakunya).
Modul ketiga disampaikan Stefanie Rohr, dengan judul "How do social determinants influence health". Faktor yang mempengaruhi kesehatan diantaranya: lingkungan, pendidikan, tempat, pendidikan dan lain-lain. Pendidikan yang penting untuk ditanamkan mencakup kematian, kematian anak, depresi, kesehatan jiwa dan lain-lain. Bukti nyata jika pendidikan memberikan pengaruh positif pada tidak merokok, aktivitas fisik, menggunakan perawatan preventif, sudah menggunakan perawatan spesialis, manajemen yang baik untuk penyakit kronis. Hubungan antara pendidikan orang tua dan kematian anak menunjukkan hal seperti berikut: terdapat lima penyebab umum di negara miskin dan berkembang yaitu pneumonia, diare, malaria, kondisi saat lahir dan campak. Sementara, dampak urbanisasi pada kesehatan meliputi: kekerasan dan kejahatan, perumahan, bencana alam, traffic dan transisi nutrisi. Interaksi antara faktor sosial yaitu antara: ketidakadilan sosial dan kesehatan. Social determinants (SDH) ini berpengaruh besar pada health outcomes. Simak paparan lengkapnya melalui link berikut
Modul selanjutnya dipaparkan oleh Stefanie Rohr lagi. Kali ini ia menyampaikan tema Gender and health. Hubungan antara gender dan kesehatan ternyata sangat erat. Tahun 1995 di Amerika, terjadi 1,5 kali lipat resiko terkena kanker kulit pada laki-laki karena mereka tidak menjaga kulitnya dari sinar matahari. Hal-hal yang dilakukan perempuan, seperti memakai sunblock jika keluar rumah, memakai baju panjang dan topi dianggap tidak maskulin oleh laki-laki. Mereka ingin tampil natural atau cenderung cuek pada penampilan dan kesehatannya.
Masyarakat dunia masih patriarki, jadi masih terjadi ketidakseimbangan. Misalnya masyarakat China yang masih senang jika anaknya lahir laki-laki, bukan perempuan. Laki-laki dan perempuan sangat dominan berperan dalam menentukan feminim atau maskulinnya suatu perilaku. Gender adalah konsep konstruksi sosial dan budaya yang berlaku di masyarakat. Masyarakat aktif dalam konstruksi gender tergantung perilakunya. Perilaku berdasar gender memiliki implikasi yang kuat dalam kesehatan. Silahkan simak paparan Stefanie melalui