Belum Ratifikasi FCTC, Menkes Malu di Konferensi OKI
Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi, mengaku sangat malu di Konferensi Tingkat Menteri Kesehatan Organisasi Kerja Sama Islam atau Organization Islamic Cooperation (OIC), lantaran Indonesia satu-satunya negara yang belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Masalah dampak rokok terhadap kesehatan menjadi salah satu poin utama yang dibicarakan dalam konferensi ke-4 OKI.
Dari sekitar 57 negara anggota OKI dari kawasan Asia, Arab, dan Afrika, hanya Indonesia dan Somalia yang belum meratifikasi FCTC. Namun Somalia tidak hadir dalam pertemuan OKI kali ini.
"Somalia belum ratifikasi karena tidak ada pemerintahannya, sedangkan Indonesia saya tidak tahu. Jadi, saya tidak menanggapi apa pun soal masalah rokok, tapi saya malu sekali," kata Nafsiah seusai membuka konferensi tersebut, di Jakarta, Selasa (22/10).
Penyakit tidak menular akibat dipicu konsumsi rokok, seperi kanker, stroke, dan serangan jantung, juga menjadi pembahasan sekitar 37 negara anggota OKI yang hadir. Sebab, sejumlah negara anggota OKI, termasuk Indonesia kini menghadapi masalah kesehatan ganda, yaitu penyakit menular yang belum tertangani ditambah penyakit tidak menular dengan kasusnya terus meningkat.
"Di semua negara masalahnya sama, yaitu karena adanya perubahan gaya hidup, perubahan gizi, dan lingkungan seperti polusi baik udara, darat, maupun air yang banyak menyebabkan kanker, kerusakan janin, dan penyakit tidak menular lainnya," kata menkes.
Rokok menyebabkan penyakit-penyakit berbiaya mahal dan membebani penderitanya secara ekonomi atau dalam istilah WHO, burden of diseases. Di antara penyakit-penyakit dalam kategori ini, penyakit karena rokok menjadi penyumbang terbesar, termasuk di Indonesia.
Secara terpisah, Tulus Abadi dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan, tidak hanya di antara negara anggota OKI, di dunia internasional pun Indonesia sudah malu. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, sangat memalukan karena Indonesia adalah konsumen rokok terbesar ketiga di dunia, setelah Tiongkok dan India. Di antara negara OKI, hanya Indonesia yang memiliki perokok aktif terbanyak, yakni sekitar 72 juta orang.
Juga memalukan karena Indonesia telah melanggar kesepakatan OKI untuk meratifikasi FCTC pada konferensi beberapa tahun lalu di Kuala Lumpur, Malaysia. Padahal Menteri Kesehatan Siti Fadillah kala itu ikut menandatangani kesepakatan tersebut. Sedangkan semua negara OKI, kecuali Somalia, sudah mengharamkan rokok, dan mengimplementasikannya dengan meratifikasi instrumen internasional itu.
"Sebagai negara OKI dengan penduduk muslim terbanyak Indonesia tidak konsisten, dan melanggar asas kepatuhan di OKI," kata Tulus kepada Beritasatu.com, di Jakarta, Rabu (23/10).
Oleh karena itu, YLKI mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendukung komitmen Nafsiah Mboi untuk mempercepat ratifikasi FCTC. Jika regulasi yang ditetapkan sejak tahun 2003 itu tidak diratifikasi, Indonesia selalu menjadi pasar potensial rokok.
Target MDGs
Nafsiah Mboi menambahkan, untuk pertama kalinya dalam konferensi kali ini, negara OKI sepakat untuk membuat program kerja dan implementasi jangka panjang yakni 2014-2022. Program kerja ini, antara lain untuk mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals (MDGs) 2015 dan program pasca-MDGs.
Sebab, kata menkes, ada sekitar 14 negara anggota OKI belum mencapai target MDGs terkait masalah kesehatan, termasuk Indonesia yang masih tertinggal dalam hal menekan angka kematian ibu, angka kematian bayi, dan kasus HIV/AIDS. Namun, menkes tidak secara detail menyebutkan negara mana saja yang belum berhasil.
Terkait HIV/AIDS, kata menkes, anggota OKI pun tidak menyangka kasusnya masih tinggi di negara-negara Muslim, termasuk Malaysia. Pasalnya, penyakit ini erat kaitannya dengan perilaku seks berisiko, dan di negara yang berpenduduk Muslim terbanyak masalah ini mestinya tidak perlu dikhawatirkan.
Menurut menkes, negara yang belum mencapai MDGs dikarenakan banyak faktor, di antaranya berpenduduk banyak dan terlambat melaksanakan MDGs. Sedangkan yang sudah berhasil mencapai MDGs terkait kesehatan, kata menkes, justru negara kecil yang berpenduduk sedikit namun kaya, seperti Brunei Darussalam dan Kazakhstan.
Adapun konferensi yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali ini membahas masalah prioritas kesehatan masyarakat Muslim dan meninjau berbagai aspek status kesehatan di negara-negara anggota OKI, termasuk perkembangan dan situasi, kekhawatiran, kebutuhan serta prioritas dalam bidang kesehatan. Di antaranya rencana persiapan pandemi gizi dan kerjasama konkrit negara OKI di bidang kesehatan. Juga membahas mengenai penyakit dan masalah kesehatan yang masih dihadapi negara OKI seperti penyakit TB, malaria, polio, kemandirian farmasi termasuk vaksin, gizi dan stunting (pendek), gaya hidup sehat dan penyakit tidak menular serta kontibusi negara OKI dalam dokumen MDGs tahun 2015.
sumber: www.beritasatu.com