Tak Sama dengan Makanan, Tak Semua Obat Perlu Sertifikat Halal
Menanggapi kabar mengenai obat yang berasal dari gealatin babi, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH angkat bicara.
Menurutnya memang benar beberapa obat di dalam prosesnya menggunakan zat-zat yang berasal dari babi, tapi tidak lagi dari bentuk yang sama dengan yang ada di babi tersebut.
"Saya enggak pernah bilang tidak boleh sertifikasi halal. Prosesnya itu memang menggunakan zat yang berasal dari babi, tapi itu sudah bio affraction," kata Nafsiah Mboi di Istana Negara, Jakarta, Senin (9/12/2013)
Sekarang, lanjut Nafsiah, tersedia ratusan ribu jenis obat dan vaksin yang mana tidak secara menyeluruh bersertifikat halal.
"Saya bukan ahli agama. Kami ada majelis MPKS, syariat. Tapi untuk saya pribadi adalah, kalau pasien tidak boleh, terus bagaimana kalau tidak ada obat lain? Itu saja kerisauan saya," kata Nafsiah lirih.
Jika ke depannya ada masalah, Nafsiah mengatakan siapa yang akan menanggungnya? Contohnya saja vaksin influenza. Pada eranya Menkes terdahulu, (alm) Endang Rahayu, vaksin itu dikatakan harus ada sertifikat halannya, kalau tidak ada maka tidak boleh diberikan.
"Lalu saya katakan, kalau pasiennya sakit dan meninggal, siapa yang bertanggung jawab?," kata Nafsiah Mboi
"Kita harus berikan perlindungan. Itu hak setiap orang. Saya sama sekali tidak menolak halal atau tidak halal. Itu bukan urusan saya, karena kami punya badan sendiri," kata Nafsiah Mboi menambahkan.
Nafsiah Mboi mengatakan, bila nantinya ada pasien tidak mengonsumsi obat karena tidak ada sertifikat halalnya, lalu pasien itu terkena penyakit dan meninggal dunia, ini menjadi tanggung jawab siapa? Apakah pihaknya lagi yang akan disalahkan?
"Jadi ini saja kerisauan saya. Saya sama sekali tidak menolak. Tapi mohon dipertimbangkan, supaya obat dan vaksin jangan dimasukkan sama dengan makanan minuman," kata Nafsiah Mboi.
Dikatakan Nafsiah Mboi lagi, obat yang ada di Indonesia banyak yang masih diimpor dan itu pun yang menjadi kerisauannya. Kalau boleh meminta, Menkes menginginkan obat dan vaksin harus dipisah.
"Atau kalau pasien sakit tidak boleh minum obat, bagaimana?," kata Nafsiah Mboi bertanya.
Yang jelas, lanjut Nafsiah Mboi hal-hal seperti ini masih menjadi rancangan undang-undang (RUU) yang sudah dibahas sejak Fadillah Supari menjabat sebagai Menteri Kesehatan. Nafsiah sendiri bingung, mengapa ini kembali dibahas lagi.
"Waktu itu mandek, karena Menkes dulu juga mempertanyakannya. Kan repot jadinya. Saya risau saja, kasihan pasien yang butuh obat itu," kata Nafsiah menjelaskan.
sumber: health.liputan6.com