Topik Tentang Universal Health Coverage

Reporter: Laksono Trisnantoro

Di simposium ini ada berbagai sesi mengenai Universal Health Coverage (UHC). Disamping itu, terdapat banyak booth di stand pameran, yang menyajikan perkembangan UHC. Dalam laporan ini, berbagai sesi ditulis untuk diacu kedalam refleksi dalam konteks Indonesia

Sesi Quality in Universal Health Care

Masalah mutu dalam UHC merupakan hal yang penting dan dibahas secara mendalam di berbagai sesi. Memang disadari bahwa terjadi gap antara mutu yang diharapkan dengan kenyataan dalam UHC. Masalah ini diperburuk dengan kenyataan bahwa desain UHC sendiri di berbagai negara belum mempunyai kandungan besar untuk mutu pelayanan kesehatan.

Pertanyaan adalah apakah ada cara perubahan yang berarti untuk memasukkan isu mutu dalam UHC? Di dalam sesi ini, manajemen perubahan terhadap Mutu ini dibahas. Namun hampir semua isi diskusi menggambarkan terjadi perkembangan yang lambat tentang bagaimana dimensi mutu dapat dipergunakan di UHC. Perkembangan lambat ini muncul karena ada salahsatu faktor kunci yaitu ada pemisah yang besar antara peneliti dengan pengambil kebijakan.

Untuk itu diharapkan ada kerjasama yang lebih erat antara peneliti dengan pelaksana dan pengambil kebijakan. Kerjasama ini sebaiknya menggunakan prinsip riset implementasi dimana para pengambil kebijakan sudah mulai diaktifkan sejak penyusunan proposal.

Ada catatan: How to deal with tensions in quality. Antara pihak asuransi yang ingin reduce the cost as much as possible dengan para providers yang ingin mutu tinggi yang terkadang tidak memperhatikan biaya. Hal ini merupakan isu yang harus diperhatikan.

Untuk mengikuti perkembangan lebih lanjut mengenai aspek Mutu dalam UHC, WHO melakukan inisiasi dengan judul Global Learning Laboratory for Quality Universal Health Coverage. Kegiatan ini banyak dilakukan melalui website:

http://www.integratedcare4people.org 

 

 

Jika tertarik silahkan untuk mengikuti sebagai peserta aktif melalui klik di sini:

https://extranet.who.int/dataform/627224?lang=en 

 

 

How well is your UHC system learning? A Collaborative multi-country assessment.

Sebuah sesi menarik diselenggarakan oleh Masyarakat Praktisi yang mempunyai topik tentang:

Performance Based Financing dan Financial Access to Health Service

hsrlt-1Pembicaranya adalah Bruno Meessen, Zakilatou Adam, Joel-Arthure Kiendrobeogo dari Universitas Heidelburg

Mereka berasal dari Masyarakat Praktisi (CoP) yang mempunyai anggota dari berbagai negara, untuk mempelajari masalah-masalah Universal Health Coverage secara bersama-sama. Mereka membentuk Masyarakat Praktisi antar Negara. Di dalam hal ini semua Negara di Afrika yang berbahasa Prancis (11 negara) punya informasi yang terpisah-pisah, dan berbagai masalah yang perlu diperbaiki secara bersama.

 

Ada 3 fase dalam proyek ini yaitu:

  • Fase 1: Analisis fragmentasi
  • Fase 2: Learning System
  • Fase 3: Support for Action

Fase 1: Analisis fragmentasi.

Pembahasan masalah yang terjadi di berbagai negara dilakukan dengan pendekatan Masyarakat Praktisi yang berbasis data. Dalam analisis ini terlihat bahwa memang ada fragmentasi dalam pelayanan kesehatan di berbagai negara, dan di dalam sebuah negara. Apa yang disebut sebagai system UHC? Tidak hanya Kemenkes. Tapi jaringan dari berbagai kementerain dan lembaga. Jaringan ini yang sering terfragmentasi.

Tahap 2: Learning system

Dalam system yang terfragmentasi ini kemudian dicoba dilakukan pendekatan dan analisis bersama antar negara untuk melihat secara system berbagai hal yang ada. Dilakukan pembelajaran secara menyeluruh. Memang tidak banyak negara yang mampu aktif. Dari 11 hanya 5 yang melakukan kegiatan di tahap ini.

Tahap 3: Support for Action

Tahap ini banyak menggunakan cara pengembangan Learning Organization. Dalam system ini informasi-informasi baru yang telah dianalis akan diusahakan untuk mencari Aksi untuk memperbaiki situasi. Dengan demikian di dalam proses ini terjadi Individual Learning, Team learning, Organization Learning, dan System learning. Yang menarik pengalaman di setiap negara dianalisis, apakah ada suasana belajarnya? Untuk itu dilakukan benchmarking antar negara.

Kepemimpinan, Manajemen dan Governance.
Leadership, Management, and Governance (LMG) dalam Health System

Bagaimana menghubungkan riset dengan praktek kebijakan?
Dalam kenyataannya memang ada hubungan yang tidak pas antara penelitian dengan pengambilan kebijakan. Apa penyebabnya? Paling tidak ada 3 hal:

  1. Bahasa yang berbeda yang dipakai oleh pengambil kebijakan dan peneliti;
  2. Ketidak percayaan terhadap penelitian.
  3. Tidak adanya forum untuk diskusi antara peneliti dengan pengambil kebijakan.

Masalahnya dengan demikian jelas: Ada gap antara peneliti dengan pengambil kebijakan. Secara intuitif memang dibutuhkan hal yang sama, yang dibahas antara peneliti dengan pengambil kebijakan. Hal yang sama tersebut antara lain: Solid leadership, management dan governance . Ketiga hal ini dibutuhkan di lapangan dan perlu ditelilti.

Namun keadaan saat ini masih belum seperti yang diharapkan. Kepemimpinan, manajemen, dan governance merupakan hal yang sangat sedikit dipahami dan sangat sedikit penelitian dalam hal ini. Bagaimana keadaan saat ini? Terkait dengan 6 Blok Sistem Kesehatan, saat ini yang ditemui adalah:

  • Belum ada standar dalam definisi kepemimpinan, manajemen dan governance;
  • Konsensus yang sedikit mengenai konsep-konsep kunci;
  • Banyak sekali model dan framework;
  • Blok Leadership dan Governance merupakan hal yang sangat cair dan mempunyai Interaksi antar Blok. Berikut ini hubungan antara LMG dengan Blok-blok system kesehatan seperti yang dipaparkan oleh WHO.

Ada 1234 artikel dan 3680 grey literature yang diteliti dalam program ini. Dalam proses penyaringan tidak sampai sekitar 50 artikel yang berisikan bahan-bahan tentang Leadership, Management, dan Governance. Sementara ini peneliti masih meringkas grey literature. Berikut ini ada ringkasan untuk hubungan antara Blok Leadership, Management, dan Governance ke berbagai Blok WHO.

Leadership, Management, dan Governance (LMG) di Blok Health Financing (HF). LMG menyumbang ke perbaikan HF melalui pengembangan kebijakan, perencanaan yang baik, tanggung jawab yang kebih baik, dan perbaikan Return on Investment. Kekurangan aplikasi LMG di Pembiayaan kesehatan akan mengakibatkan ketidak efektifan penyelesaian masalah dan perluasan kegiatan.

LMG mendukung Blok Sistem Informasi Kesehatan melalui penggunaan semangat partisipasi dan konsensus, proses pengembangan yang berkesinambungan, kepemilikan dan Akuntabilitas, penggunaan data untuk knowledge translation dan decision making, serta mendukung Visionary Leadership.

LMG mendukung Blok Sistem Farmasi melalui peningkatan akuntabilitas dan transparansi, penggunaan semangat kolaborasi yang lebih baik, penetapan Policy and Regulation serta prinsip-prinsip Stewardship. Kekurangan dalam menggunakan LMG akan menjadikan stock-out dan mismanagement of supply chain.

LMG berkontribusi ke perbaikan Blok Human Resources for Health (HRH) melalui Supervisi dan mentoring yang membaik, team yang termotivasi lebih baik, advokasi for evidence based planning. Meningkatkan kepercayaan untuk pengambilan keputusan dan visi bersama mengenai kebijakan, penetapan isu-isu prioritas HRH, dan memperbaiki koordinasi dan akuntabilitas. Kekurangan dalam aplikasi LMG akan menyebabkan rendahnya dana pelatihan dan infrastruktur, organisasi yang buru dan monitoring yang tidak baik.

  Ringkasan:

Sampai sekarang, masih sedikit bukti yang bersifat eksperimental mengenai LMG mempengaruhi Health System. Masih banyak tulisan yang bersifat anekdot dan pragmatis. Hanya sedikit bukti yang menyatakan bahwa kekurangan dalam aplikasi LMG akan menyebabkan rendahnya pencapaian Sistem Kesehatan.

Di dalam Simposium ini berbagai sesi membahas mengenai penggunaan berbagai tool berbasis indikator untuk mengamati perkembangan berbagai aspek dalam UHC. Salah satunya adalah sesi yang membahas:

Proyek Pengembangan:

Using data Analytics to Monitor Health Provider Payment Systems

Tujuan kegiatan ini untuk mengembangkan berbagai practical tool dari pengalaman di berbagai negara. Salahsatu isu menarik dalam UHC adalah dampak berbagai cara membayar providers yang dapat berupa Capitation, DRG, sampai ke Global Budget. Apa dampaknya terhadap pemerataan dan efisiensi?

Untuk memilih berbagai indikator, ada berbagai kriteria yang dapat dipergunakan antara lain: Sensitivity, Temporarily, Sufficienty, Purity, Usability, dan Acceptability. Kegiatan ini masih dalam proses pengembangan. Untuk mengikuti lebih lanjut itu para peminat diharapkan masuk ke Joint Learning Network, pada link berikut

klik disini

 

  Refleksi untuk Indonesia

Berbagai sesi di Simposium mengenai UHC ini menunjukkan bahwa kebijakan Universal Health Coverage merupakan hal yang tidak mudah. Dibutuhkan proses pengembangan / perencanaan yang baik, manajemen yang detil serta monitoring dan evaluasi kebijakan yang tepat. Disamping itu dibutuhkan kepemimpinan yang baik, manajemen, dan governance yang baik. Secara keseluruhan kebijakan UHC perlu dukungan penelitian yang tepat, karena kebijakan UHC rentan untuk menjadi komoditi politik pengambil kebijakan.

Dalam konteks di Indonesia, penelitian-penelitian mengenai UHC perlu ditingkatkan. Penelitian penelitian yang ada sebaiknya diputuskan bersama antara pengambil kebijakan, BPJS, dan para peneliti. Diharapkan para peneliti dapat independen untuk melakukan tugas sebagai peneliti. Independensi ini diharapkan dapat menemukan berbagai faktor dalam Kepemimpinan, Sistem manajemen, dan Governance system BPJS saat ini.

Agar penelitian dan pembahasannya dapat dilakukan secara sistematis, pendekatan pembentukan Masyarakat Praktisi perlu dikembangkan lebih jauh. Dengan dukungan web, maka dinamika diskusi dan pencarian dapat segera dilakukan. Saat ini di berbagai web PKMK telah banyak diselenggarakan berbagai Community of Practice untuk pembelajaran bersama.

Mengapa perlu ada pengembangan ini?

Pengamatan saya menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Semesta melalui JKN dan adanya BPJS ada beberapa keadaan yang perlu diperhatikan:

  • Berdasarkan bukti empirik adanya kekurangan kebijakan dan regulasi, berbagai pihak (pengambil kebijakan, pelaksana, peneliti) masih ada yang menganggap kegiatan UHC ini sederhana, dan mudah. Kenyataan menunjukkan bahwa di dalam 3 tahun pertama kegiatan terlihat banyak masalah yang harus dipikirkan dan perlu dilakukan secara detil.
  • Hubungan antara peneliti dengan pengambil kebijakan (pemerintah) serta pelaksana (BPJS) masih belum baik. Terdapat kesulitan untuk mengakses data yang ada di BPJS. Pernyataan-pernyataan oleh pejabat dan pengelola BPJS serta peneliti banyak yang berbeda pendapat dan perspektif dalam menilai keberhasilan JKN.
  • Indikator-indikator kinerja JKN perlu lebih detil lagi. Diharapkan tidak terbatas pada jumlah cakupan, namun lebih detil lagi termasuk kinerja dalam konteks indikator mutu pelayanan kesehatan dan indikator status kesehatan masyarakat.

Untuk itu diperlukan kerjasama yang erat antara pemerintah, BPJS, dan peneliti untuk masa depan UHC yang lebih baik di Indonesia dengan dukungan semangat pembelajaran yang tinggi.


Reportase Terkait: 

{jcomments on}