Mencari Kesembuhan sampai ke Negeri China
Bagdja Widjaja (70) menjalani perawatan akibat tumor tonsil kanan yang telah menyebar ke organ hati. Ia tak merasakan sakit meski oleh sejumlah rumah sakit di dalam dan luar negeri dirinya dinyatakan menderita kanker stadium lanjut. Bahkan, dia masih bisa mengendarai truk ekspedisi yang menjadi usahanya di Cirebon, Jawa Barat.
Hingga beberapa waktu lalu, dia merasakan keanehan. Dahaknya disertai bercak merah atau coklat darah. Bagdja diyakinkan koleganya bahwa hal itu merupakan gejala kanker.
"Awalnya saya sangsi karena tidak ada rasa sakit. Sejak usia 10 tahun, saya rajin bangun tidur langsung minum air putih 1 liter. Berenang 15 putaran saja kuat. Narik truk juga kuat. Kok dibilang kanker," kata Bagdja yang ditemani istrinya, Susinawati (66), di Rumah Sakit Tumor Nanyang, Guangzhou, China, pertengahan Mei 2013.
Pola hidup sehat lain, Susinawati menuturkan, Bagdja tidak merokok atau minum minuman keras. Hanya saja, pengusaha ekspedisi ini tidak menyukai sayur. "Ada sayur sedikit saja di piringnya, ia marah," kata Susinawati.
Penasaran, Bagdja memeriksakan diri. Rumah sakit di Semarang, Jakarta, hingga Singapura telah disambangi. Semuanya mendiagnosis Bagdja kena kanker tonsil kanan (right tonsil carcinoma) stadium lanjut.
Bahkan, di Semarang, dia sempat membuat janji dengan tim medis untuk menjalani kemoterapi. "Pagi, saat mau berangkat ke Semarang untuk menjalani kemoterapi, saya putuskan tidak berangkat. Saya memikirkan, kalau tubuh dikemoterapi, lalu sel-sel yang sehat bagaimana nasibnya," katanya.
Kemudian, Bagdja memutuskan berobat ke China atas rekomendasi anaknya. Hasil pemeriksaan dokter China sama, kanker tonsil bagian kanan stadium lanjut.
Rekomendasi tim dokter, dia disarankan menjalani dua fase pengobatan. Pertama, pengangkatan tumor yang berdiameter 6-8 sentimeter. Kedua, biotargeting dengan radiasi mikro. Setelah tumor diangkat, pengobatan dilanjutkan dengan radiasi sebanyak 32 kali.
Buah dan sayur
Selama menjalani pengobatan, Bagdja menjadi suka sayur dan buah. "Saya ingat pesan dokter, jangan makan yang disukai kanker, yaitu daging, terutama daging merah. Perbanyak buah dan sayur," ujarnya.
Dokter pendampingnya di Nanyang, Zhang Xiao Ming, kagum dengan kondisi Bagdja. Dengan usia lanjut, Bagdja mampu menjalani rangkaian pengobatan yang panjang. "Bagdja sangat kuat, tidak ada rasa mual. Setelah fokus pada tonsil, nanti kami turun ke bagian hati untuk dituntaskan," ujar Zhang.
Karena Bagdja tak mengalami keluhan berarti, Zhang hanya memberikan obat-obatan tradisional China untuk memperkuat stamina. Ia juga diberi kapsul obat China untuk menekan pertumbuhan tumor.
Rumah sakit yang terletak di Distrik Baiyun itu terkenal dengan penerapan terpadu pengobatan tradisional China dan pengobatan modern Barat. Pengobatan seperti ini sedikit banyak menarik minat pasien dari luar negeri datang ke Guangzhou.
Bagdja merupakan satu dari total 36.384 pasien Indonesia yang berobat ke China. Jumlah ini hanya sedikit di bawah total pasien dari China atau lokal, yakni 51.252 pasien, dan lebih banyak dibandingkan dengan gabungan pasien dari beberapa negara (Hongkong, Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam, Thailand, Kamboja, Australia, Selandia Baru, dan negara lain) yang berjumlah 35.252 pasien.
"Selain perpaduan pengobatan Timur dan Barat, daya tarik rumah sakit ini adalah penanganan yang melibatkan tim pakar," kata Prof Yu Zhen Yang, Wakil Direktur Operasi Rumah Sakit Tumor Nanyang, yang juga pakar teknologi sel punca.
Untuk satu pasien, penanganan diputuskan bersama oleh tim yang terdiri dari pakar radiologi, ahli bedah mikroinvasif, ahli sel punca, dan lainnya. Ini dilakukan untuk meminimalkan kesalahan diagnosis dan prosedur pengobatan. Agaknya, penanganan total seperti ini membuat pasien merasa aman, nyaman, dan dihargai. (ICHWAN SUSANTO)
(sumber: health.kompas.com)