Menkes Malu Indonesia Belum Ratifikasi FCTC
Jenewa -Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan sampai saat ini tinggal dua negara Islam yang belum mengadopsi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dari organisasi kesehatan dunia WHO.
"Ini yang memalukan sekali. Tinggal Indonesia dan Somalia saja yang belum," kata Mboi kepada Tempo di sela Sidang WHO di markas PBB Palais des Nations, Jenewa, Rabu, 22 Mei 2013 waktu setempat.
Pembatasan tembakau dan alkohol menjadi salah satu pokok bahasan Sidang WHO ke 66 di Jenewa sebagai bagian dari rencana resolusi pencegahan dan kontrol penyakit tidak menular (non-communicable diseases/NCD's). Pertemuan tingkat komite pada Senin, 20 Mei 2013 lalu telah menunjuk tim perancang draft resolusi. Arab Saudi, Amerika Serikat dan Pakistan menjadi pemimpin tim.
Mboi mengatakan rokok menyebabkan penyakit-penyakit berbiaya mahal dan membebani penderitanya secara ekonomi atau dalam istilah WHO, burden of diseases. Di antara penyakit-penyakit dalam kategori ini, penyakit karena rokok menjadi penyumbang terbesar, termasuk di Indonesia.
Tahun 2007 lalu, tiga penyakit karena rokok berada di urutan teratas di daftar penyakit pemicu burden of diseases. "Tapi sekarang sudah ada tujuh di urutan teratas, penyakit-penyakit yang menyebabkan beban terbesar. Sebagian besar penyakit NCD's," kata Mboi.
Kementerian Kesehatan memulai upaya adopsi FCTC sejak konvensi ini ditetapkan pada 2003. Tapi selalu menemui kegagalan. Baru Desember tahun lalu pemerintah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
"Paling tidak pemerintah sudah sepakat kita harus melindungi rakyat. Tapi kan FCTC nanti juga harus melalui DPR," ujar Mboi. Ia juga menegaskan salah satu penyebab gagalnya adopsi konvensi ini adalah karena lobi yang kuat dari industri rokok.
Soal lobi industri rokok memang bukan hal baru. Utusan Khusus untuk Direktur Jenderal WHO Thomas Zeltner mengatakan perusahaan rokok terbesar di dunia Philip Morris bahkan pernah melancarkan operasi untuk mendiskreditkan WHO agar pendanaan untuk organisasi kesehatan ini dipotong. Thomas memimpin tim yang ditunjuk Direktur Jenderal WHO pada 1999 untuk menyelidiki hal ini.
Laporan ini diluncurkan pada 2000 dan berjudul Tobacco Industry Strategies to Undermine Tobacco Control Activities at the World Health Organization. Meskipun Philip Morris mengatakan akan berubah dan mengaku telah berubah, Zeltner meragukan hal ini. Kenyataannya, kata dia, praktek lobi industri rokok untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah terjadi di setiap negara.
Direktur Pencegahan Penyakit Tidak Menular di WHO Douglas Bettcher mengatakan salah satu cara paling efektif untuk mengontrol konsumsi rokok adalah dengan menaikkan pajak rokok. "Cara ini mengurangi secara signifikan konsumsi rokok. 10 persen kenaikan pajak mengurangi konsumsi sampai 40 persen," ujarnya.
(sumber: www.tempo.co)