Menko Kesra: Sarana Umum Indonesia Belum Peduli Disabilitas
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono mengakui, dibanding negara lain, seperti Singapura dan Amerika Serikat, pembangunan sarana umum di Indonesia belum mempedulikan kepentingan para penyandang cacat (disabilitas). Kesempatan disabilitas dalam pasar kerja juga masih sangat rendah.
"Bangunan umum di negara kita kurang memperhatikan para disabilitas, hanya untuk orang normal. Ini kurang tepat, padahal sebetulnya sudah ada regulasi yang mengatur ini," kata Agung Laksono seusai mengukuhkan pengurus Dewan Nasional Indonesia Untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS) masa bakti 2013-2017, di Jakarta, Selasa (17/9). Prof Haryono Suyono kembali terpilih sebagai Ketua Umum DNIKS dengan wakil ketua Siswandi.
Agung menambahkan, dalam pemberian izin bangunan mewah maupun fasilitas umum seharusnya mewajibkan pengusaha untuk memperhatikan kebutuhan disabilitas. Kebijakan ini dimulai dari Jakarta, lalu diikuti kota-kota besar lainnya. Misalnya, pembangunan gedung, tangga, jalan, trotoar, dan jembatan penyeberangan harus memudahkan disabilitas berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain.
Dalam pasar kerja pun belum banyak perusahaan yang memberikan kesempatan kepada disabilitas untuk bekerja. Padahal UU 4/1997 mewajibkan perusahaan mempekerjakan minimal 1% dari seluruh karyawannya. Saat ini diperkirakan baru memenuhi di bawah 0,5%.
Belum terpenuhinya hak disabilitas oleh perusahaan, kata Agung, karena masih rendahnya sanksi yang diterapkan.
Ketua Umum DNIKS Prof Haryono Suyono mengungkapkan, perhatian pemerintah terhadap disabilitas masih minim, bukan saja soal ketersediaan sarana prasarana tetapi juga pemberdayaanya. Penanganan disabilitas lebih banyak kepada mendirikan panti dan diproyekan.
Karenanya, DNIKS mulai dengan promosi masal dan merekomendasikan kepada pemerintah pentingnya mencegah disabilitas. Menurutnya, jika kecacatan bisa dideteksi dan diintervensi sejak dini, beban yang ditimbulkan pun lebih kecil.
Upaya ini bisa dimulai dari sekolah, misalnya seorang murid jika dipanggil namanya berulang kali tetapi tidak menoleh kemungkinan mengalami gangguan pendengaran. Ketika diminta membaca di papan tulis tetapi tidak jelas kemungkinan mengalami gangguan penglihatan. Mereka ini lalu diberikan penanganan khusus, sehingga mencegah kecacatan total ketika tumbuh dewasa.
Kalau pun sudah terlanjur cacat, kata Haryono, perlu ada pemberdayaan sehingga penyandang disabilitas memiliki kebanggaan dan sama dengan orang normal.
"Untuk itu kita akan perluas kerja sama dengan Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Kemko Kesra untuk mengembangkan proses preventif kecacatan ini," kata Haryono.
DNIKS juga memberikan saran kepada pemerintah dan membantu lembaga-lembaga sosial yang mengurus disabilitas dalam hal olah raga. Para disabilitas ditingkatkan kemampuannya untuk berprestasi dalam bidang olah raga.
sumber: www.beritasatu.com