Reportase Outlook 2019: Kebijakan Governance Sistem Kesehatan
PKMK – Yogya. Pada 16 Januari 2019, PKMK menyelenggarakan diskusi outlook kedua dengan tema seputar governance system kesehatan. Agenda outlook kedua khusus membahas mengenai Kebijakan Governance dalam Sistem Kesehatan outlook ini dimoderatori oleh Shita Dewi diselenggarakan dalam dua sesi. Sesi pertama disampaikan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, yang menyampaikan isu penting adanya fragmentasi kebijakan kesehatan Indonesia yang terbentuk selama 5 tahun terakhir. Fragmentasi tersebut nyata semenjak berlangsungnya program JKN yang sentralistik mengenyampingkan desentralisasi dalam tata pemerintahan daerah (UU SJSN dengan UU Kesehatan/Sistem Kesehatan Nasional). Laksono memaparkan konsep stewardship dimana BPJS Kesehatan lebih aktif dan meminggirkan dinas kesehatan yang memiliki fungsi regulasi serta pengawasan. Pembahasan ini berada pada tombol Knobb Control Organization atau dalam framework WHO; Leadership/Governance.
Situasi fragmented memerlukan peran stewardship pemerintah dalam strategic purchasing. Untuk membedah konsep stewardship yang tidak ada definisi bakunya, kita dapat menggunakan teori principle agent relationship. Laksono menekankan bahwa stewardship merupakan peran pemerintah di samping peran lainnya yaitu memberikan pendanaan, pelayanan kesehatan dan arah kebijakan. Isu penting yang menarik untuk disoroti adalah penyelenggaraan program JKN yang mempengaruhi kebijakan kesehatan lainnya. Peran stewardship pemerintah dalam JKN adalah perumusan kebijakan kesehatan untuk dapat menetapkan visi dan arah pengembangan kesehatan termasuk regulasi dan penggunaan data untuk memonitor sistem kesehatan.
dr. Asih Eka Putri, MPPM (DJSN) sebagai pembahas pertama sependapat bahwa benar telah terjadi fragmentasi dalam sistem kesehatan dan diperlukan kerja sama pihak eksternal untuk melakukan reformasi sistem kesehatan. Terkait isu JKN yang memiliki urgensi bagi kebijakan kesehatan, Asih menyampaikan bahwa hal ini akibat dari peralihan kewenangan yang belum tuntas dari organ lama ke BPJS Kesehatan dan DJSN. Akibatnya hubungan formal kelembagaan tidak terbentuk sebagaimana yang dicita - citakan. Selain itu, kita menyadari bahwa dalam penyelenggaraan JKN terjadi kekosongan pada level strategic akibatnya ialah penanganan defisit lambat dan keputusan menanggulanginya menjadi tidak jelas. Maka dibutuhkan penyesuaian regulasi untuk menyelaraskan JKN dan sistem kesehatan nasional.
Citra Jaya, S.Si., M.Phil (BPJS Kesehatan) sebagai pembahas kedua menyatakan bahwa pihak BPJS Kesehatan telah menyadari pentingnya memperkuat koordinasi antar lembaga dan merangkul semua stakeholder (pusat - daerah). Terbitnya Perpres No 82 Tahun 2018 juga menjadi dasar hukum yang jelas untuk jalur koordinasi tersebut.
Ringkasan outlok 2019 tentang Hubungan Kemenkes, DJSN, BPJS dan berbagai lembaga pusat, serta Hubungan Pemerintah daerah dan BPJS pasca Perpres 82 Tahun 2018 antara lain:
- Perlu reformasi sistem kesehatan nasional bersama pihak eksternal
- Pada level strategic pada kebijakan kesehatan mendatang perlu dipertimbangkan terkait kekosongannya
- Menelaah pro kontra antara perlu penguatan peran kementerian kesehatan dalam mengelola sistem kesehatan dan BPJS Kesehatan harus diberi kekuasaan lebih banyak agar independen.
- Perlu peran responsif untuk menganalisis apa yang terjadi pada kebijakan governance sistem kesehatan dengan konsep stewardship.
- Kajian mendalam mengenai siapa pelaku pengawasan BPJS Kesehatan yang lebih optimal? DJSN, OJK, BPK, Kemnerian Kesehatan atau Presiden? Bagaimana tindak lanjutnya?
- Mengawal bersama implementasi Perpres No 82 Tahun 2018 akankah efektif dan kuat merubah situasi fragmented yang tengah terjadi.
Sesi kedua disampaikan oleh Dr. dr. Dwi Handono Sulistyo, M.Kes yang memaparkan Sinkronisasi RPJMN dan RPJMD Kesehatan. Dwi menyatakan bahwa permasalahan program pembangunan pusat dan daerah telah berlangsung selama 18 tahun. Terbentuknya UU No 23 Tahun 2014 sedikit membawa keseimbangan rencana pembangunan kesehatan pusat dan daerah. Dimana peran provinsi menjadi kuat dan jelas.
Pungkas Bahjuri Ali, STP, MS, PhD (Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat, BAPPENAS) selaku pembahas sesi kedua turut menyampaikan musrenbang adalah salah satu mekanisme tepat untuk melakukan sinkronisasi RPJMN dengan RPJMD.
Ringkasan outlok 2019 tentang Sinkronisasi RPJMN dan RPJMD Kesehatan:
- Mekanisme perencanaan pembangunan kesehatan dilakukan secara berjenjang diwujudkan dengan link dan penyelarasan yang jelas mulai dari pusat, provinsi hingga kabupaten/kota.
- Prospek penyelarasan RPJMD pembangunan daerah RPJMN memiliki masa depan yang baik karena jelas landasan hukumnya
- Prospek sinkronisasi RPJMD – RPJMN subbidang kesehatan dan gizi masyarakat sangat tergantung dari upaya dan kegigihan Bappenas khususnya Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat.
- Bappenas perlu mengembangkan Tim Pendamping Sinkronisasi khususnya di daerah yang akan pilkada serentak September 2020
Reportase : Tri Aktariyani (PKMK)
Agenda outlook kebijakan kesehatan 2019 lainnya dapat di klik disini
{jcomments on}