Produsen Rokok Perangi Aturan Baru di Thailand
BANGKOK — Raksasa tembakau Philip Morris dan lebih dari 1.400 peritel Thailand akan menuntut kementerian kesehatan negara itu terkait aturan yang akan menutupi hampir semua kemasan rokok dengan peringatan bahaya merokok, menurut seorang perwakilan perdagangan tembakau, Rabu (26/6).
Aturan yang dijadwalkan mulai berlaku 2 Oktober mewajibkan 85 persen kemasan depan dan belakang rokok untuk pesan-pesan dan gambar peringatan tentang bahaya merokok, beberapa diantaranya mengandung foto-foto gamblang dari pasien-pasien kanker paru-paru.
Varaporn Namatra, direktur eksekutif Asosiasi Perdagangan Tembakau Thailand (TTTA), mengatakan organisasi tersebut dan Philip Morris (Thailand) akan mengajukan tuntutan ke Pengadilan Administrasi untuk membatalkan keputusan tersebut pada 4 Juli.
"Faktanya adalah bahwa Thailand sudah memiliki beberapa peringatan kesehatan terbesar di dunia, sehingga TTTA tidak melihat mengapa perlu ada kewajiban baru, terutama karena itu hanya akan mempersulit pekerjaan dan menimbulkan masalah baru bagi banyak sekali peritel pekerja keras," ujar Varaporn.
Ia mengatakan bahwa biaya-biaya yang lebih tinggi dapat membuat para konsumen beralih ke tembakau yang lebih murah yang tidak disasar oleh peraturan-peraturan baru tersebut.
Thailand dan Australia adalah di antara negara-negara dengan gambar peringatakan bahaya kesehatan merokok terbesar di dunia. Australia baru saja melarang tampilnya logo dan warna khas perusahaan rokok di kemasan produknya. Badan Administrasi Pangan dan Obat-obatan AS (FDA) telah berencana mewajibkan label yang besar dan seringkali gamblang pada kemasan rokok, namun label-label itu dirancang ulang setelah sebuah pengadilan menolak permintaannya.
Di bawah aturan-aturan Kementerian Kesehatan Publik Thailand, pesan-pesan peringatan menempati 55 persen bungkus rokok bagian depan dan belakang.
Wakil Menteri Kesehatan Publik Cholnan Srikaew mengatakan bahwa peringatan-peringatan yang lebih besar akan lebih efektif dalam menghambat perokok.
"Peringatan yang ada tidak terlalu terlihat hasilnya dalam menurunkan jumlah perokok, jadi kita perlu membuatnya lebih besar," ujar Cholnan.
Kementerian Kesehatan Publik mengatakan bahwa sekitar 50.000 orang meninggal karena penyakit terkait merokok setiap tahun di negara Asia Tenggara berpenduduk 65 juta itu. (AP)
(sumber: www.voaindonesia.com)