Industri Rokok Sponsori RUU Pertembakauan
USIANYA memang tak muda lagi, namun semangatnya masih terlihat kuat. Dokter kelahiran Batang, Jawa Tengah, 13 Juli 1939 itu, bernama Kartono Mohamad, cukup dikenal di kalangan dunia aktivis.
Setelah tak lagi menjadi Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), bukan berarti Kartono pensiun. Justru kegiatannya semakin padat. Kini, Kartono yang dikenal hobi menulis ini, sibuk dengan dunia lamanya, yakni aktivis.
Satu lagi yang tak berubah dari Kartono adalah kepeduliannya dalam bidang kesehatan. Terutama perang terhadap industri rokok yang dinilai mengancam masa depan generasi muda.
Saat ditemui Iwan Purwantono dari InilahREVIEW di kantor Indonesia Tobacco Control Network di Jalan Benda, Jakarta Selatan, Rabu pekan lalu, dia menjelaskan banyak hal soal industri rokok.
Kini, Kartono menjabat Dewan Penasehat Komnas Pengendalian Tembakau. Dia juga tercatat sebagai Ketua Indonesia Tobacco Control Network. Berikut petikan wawancara dengan Kartono:
Tentang pembahasan RUU Pertembakauan yang saat ini sedang dibahas di DPR, bagaimana Anda melihatnya? Kabarnya ada dugaan kongkalikong. Menurut Anda seperti apa?
Kami pernah melaporkan ke BK (Badan Kehormatan) DPR tentang RUU Pertembakauan. Kami punya keyakinan, RUU tersebut disponsori industri rokok. Agar bisa tembus ke DPR, mereka (industri rokok) menggunakan jasa front liner---istilah untuk broker alias calo.
Di mana letak keanehannya?
Menurut prosedur, masuknya RUU Pertembakauan, sangat tak lazim. Berdasarkan undang-undang yang berlaku di parlemen, tiap usulan RUU yang akan dibahas, harus dilengkapi dengan naskah akademik. Setelah ada naskah akademik, barulah disusun RUU untuk dibahas di DPR.
Apakah Anda punya bukti tentang adanya sponsor dalam proses pengajuan RUU Pertembakauan?
Tentu saja. Kami berani mempertanggungjawabkan. Kami punya bukti-bukti. Setidaknya indikasinya cukup kuat. Kalau tidak ada, kami tidak akan menduga-duga dong. Usulan RUU Pertembakauan masuk pada Desember 2012. Tanpa ada naskah akademik, kok Baleg (Badan Legislatif) DPR meloloskan begitu saja. Bahkan dimasukkan dalam Prolegnas (program legislasi nasional). Prosesnya begitu cepat dan kilat sekali.
Sebelumnya, Dr Hakim dari Komnas Pengendalian Tembakau mengusulkan RUU Pengendalian Tembakau. Namun dimatikan. Muncullah RUU Pertembakauan. Artinya apa, masuknya RUU Pertembakauan itu illegal.
Siapa yang Anda gugat dalam hal ini?
Pimpinan Baleg DPR-lah. Dalam kasus ini, Baleg DPR telah menyalahi aturan yang dibuat oleh parlemen. Dalam sidang paripurna, RUU Pertembakauan juga diputus untuk ditunda. Namun Baleg justru melanjutkan pembahasan. Makanya kami mengadukan pimpinan Baleg ke Badan Kehormatan DPR.
Dari ketidakwajaran itu, saya menilai ada upaya memperkuat posisi industri rokok. Substansi RUU Pertembakauan justru memberikan kekuasaan besar kepada industri rokok. Sehingga bisa menguasai jalur perdagangan tembakau dan sebagainya. RUU Pertembakuan kalau disahkan menjadi undang-undang akan membatalkan UU Kesehatan serta PP No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.
Sepertinya Anda tidak sepakat dengan pertumbuhan industri rokok nasional yang begitu cepat?
Industri rokok di Indonesia membunuh rakyat. Kenapa saya katakan begitu? Pemilik industri rokok di tanah air adalah orang terkaya di dunia. Sementara yang menikmati rokok kebanyakan orang miskin. Dan, kalau terkena dampak rokok, orang miskin itu semakin miskin.
Bukankah penikmat rokok kebanyakan kelas menengah ke atas?
Siapa bilang? Prevalensi perokok terus meningkat dari 27% (1995) menjadi 31,5% (2001), 34,4% (2004) dan 34,7% (2010). Ironisnya, perokok dari kelompok miskin, kenaikannya sangat signifikan. Yakni, tiga dari empat keluarga di Indonesia mengalami peningkatan pengeluaran untuk membeli rokok. Untuk keluarga miskin 12%, sedangkan keluarga kaya 7%.
Apa artinya itu?
Itu berarti orang miskin lebih memilih makan seadanya daripada tidak merokok. Beli beras atau lauk pauk bisa ditunda, tapi kalau untuk beli rokok, harus tersedia. Ini kan menyesatkan. Data tadi itu hasil riset dari Kemenkes dengan Global Youth Tobacco Survey (GYTS) dan Global Adult Tobacco Survey (GATS).
Survei nasional sosial ekonomi pada 2006 menyebut bahwa proporsi belanja rokok keluarga miskin menempati urutan kedua setelah beras. Yakni sebesar 12%, sedangkan beras 22%. Artinya apa, penghasilan orang miskin memang banyak tersita untuk belanja rokok.
Sementara, pemilik pabrik rokok menjadi kaya raya dari keringat orang miskin. Ketika industri rokok nasional sudah banyak dikuasai asing, semakin celaka saja. Uangnya rakyat Indonesia dibawa ke luar negeri.
Selama ini, pendapatan dari cukai rokok membantu mengisi kas negara. Dari sini juga dialokasikan untuk pembangunan. Komentar Anda?
Misalnya saja, tahun ini pemerintah menargetkan pemasukan sebesar Rp 90 triliun dari cukai rokok. Sangat kecil dibandingkan kerugian yang harus ditanggung rakyat. Biaya rumah sakit atau pengobatan karena rokok. Hitung-hitungan Kemenkes biayanya mencapai Rp 250 triliun.
Bukankah pendapatan cukai rokok bergantung pertumbuhan industri rokok. Ketika industrinya tidak maju, pendapatan negara berkurang?
Harus dipahami bahwa cukai rokok itu, uangnya bukan berasal dari industri rokok. Tetapi dibayar oleh pembeli rokok. Artinya, yang menyumbang cukai rokok itu, bukan industri rokok. Pemahaman ini yang mesti diluruskan.
Faktor yang tak kalah pentingnya, industri rokok saat ini, mulai menyasar remaja dan anak di bawah umur. Ini membahayakan karena bisa merusak generasi muda kita. Sayangnya, pemerintah seakan tidak sadar akan hal ini.
Analoginya sederhana saja. Penjual bakso atau makanan mengandung borax saja, bisa masuk penjara. Industri rokok yang jelas-jelas berisi racun, dibiarkan bebas. Harusnya dibatasi atau dikendalikan.
Kalau ditimbang banyak mudaratnya, industri rokok sebaiknya ditutup saja?
Untuk saat ini, tidak bisa begitu. Karena mereka sudah terlanjur besar. Akan menjadi masalah besar kalau ditutup. Saya tidak bicara soal menutup. Kalau mereka mau mati sendiri, silakan. Saya harap pemerintah sadar akan ancaman industri rokok yang bisa meracuni rakyat.
Kalau tidak ditutup, pengaturannya harus seperti apa?
Tidak boleh beriklan, penjualannya dibatasi secara ketat. Tidak boleh memasarkan kepada anak-anak, remaja dan perempuan. Susu formula saja dibatasi agar tidak mengganggu program ASI (Air Susu Ibu), kenapa rokok dibiarkan bebas?
Bagaimana dengan nasib petani tembakau apabila pembatasan terhadap industri rokok diberlakukan?
Perkembangan terakhir, industri rokok mulai mengandalkan tembakau impor asal China dan India. Jumlah impornya sampai di atas 50% dari kebutuhan bahan baku. Kalau industri rokok dibatasi, yang merugi adalah importir, bukan petani. Justru untuk mendukung majunya petani tembakau, pemerintah harus menutup izin impor tembakau. Jadi, gerakan antirokok tidak sedikitpun berniat untuk menghancurkan petani tembakau.
Selanjutnya, pemerintah mendorong adanya diversifikasi untuk tembakau. Saat ini, tembakau bukan hanya menjadi bahan utama rokok. Namun bisa pula menjadi bahan pestisida atau parfum. Perkembangan terbaru, protein yang terkandung dalam tembakau dijadikan bahan dalam rekayasa genetik obat. Saat ini tengah dikembangkan oleh para ahli di Jerman dan Jepang.
sumber: www.indonesiatobacco.com