Ringkasan dan Kesimpulan Penyampaian Hasil Evaluasi 8 Sasaran Peta Jalan JKN 2014-2018 dengan Pendekatan Realist Evaluation
Kegiatan penyampaian hasil evaluasi 8 sasaran peta jalan JKN dengan pendekatan Realist Evaluation oleh PKMK FK UGM telah berhasil dilaksanakan sebagai bentuk advokasi efektif pada Kamis, 31 Januari 2019. Hasil dialog diringkas sebagai berikut:
Isu 1: Apakah tujuan kebijakan JKN tercapai ? (defisit pendanaan BPJS)
- Adanya defisit BPJS kesehatan menggambarkan adanya ketidakseimbangan cash flow dalam sistem keuangan BPJS kesehatan. Tentu ada pengaruh dari belum sesuainya besaran iuran, besaran tarif, belum optimalnya manajemen/pengelolaan JKN, dan adanya penyalahgunaan pelayanan kesehatan (fraud).
- Dengan adanya defisit BPJS kesehatan, bukan berarti JKN gagal.
- Tujuan utama pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan dan gizi masyarakat, meningkatkan perlindungan finansial dan meningkatkan responsifitas sistem kesehatan. Dalam konteks ini, JKN adalah bagian dari sistem kesehatan, yang tidak saja bertujuan untuk meningkatkan perlindungan finansial dari ancaman kemiskinan, tetapi juga untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
- Dengan adanya JKN, dorongan besar untuk meningkatkan kualitas dan memberikan pelayanan kesehatan yang lebih komprehensif kepada seluruh penduduk juga semakin meningkat.
- Pelaksanaan JKN sekaligus menjadi ruang bagi pemerintah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi anggaran kesehatan serta keleluasan dalam mengalokasikan pembiayaan untuk upaya promosi dan pencegahan, termasuk secondary prevention yang merupakan upaya pencegahan tahap II (kecacatan dan kematian akibat penyakit).
- Perluasan cakupan kepesertaan JKN dari tahun ke tahun telah berdampak pada menurunnya unmet need pelayanan kesehatan, yaitu persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan dan terganggu aktifitas sehari-hari namun tidak berobat jalan, dari 9,9% pada tahun 2006 menjadi 4,3% pada tahun 2016.
- Dari sisi perlindungan finansial, JKN meningkatkan akses bagi seluruh masyarakat tanpa kendala finansial dan mencegah penduduk jatuh “miskin” akibat biaya pengobatan yang mahal. Program ini juga menjamin akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, dengan subsidi premi asuransi ditanggung oleh pemerintah.
- Pada intinya, program ini memberikan banyak perubahan terhadap sistem kesehatan di Indonesia melalui peningkatan perlindungan finansial, pemerataan akses pelayanan kesehatan, dan peningkatan status kesehatan masyarakat.
Isu 2: Mengapa hasil antar provinsi berbeda? (usulan adanya dinding pemisah (firewalls) yang ketat antara PBI dengan PPU dan PBPU)
- Hal ini benar terjadi karena desain kelembagaan yang tidak sempurna, sehingga hubungan kelembagaan tidak didefinisikan dengan baik. Hal yang krusial adalah monev BPJS kesehatan, tidak jelas siapa leading K/L yang melakukan monev dan memberikan solusi yang dibutuhkan untuk memperbaiki kondisi implementasi JKN. Hubungan antara BPJS kesehatan dengan sistem kesehatan daerah dan hubungan antara BPJS, DJSN, Kemkeu, Kemkes, Bappenas, KemkoPMK juga masih perlu disempurnakan. Perlu dengan jelas didefinisikan K/L apa berperan apa, sehingga jelas pembagian peran antar K/L.
- Usulan untuk membuat dinding pemisah (firewalls) yang ketat antara PBI dengan PPU dan PBPU perlu dipertimbagkan lebih lanjut. Hal ini dikarenakan masalahnya bukan pada pemisahan antara PBI dan PBPU tetapi pada supply side kesehatan yang belum merata.
- Supply side fasilitas kesehatan adalah sisi lain dari JKN yang sering terlupakan. Supaya JKN berjalan dengan baik, maka fasilitas kesehatan harus di jamin ketersediaannya secara merata termasuk di DTPK.
- Untuk pemerataan ini merupakan tugas pemerintah sebagai provider (RS dan puskesmas milik pemerintah) dan pemerintah sebagai regulator dalam penyusunan aturan dan pengaturan keuangan (APBN) harus menyediakan pelayanan kesehatan secara merata. Peningkatan dan pemerataan fasilitas kesehatan telah ditingkatkan cukup signifikan melalui DAK kesehatan dengan perbaikan mekanisme pengusulan DAK melalui proposal based dan terdapat skema khusus DAK penugasan dan DAK afirmasi untuk menjamin tersedianya fasilitas kesehatan di DTPK dan sarpras yang mendukung pencapaian prioritas nasional.
- Pemanfaatan sistem informasi berbasis digital yang diterapkan dalam pelayanan kesehatan (pemantauan stock obat, sarpras, nakes) di era JKN perlu diperluas untuk mempermudah perbaikan pada sisi perencanaan dan implementasi.
- Jika kebijakan firewalls akan diterapkan, maka beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian sebagai berikut: 1) pemanfaatan dana jika claim ratio PBI lebih rendah dari alokasi dana yang disediakan (penggunaan dana misal untuk pengiriman tenaga kesegatan ke DTPK perlu dipikirkan kembali karena dilapangan yang terjadi justru rendahnya minat nakes untuk ditempatkan di DTPK walau insentif yang disediakan cukup besar), 2) proyeksi dampak equity dan equality akses terhadap pelayanan kesehatan berkualitas terutama bagi PBPU yang banyak menderita penyakit yang sifatnya katastropik.
Kunci utama keberhasilan terletak dari tindak lanjut yang akan dilaksanakan di masa mendatang dengan agenda terdekat adalah rangkaian advokasi di bulan Februari. Agenda advokasi yang akan dilakukan di bulan Februari-Maret 2019 antara lain: 1) Pembuatan dan penerbitan analisis kebijakan dan policy brief kepada key stakeholders, salah satunya adalah Bappenas, menggunakan dasar temuan hasil awal evaluasi; 2) Diskusi lanjutan dengan Bappenas terkait perbaikan kebijakan implementasi JKN dengan landasan hasil temuan evaluasi; 3) Kesepakatan untuk evaluasi menyeluruh implementasi JKN di DKI Jakarta bersama dengan komitmen dari Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta; 4) Keberlanjutan evaluasi dengan realist evaluation di 3 provinsi (DKI, Kalimantan Timur, dan Papua) dan provinsi lainnya di Indonesia bersama mitra daerah, salah satunya melalui JKKI; 5) Presentasi via teleconference (webinar) per provinsi oleh 7 mitra provinsi di mana kegiatan evaluasi telah dilakukan yang akan dilakukan di setiap minggunya di bulan Februari.
Secara keseluruhan, kegiatan penyampaian hasil awal evaluasi 8 sasaran peta jalan JKN 2014-2018 dengan pendekatan realist evaluation mendapatkan sambutan positif dari key stakeholders yang mengikuti agenda kegiatan baik yang hadir di lokasi acara maupun melalui teleconference. Kegiatan realist evaluation ini tidak berhenti di sini, namun justru baru dimulai sebagai bentuk advokasi dari daerah dengan hasil realist evaluation sebagai evidence based di berbagai provinsi dan daerah. PKMK mengajak berbagai unsur (pemerintah daerah, oraganisasi masyarakat, akademisi dll) di daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk bergabung bersama dalam setiap tim daerah untuk bekerja sama melakukan evaluasi implementasi JKN dengan pendekatan realist.
{jcomments on}