Rokok Perlambat Pencapaian MDGs Bidang Kesehatan
Rokok dan berbagai penyakit yang disebabkan oleh asap rokok menjadi salah satu faktor penyebab lambannya pencapaian MDGs di Indonesia.
Menurut dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana Made Kerta Duana, bahwa rokok menjadi salah satu penyebab lambannya pencapaian Millenium Develompment Goals (MDGs) di bidang kesehatan itu disampaikan oleh Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboy di Denpasar, Sabtu (30/8), saat bertemu dengan sejumlah aktivis yang menolak Konferensi Tembakau Asia.
"Dari pertemuan dengan Ibu Menteri Kesehatan diketahui salah satu faktor utama munculnya berbagai penyakit menular dan penyakit mematikan lainnya adalah merokok. Merokok saat ini menjadi salah satu tantangan besar dalam pembangunan kesehatan di Indonesia pasca-MDGs," ujar Duana menirukan kata-kata Menkes saat ditemui di Denpasar, Minggu (1/9).
Menurutnya, pernyataan Menkes didukung oleh data yang dikeluarkan oleh Intern Union Againts Tobbaco. Koordinator Intern Union Againts Tobbaco Tara Singh Bams mengatakan, setiap tahun ada 200.000 orang di Indonesia tewas karena rokok.
Sementara itu, di seluruh dunia ada 100 juta lebih penduduk terpapar asap rokok setiap tahun. Belum lagi dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh asap rokok. "Rokok itu penyebab utama penyakit," katanya.
Di Indonesia saat ini terdapat 67% perokok laki-laki, sedangkan perokok perempuan sebanyak 4,5 persen. Jumlah itu masih lebih kecil jika dibandingkan dengan China. "Namun, bila dibandingkian antara jumlah penduduk China dan Indonesia, prevelensi itu sangat besar jumlahnya," katanya.
Dari hasil penelitian, sambung Tara, sejak 1995 sampai hari ini jumlah perokok baru dari kalangan anak-anak muda Indonesia jumlahnya terus bertambah. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk meredam tumbuhnya perokok pemula, Tara berharap sponsor-sponsor rokok pada dunia pendidikan yang begitu besar di Indonesia bisa dibatasi.
"Membatasi sponsor oleh (perusahaan) rokok, bahwa pendidikan sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemerintah," ujarnya.
Solusi lainnya yang harus dilakukan adalah menaikkan harga produk rokok. Di Indonesia, dengan uang US$1 seseorang bisa mendapatkan sebungkus rokok. "Di Singapura, harga satu bungkus rokok mencapai US$15. Itupun tidak jual eceran seperti di Indonesia," jelasnya. (Arnoldhus Dhae)
sumber: www.metrotvnews.com