Dalam Rangka Annual Scientific Meeting 2013
Fakultas Kedokteran UGM
Komisariat Kagama FK UGM
Kelompok Kerja Leadership dan Kebijakan SDM Kesehatan
bekerjasama dengan
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM
menyelenggarakan Semiloka mengenai :
Kebijakan Retensi Bagi Dokter dan Dokter Spesialis
Agar Kerasan di Daerah Sulit
dan
Kemungkinan Membentuk Asosiasi Dokter di Daerah Sulit
Ruang Senat FK UGM, Yogyakarta,
Rabu dan Kamis, 6 dan 7 Maret 2013
PENGANTAR
Dalam era BPJS, kebijakan untuk menjamin akses terhadap pelayanan kesehatan di daerah terpencil merupakan satu keharusan. Tanpa ada akses, pencapaian Unversa Coveraga hanya berlaku di atas kertas.
Masalah Sumber Daya Manusia kesehatan merupakan factor penghambat besar dalam mengembangkan akses di daerah sulit. Masalah utama yang dihadapi saat ini adalah ketersediaan dokter dan dokter spesialis di daerah terpencil, perbatasan, kepulauan, dan daerah kurang diminati. Penyebaran dokter dan dokter spesialis tidak merata, karena sebagian besar bekerja di daerah dengan penduduk yang padat, terutama di Pulau Jawa.
Minat dokter dan dokter spesialis untuk bekerja di daerah terpencil sangat kurang. Jikapun dokter atau dokter spesialis berkenan untuk bekerja di daerah remote tersebut, maka jangka waktu kerjanya pun sangat singkat. Tingkat retensi dokter dan dokter spesialis bekerja di daerah terpencil sangat rendah.
WHO tahun 2010 telah menganjurkan berbagai model pendistribusian tenaga kesehatan ke daerah rural agar dapat diterapkan untuk mengatasi masalah distribusi tenaga kesehatan. Anjuran tersebut dikembangkan berdasarkan berbagai masukan dan evidence yang di dapatkan dari berbagai negara yang mengalami maldistribusi tenaga kesehatan. Berbagai model tersebut diantaranya: memilih mahasiswa/pelajar yang siap ditempatkan di daerah rural, mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan daerah rural, membangun program magang di daerah rural, sampai dengan pengiriman tenaga berbasis tim ke daerah rural.
Apakah anjuran tersebut dapat diterapkan di Indonesia? Pada dasarnya Indonesia telah memiliki berbagai model distribusi tenaga kesehatan. Model tersebut sejatinya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga di daerah rural. Namun demikian, implementasi dari model tersebut mengalami kendala di lapangan oleh karena adanya beberapa hambatan. Hambatan tersebut berupa tidak harmonisnya kebijakan dan regulasi yang berlaku di lapangan. Hambatan berikutnya adalah adanya standar yang tinggi, yang diterapkan oleh Asosiasi Profesi, untuk pendidikan bagi kelompok profesional tertentu. Kemudian terdapat pula hambatan non teknis, seperti misalnya: mangkirnya tenaga kesehatan, tidak kembalinya tenaga kesehatan ke daerah rural, lambatnya insentif oleh karena sistem komunikasi yang terbatas, dan kurang menariknya kompensasi immaterial bagi tenaga kesehatan di daerah rural.
Faktanya, sampai hari ini tenaga kesehatan di Indonesia masih menumpuk di daerah urban. Mengapa hal ini dapat terjadi? Salah satu sebabnya adalah karena kebijakan distribusi tenaga kesehatan di Indonesia masih menggunakan pendekatan satu kebijakan untuk semua area. Padahal, pada kenyataannya, situasi di daerah DTPK, DBK, dan DKDm sangat berbeda dengan darah lainnya. Daerah DTPK, DBK, dan DKDm memerlukan dukungan kebijakan yang khusus, agar semua regulasi, standar operasional, sampai dengan penilaian kinerja dapat secara spesifik bernuansa daerah DTPK, DBK, dan DKDm. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa rule of the game untuk daerah DTPK, DBK, dan DKDm seharusnya tidak sama dengan daerah yang normal.
Kebijakan untuk pengembangan akses dapat dilakukan melalui pendekatan kebijakan pendidikan kedokteran dan kebijakan di pelayanan. Kedua kebijakan tersebut seharusnya bersifat sinergis. Tujuan kebijakan di atas diharapkan dapat meningkatkan retensi dan rasa krasan/betah/nyaman tenaga dokter di daerah sulit.
Salah satu program inovasi yang dilakukan adalah penerimaan mahasiwa kedokteran Nias pada tahun 2008, serta program Sister Hospital NTT yangh dimulai pada tahun 2010. Kedua program tersebut berusaha untuk menerapkan kebijakan afirmatif dalam penerimaan mahasiswa kedokteran dan spesialis. Pada tahun 2013, kedua program tersebut akan dibahas untuk dipelajari kemungkinan pengembangannya.
Salah satu hal penting dalam kebijakan retensi dokter spesialis adalah perlu dipertimbangkan untuk membentuk asosiasi dokter di daerah sulit. Di Australia, sudah lama ada perhimpunan dokter yang bekerja di daerah sulit. Asosiasi ini mengelola mekanisme kontinyuitas pelayanan, training yang spesifik untuk daerah sulit, sampai dengan mempersiapkan dukungan untuk anggota keluarga. Keberadaan asosiasi ini sangat membantu pemerintah untuk menjaga ketersediaan pelayanan di daerah sulit.
TUJUAN KEGIATAN
- Membahas masalah Akses pelayanan BPJS dengan situasi penyebaran SDM yang tidak merata dan kebijakan retensi dokter dan dokter spesialis
- Membahas pengalaman strategi dalam pendidikan dan penempatan tenaga dokter di daerah remote dengan kasus NTT dan Sister Hospital.
- Membahas kemungkinan terbentuknya "perkumpulan dokter di daerah sulit" untuk mendukung upaya penyebaran dan peningkatan retensi dokter serta dokter spesialis
JADWAL KEGIATAN
Petunjuk menyaksikan video dengan slide materi :
- Silahkan download slide materi terlebih dahulu yang ada di kolom narasumber
- Buka materi presentasi pada saat melihat rekaman video
Rabu, 6 Maret 2013 |
||
Waktu |
Kegiatan |
Narasumber |
08.00 – 08.30 |
Pendaftaran |
Panitia |
08.30 – 08.45 |
Pembukaan
Pengantar |
Prof. Dr. dr. Teguh Aryandono, Sp.B(K)Onk |
08.45 – 10.00 |
Sesi I : Pengalaman Kebijakan Retensi Dokter di Berbagai Negara : Mitor dan Bukti dalam Upaya Peningkatan Penyebaran Serta Retensi di Daerah Sulit Pembahasan : Kebijakan Retensi saat ini di Indonesia Moderator: dr. Dwi Handono, M.Kes |
Pembicara : dr. Andreasta Meliala, M.Kes MAS dari FK UGM
Pembahas : |
10.00 – 10.15 |
Coffee Break |
|
10.15 – 11.45 |
Sesi II : Pengalaman di Indonesia : Pengalaman menjadi dokter di daerah terpencil Hasil penelitian mengenai profil tenaga dokter yang bekerja di daerah terpencil Moderator : dr. Dwi Handono, M.Kes |
Pembicara : dr. Siwi Murniati(Dinas Kesehatan Kabupaten Jayawijaya)
dr. Nicholas Edwin Handoyo, M.Med.Ed (FK Universitas Nusa Cendana, Kupang) Pembahas : Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc. Ph.D Pengalaman FK UGM dalam memberikan afirmatif untuk lulusan SMA di daerah sulit – Pengalaman dengan kebijakan afirmatif untuk Nias |
11.45 – 12.45 |
Lunch Break |
|
12.45 – 13.30 |
Sesi III: Pengalaman untuk mendukung dokter dan dokter spesialis agar kerasan dalam pelayanan : 3a1. Pengembangan sistem pendukung manajemen dan pengembangan SDM dengan teknologi VSAT 3a2. Dukungan pengembangan ilmu : Visi pengembangan ilmu melalui jarak jauh - Program Pengembangan Ilmu FK UGM Moderator : dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS |
Pembicara : dr. Josef Rinta, M.Kes Kepala Dinas Propinsi Papua
Pembahas : Ka. Pusdiklat Aparatur Kemenkes RI, Ketua IDI dan Ketua IDAI mengenai Dukungan CME (Continuing Medical Education) dan Pelatihan Jarak Jauh untuk mendukung dokter dan dokter spesialis di daerah terpencil |
13.30 – 14.45 |
3b. Dukungan untuk dokter di daerah sulit untuk peningkatan mutu pelayanan melalui eHealth, teleconference dan tele medicine (Pengalaman di Swedia)
Moderator : dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS |
Pembicara :
Asa Holmner Rocklov dari Umea University (Swedia)
Pembahas : Sekjen PAPDI |
14.45 – 15.00 |
Coffee Break |
|
15.00 – 16.30 |
3c. Dukungan pemerintah Daerah : Insentif financial dan non financial
Moderator : dr. Dwi Handono, M.Kes |
Pembicara: dr Stefanus - Kepala Dinas Kesehatan Propinsi NTT
Kepala Dinas kesehatan Kalimantan Timur Pembahas : Ketua IDI |
Kamis, 7 Maret 2013 |
||
08.30 – 09.00 |
Review Hari I |
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., Ph.D Dr. Andreasta Meliata, Dipl.PH, MAS |
09.00 – 10.30 |
Kebutuhan Dokter di Daerah Sulit dan Pembentukan Perkumpulan Dokter di Daerah Sulit Apa saja kebutuhan untuk dokter umum yang bertugas di daerah sulit ? Apa saja kebutuhan untuk dokter spesialis yang bertugas di daerah sulit ? Berapa pendapatan dokter di daerah sulit, Apakah lebih sedikit atau lebih banyak di banding di daerah yang maju ? Moderator : dr. Dwi Handono, M.Kes |
Pembicara : dr. Feirlita Kuswandi dari Eka Hospital Jakarta
|
10.30 – 10.45 |
Coffee Break |
|
10.45 – 12.00 |
Role and function of the Rural Doctors Association of Australia Moderator : dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS |
Teleconference dengan Jenny Johnson, CEO Rural Doctors Association of Australia |
12.00 – 13.00 |
Lunch Break |
|
13.00 – 14.00 |
Diskusi kelompok:
|
Fasilitator Diskusi : Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., Ph.D Dr. Andreasta Meliata, Dipl.PH, MAS |
14.00 – 15.00 |
Diskusi Pleno |
|
15.00 – 15.30 |
Penutupan dan Review hari kedua
|
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., Ph.D
Prof. Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D – Wakil Dekan FK UGM Bidang Penelitian, Pengabdian Masyarakat dan Kerjasama |
Peserta yang diharapkan hadir :
• Pimpinan Kementerian Kesehatan
• Pimpnan Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten daerah sulit
• Dokter dan dokter spesialis di daerah sulit
• Residen dari daerah sulit
• Mahasiswa kedokteran
• Pimpinan fakultas kedokteran
• Konsultan system kesehatan
PENDAFTARAN
Diharapkan peserta dapat mendaftarkan secara kelompok. Biaya pendaftaran adalah:
1 orang Rp 250.000,-
2 orang Rp 400.000,-
3 orang Rp 500.000,-
4 orang Rp 600.000,-
Fasilitas : Konsumsi selama meeting dan sertifikat ber-SKP IDI
INFO dan PENDAFTARAN :
Hendriana Anggi
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Gedung IKM (sayap utara) Lt. 2
Fakultas Kedokteran UGM
Jl. Farmako Sekip Utara Yogyakarta 55281
Telp : 0274 - 549425
HP : 081227938882
Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.