Kemenkes Dinilai Rugikan Petani Tembakau
APTI menilai sikap Kementerian Kesehatan, yang memasukan draft akademik secara diam-diam ke DPR untuk ratifikasi FTCC, merupakan langkah yang tergesa-gesa.
Kementerian Kesehatan bersikukuh akan meratifikasi kerangka kerja pengendalian tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan memberlakukannya pada 2014. Namun, upaya itu mendapatkan penolakan keras dari kalangan petani dan pekerja di industri tembakau.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau (APTI) Nurtantio Wisnu Brata mengatakan, petani tembakau akan dirugikan dengan rencana dalam FTCC untuk mendiversifikasi atau pengalihan tanaman tersebut.
Pasalnya, lahan khusus tembakau tidak bisa ditanami tanaman lain. "Tanah yang sekarang di sentra-sentra tembakau itu karunia Tuhan, diberi keunggulan untuk tanaman tembakau. Jika diganti dengan tanaman lain, kualitasnya tidak akan sama bagusnya dengan tembakau," ujar Nurtantio di Jakarta sebagaimana rilis yang diterima INILAH.COM, Minggu (28/7/2013).
Dalam FCTC tersebut akan diciptakan suatu standarisasi produk tembakau dengan yang ada di luar negeri. Padahal, produk tembakau di Indonesia memiliki ciri khas sendiri yang tidak bisa disamakan. Jika ada standarisasi, kata dia, sementara perlindungan pemerintah tak ada, maka produk tembakau lokal makin tersisih.
"Jika produk yang dihasilkan harus sama dengan di luar negeri, berarti tembakau-tembakau lokal tidak bisa jadi bahan baku rokok dan produk turunan lain. Itu kita belum bicara pengaturan iklan, promosi, CSR dan lain-lain," jelasnya.
Nurtianto menambahkan seharusnya pemerintah membuat aturan rokok yang benar-benar disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat di Indonesia. "FCTC bisa saja sesuai dengan kondisi di luar negeri belum tentu akan cocok di Indonesia," ucap Nurtianto.
Sebelumnya, petani tembakau Indonesia diestimasi akan menderita kerugian hingga mencapai Rp10 triliun. Itu akan jadi kenyataan jika pemerintah meratifikasi kerangka kerja pengendalian tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Jika memang peraturan ini benar-benar diresmikan pemerintah, akan ada 100.000 ton cengkeh atau tembakau yang bakal terlantar atau senilai hampir Rp10 triliun yang akan terbuang," kata Bendahara Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) I Ketut Budiman. [jin]
sumber: ekonomi.inilah.com