Menkes Minta DNPI Beranggotakan Orang Kesehatan
Perubahan iklim tidak hanya berdampak pada kekeringan, banjir, pencairan es di kutub, melainkan juga menyebabkan lonjakan epidemi sejumlah penyakit. Berbagai virus yang umumnya tidak dapat bertahan hidup di suhu dingin, namun dengan kenaikan suhu akibat perubahan iklim mampu berkembang biak dalam iklim tropis dan menyebar.
Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi mengatakan, untuk mengendalikan perubahan iklim perlu keterlibatan semua pihak, termasuk masyarakat. Oleh karena itu, ia meminta agar Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) beranggotan orang kesehatan. Sebab, menurutnya, ada kaitan erat antara dampak perubahan iklim dengan kesehatan manusia.
"Saya harapkan ada orang kesehatan yang duduk di dewan. Karena selain sampah, kemacetan dan polusi udara juga mengganggu kesehatan," kata Menkes, di sela-sela perayaan HUT ke-5 DNPI dan peluncuran buku "Perubahan Iklim dan Tantangan Perdaban Bangsa".
Acara ini turut dihadiri Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya dan Ketua Harian DNPI Rachmat Witoelar.
Menkes menjelaskan, dampak dari perubahan iklim itu sendiri menyebabkan daya tahan tubuh manusia semakin menurun, sehingga banyak penyakit dengan mudah menyerang. Terutama anak-anak kecil yang paling terdampak, misalnya terhadap penyakit influenza, paru, dan lainnya.
Untuk mengatasi hal ini, kata dia, perlu kesadaran dari semua pihak untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Kesadaran ini harus dibangun mulai dari anak-anak, yang berpotensi besar menjadi agen perubahan untuk mengajak teman-temannya tidak membuang sampah sembarangan dan suka menanam pohon.
Sejak dirikan pada 4 Juli 2008 lalu oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, DNPI terlibat aktif dalam upaya menanggulangi tantangan perubahan iklim di Indonesia. Menginjak usianya yang ke-5 tahun ini, DNPI lebih menyerukan tentang stop membakar hutan dan menebang pohon secara ilegal.
Rachmat Witoelar mengatakan, kebakaran hutan dan penebangan hutan secara ilegal sudah dalam tingkat parah. Selain sampah dan polusi kendaraan, penebangan hutan juga memberikan kontribusi dalam pemanasan global.
"Jika kita masih anggap sepele Indonesia akan punah, dan prediksi dunia 30 tahun lagi air laut naik sampai ke Tanah Abang tidak diragukan lagi. Karena pemanasan bumi menyebabkan permukaan air laut naik mencapai 56 cm," katanya.
DNPI merekomendasikan kepada pemerintah daerah (pemda) untuk serius menegakan peraturan larangan penebangan hutan secara liar. Masih banyak pemda yang mencari keuntungan melalui pemberian izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Pemda yang demikian, kata dia, dikarenakan kesadaran dan pemahamannya tentang perubahan iklim masih minim.
Lebih jauh Rachmat mengungkapkan, keberadaan DNPI dalam lima tahun terakhir merupakan bukti nyata pentingnya keberadaan satu lembaga yang fokus pada pengendalian perubahan iklim. Selain meningkatkan kesadaran masyarakat, DNPI juga memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan internasional.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Abetnego Tarigan dalam prolog buku 5 tahun DNPI mengatakan, sebagai negara yang berperan penting dalam kancah negosiasi internasional perubahan iklim, Indonesia harus memiliki Undang-Undang tentang Perubahan Iklim. UU ini, kata dia, menjadi langkah maju karena ada proses politik di dalamnya, baik eksekutif maupun legislatif.
Tidak seperti sekarang, kata dia, semua masih setengah kamar. Artinya ganti presiden ganti menteri, maka tinggal menunggu digantinya kebijakan setengah kamar itu.
Anggota DPR Komisi VII DPR Satya Widya Yudha menilai positif komitmen Indonesia terhadap perubahan iklim, namun harus didukung oleh kebijakan anggaran dalam ABPN. Anggaran tidak cukup hanya dilihat di Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), melainkan harus tampak pada seluruh unsur yang mempunyai kebijakan lingkungan.
Anggaran di KLH dan DNPI saat ini, kata dia, sangat kecil, sehingga niat pemerintah dalam memajukan Indonesia, misalnya untuk green economy, masih jauh. Keberpihakan anggaran yang kongkret akan mampu mewujudkan kebijakan perubahan iklim, misalnya upaya mengurangi emisi gas rumah kaca.
"Isu perubahan iklim memang enak didengar dan diperbincangkan, tetapi begitu sampai di masalah anggaran sulit direalisasikan. Presiden tinggal memeriksa berapa anggaran yang sudah dikeluarkan oleh kementerian itu untuk implementasi program perubahan iklim," ucapnya.[D-13]
sumber: www.suarapembaruan.com