REPORTASE

ADVANCING UNIVERSAL HEALTH COVERAGE IN SOUTH EAST ASIA

BHUTAN 23-25 APRIL 2014
 

d1bhutanPEMBUKAAN: Universal Health Coverage (UHC) saat ini menjadi topik diskusi yang paling hangat dibicarakan. Mulai dari konsep sampai dengan implikasi penerapan UHC di berbagai negara ramai dibahas pada berbagai forum internasional. Para pembahas datang dari berbagai latar belakang, yaitu akademisi, praktisi, sampai dengan pembuat kebijakan.

Pertanyaan yang sering muncul adalah: "sejauh mana UHC telah diterapkan?" Beberapa negara menyatakan telah mencapai target UHC sesuai dengan yang telah direncanakan. Pencapaian ini dilihat dari dimensi pengukuran UHC dan program pelayanan kesehatan. Banyak pula negara yang masih bergelut dengan persiapan penerapan UHC dan banyak negara yang sudah memulai perjalanan menuju UHC. Namun demikian masih banyak pertanyaan yang perlu dijawab sehubungan dengan pengembangan dan pencapaian UHC, khususnya di negara-negara South East Asia Region (SEAR).

WHO-SEARO mengadakan konferensi dengan Tema: Advancing Universal Health Coverage in South East Asia, dengan tujuan untuk mengambarkan pencapain UHC dan tantangan pada aspek konsep serta aspek praktis dalam penerapan UHC di kawasan ini. Konferensi diadakan di Paro, Bhutan, mulai 23 April 2014 sampai dengan 25 April 2014.

Opening Speech oleh Minister of Health Royal Government of Bhutan, Prime Minister of Royal Government of Bhutan, dan Regional Director WHO-SEAR, Dr Poonam Khetrapal Singh http://www.searo.who.int/regional_director/drd/drd_singh/en/ ). Pesan yang disampaikan adalah:

  1. UHC telah dilaksanakan di Bhutan ( www.who.int/country/btn/en ) sejak 2008 dan saat ini terus dikembangkan. Bhutan mulai menambahkan "happiness index" untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat dan pencapaian sistem kesehatan. Indikator ekonomi akan membaik jika rakyat sehat. Rakyat akan sehat jika pelayanan kesehatan berjalan dengan baik dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Rakyat yang sehat dan produktif akan merasa berguna, bahagia, dan sejahtera. Oleh sebab itu, perlu diukur "happiness index" sebagai pengukur kesejahteraan rakyat dan kemajuan negara, disamping index ekonomi yang umum dipergunakan. (Untuk lebih memahami "happiness index": http://www.grossnationalhappiness.com/gnh-policy-and-project-screening-tools/ )
  2. Tantangan penerapan UHC saat ini adalah bagaimana menyatukan UHC dengan agenda Post-2015. Apakah UHC menjadi alat menuju pencapaian target Post 2015 atau UHC menjadi tujuannya? Di samping itu, isu keadilan (equity) yang menjadi jantung dari UHC juga menjadi agenda penting untuk dibahas. Bagi negara yang telah menerapkan UHC, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi pada aspek keadilan. Sedangkan negara yang baru merencanakan UHC perlu menimbang cara untuk meningkatkan keadilan.
  3. Konferensi ini diharapkan dapat menelurkan kejelasan konsep UHC, fokus dan arah pengembangan UHC, terutama di negara-negara SEAR.

pooman


PRE PLENARY 1

  1. Toward Universal Health Coverage 2030 (WHO-World Bank Spring Meeting 2014)
    Diskusi dimulai dengan adanya report dari Lancet Commissions tentang global health 2035 ( http://globalhealth2035.org/sites/default/files/report/global-health-2035.pdf ). Investasi dalam bidang kesehatan adalah suatu keharusan. Investasi pada pembiayaan pelayanan kesehatan menjadi sangat penting untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan untuk semua lapisan masyarakat. Selain itu, riset untuk mendukung kebijakan kesehatan juga menjadi sangat penting, agar kebijakan yang diambil semakin efektif dan berada dalam jalur yang benar. Kesemuanya adalah investasi yang membawa manfaat tidak hanya bagi individu yang sakit tetapi juga untuk seluruh rakyat. Investasi di bidang kesehatan juga akan meningkatkan kapasitas ekonomi dan kesejahteraan suatu negara.

    Pidato Dr Margareth Chan, Direktur Jendral WHO, ( http://www.who.int/dg/speeches/2014/uhc/en ) mendorong diterapkannya UHC di seluruh negara. Namun demikian diperlukan framework untuk monitoring dan evaluasi kemajuan penerapan UHC. WHO dan World Bank telah mengembangkan framework untuk keperluan tersebut ( http://www.who.int/healthinfo/country_monitoring_evaluation/UHC_WBG_DiscussionPaper_Dec2013.pdf ). Framework ini perlu diujicoba dan dilaporkan hasilnya untuk kemajuan pelaksanaan UHC pada tingkat global.

    Pidato Jim Yong Kim, President World Bank Group berjudul UHC in emerging economies ( http://www.worldbank.org/en/news/speech/2014/01/14/speech-world-bank-group-president-jim-yong-kim-health-emerging-economies ) mendorong riset untuk menepis keraguan terhadap penerapan UHC yang accountable dan measurable di suatu negara.

PRE PLENARY 2

  1. Opportunities for implementation research (Dr Abdul Ghaffar: Alliance for Health Policy and System Research).
    AHPSR menawarkan pengembangan embedded research untuk mendukung penerapan UHC. Manajer kesehatan di lapangan perlu ditingkatkan kapasitasnya untuk menerapkan program-program yang telah direncanakan. Peningkatan kapasitas yang dimaksud adalah kemampuan menjalankan dan menerapkan hasil penelitian. Disediakan dana sekitar USD 15,000-20,000 bagi manajer program untuk melakukan kegiatan ini. Mengenai embedded research dan Dr Abdul Ghaffar (This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.) dapat dilihat di http://meeting.tropika.net/gshsr2012/2012/11/03/qa-abdul-ghaffar-executive-director-alliance-for-health-policy-and-systems-research-geneva/  
    Riset lain tentang UHC dapat dilihat di http://www.searo.who.int/thailand/publications/2013/9789240690837_eng.pdf?ua=1 

PLENARY 1: Overview on Universal Health Coverage

  1. Presentasi oleh David Heymaan ( http://www.who.int/dg/adg/heymann/en/ )
  2. Data menunjukkan bahwa ketersediaan dana, yang merupakan bentuk nyata komitmen pemerintah terhadap pemberantasan penyakit, menjadi faktor utama kesinambungan program-program kesehatan. Investasi di bidang kesehatan akan membawa dampak positif terhadap kesejahteraan rakyat. Namun demikian, burden of disease secara global semakin meningkat dan dana yang diperlukan juga semakin besar. Banyak donor-donor yang dulu membantu pendanaan pemberantasan penyakit, saat ini sudah tidak lagi aktif. Pertanyaan besar: apakah pemerintah sudah siap untuk menggantikan peran donor untuk menyediakan dana pemberantasan penyakit yang semakin besar ini? Data menunjukkan bahwa ketika donor-donor menghentikan bantuan, banyak negara tidak siap untuk menyediakan dana pengganti dan akibatnya program berhenti. Ketika UHC diterapkan, maka kewajiban pemerintah untuk menyediakan dana menjadi tanggungjawab yang besar. Situasi ini akan memberatkan pemerintah dan mengancam kesinambungan UHC dan program-program pemberantasan penyakit yang selama ini telah dilakukan.
  3. Diskusi:
    1. Definisi dari UHC dan bagaimana mengukur achievement adalah tantangan terbesar UHC saat ini.
    2. UHC belum menjadi komitmen dunia dan sering dikalahkan oleh isu lain seperti: climate change, keamanan dan kedamaian, good governance, dan sebagainya.
    3. Mengintegrasikan UHC dengan agenda Post 2015 adalah tanggungjawab bersama
    4. Pemerintah banyak mengandalkan dana dari donor dan mengalokasikan anggaran negara untuk program non kesehatan. Situasi ini masih terjadi sampai saat ini.
    5. Investasi untuk meningkatkan aspek keadilan pada penerapan UHC adalah investasi yang sangat besar, namun pemerintah wajib bertanggungjawab atas invetasi tersebut.

TECHNICAL SESSION 1: Mengukur UHC: Pengalaman di Bhutan dan India (Haryana State)

  1. Presentasi oleh Jayendra Sharma (This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.) menunjukkan bahwa Bhutan telah berhasil mengukur achievement dari UHC melalui composit index yang dikembangkan sejak beberapa tahun yang lalu. Indikator yang dinilai adalah: Effective Coverage, Service Availability, dan Financial Protection. Hasilnya Bhutan telah mencapai angka 97%.
  2. Presentasi oleh Shankar Prinja ( http://pgimer.edu.in/PGIMER_PORTAL/PGIMERPORTAL/home.jsp ) menggambarkan framework yang dipergunakan untk mengukur pencapaian UHC di Haryana State India. Langkah yang dilakukan adalah: Memilih Indikator Kunci, Membuat estimasi coverage, melakukan adjustment untuk inequality, dan menetapkan composite UHC index. Hasilnya composite UHC index dapat dipergunakan untuk mengukur kemajuan UHC di suatu wilayah.


  LESSON LEARNED UNTUK INDONESIA

  1. Konsistensi dalam penerapan JKN perlu dijaga untuk menjamin kesinambungan JKN sehingga target untuk mencapai UHC tahun 2019 dapat diperoleh. Pandangan para pengambil kebijakan perlu disatukan untuk meningkatkan konsistensi sikap terhadap penerapan JKN di Indonesia. Pergantian pemerintahan seharusnya tidak menganggu kesinambungan JKN.
  2. Investasi pemerintah di bidang kesehatan adalah tantangan terbesar terhadap keberlangsungan JKN.
  3. Debat mengenai efektifitas UHC seharusnya dilandasi oleh ukuran yang jelas mengenai affordability, acceptability, accessibility, dan availability. Ahli-ahli ekonomi kesehatan di Indonesia perlu segera menyusun framework untuk mengukur kemajuan dan manfaat UHC secara obyektif dan sistematis