Pabrik Rokok Kecil Mulai Gulung Tikar
Jakarta, PKMK. PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, mulai mengancam industri rokok di Indonesia. Kini pabrik rokok skala kecil bahkan mulai tutup. Sedangkan pabrik rokok besar mulai mengurangi pembelian tembakau dari petani. "Kami minta PP tersebut direvisi, karena merugikan pabrik rokok menengah-kecil. Juga mengancam nasib tenaga kerja yang terkait dengan industri rokok," kata Nurtanio Wisnu Brata, ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia, dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI hari ini (5/6/2013).
Wisnu mengatakan, PP tersebut sangat jelas mengancam eksistensi tembakau lokal. Antara lain, ketentuan standardisasi produk tembakau yang menyebabkan rokok putih mudah menyaingi rokok kretek. Standardisasi itu memang telah menjadi tren dunia, dan penerapannya di Indonesia sebenarnya kurang sesuai dengan kondisi lokal. Kesulitan yang mulai melanda pabrik rokok kecil itu jelas berimbas ke petani tembakau. Sebab, sekitar 30 persen dari total tembakau lokal selama ini dibeli oleh pabrik rokok tersebut. "Yang ironis, saat ini impor tembakau terus naik. Sepanjang tahun 2012, total impor tembakau mencapai 120.000 ton. Kini lebih dari separuh tembakau di Indonesia merupakan hasil impor. Kami merasa didiskriminasikan," Wisnu mengatakan.
PP tersebut semestinya hanya mengatur dampak rokok bagi kesehatan masyarakat. Tapi yang janggal, PP itu telah overlapping karena mengatur juga hal-hal lain tentang rokok; termasuk mengatur tentang perdagangan dan cara promosi produk rokok. Selama ini, Pemerintah Indonesia berargumen bahwa PP tersebut tidak melarang petani untuk menanam tembakau. Tapi, secara faktual, PP tersebut mengancam eksistensi petani tembakau. Saat ini, jumlah petani tembakau sekitar 8 juta orang. "Selain kami, pabrik rokok menengah-kecil dan pekerjanya, selalu siap beraudiensi dengan Komisi IX DPR RI," ucap Wisnu. Sementara, Ketua Komisi IX DPR RI dr. Ribka Tjiptaning menyatakan menerima aspirasi Asosiasi Petani Tembakau Indonesia itu. Selanjutnya, Komisi IX DPR RI akan membawa aspirasi itu dalam rapat dengan Kementerian Kesehatan RI ataupun Kementerian Tenaga Kerja RI.