Tiga Menteri Didesak Dukung Ratifikasi FCTC
Upaya Kementerian Kesehatan (Kemkes) agar pemerintah Indonesia segera meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), atau Konvensi Kerangka Kerja untuk Pengendalian Tembakau, masih terganjal oleh sikap tiga kementerian yang masih keberatan.
Untuk itu, Menko Kesra Agung Laksono meminta tiga kementerian itu, yakni Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, untuk satu suara dengan Kemkes. Sehingga akhir tahun ini, atau selambat-lambatnya sebelum berakhirnya pemerintahan SBY, Indonesia sudah bisa meratifikasi FCTC.
Belum adanya satu suara soal rencana ratifikasi tersebut dibawa dalam rapat koordinasi bidang kesra, yang dipimpin Menko Kesra Agung Laksono, di Jakarta, Rabu (6/11). Sayangnya, tiga menteri yang masih keberatan dengan ratifikasi FCTC tersebut tidak hadir.
Agung mengungkapkan, pertemuan tingkat menteri akan terus dilakukan secara intensif, seiring dengan target agar FCTC sudah harus diratifikasi akhir tahun ini. Menurutnya, penolakan tiga menteri tersebut tidak mendasar.
Sebab, selain memahami pentingnya kontribusi FCTC terhadap kesehatan masyarakat, para menteri juga harus memahami bahwa regulasi internasional ini tidak mengancam kedaulatan bangsa dan mengancam pendapatan negara dari sektor industri maupun kepentingan tenaga kerja.
"Menurut saya tidak ada alasan kementerian menolak FTCT. Karena Kementerian Keuangan sendiri tidak terganggu. Negara lain yang sudah menandatangani, pendapatan negaranya tidak menurun," kata Agung.
Dia menambahkan, pabrik rokok tidak akan tutup hanya dengan penandatanganan konvensi tersebut. Begitu juga dengan petani tembakau akan tetap terjamin kelangsungan hidupnya. "Ratifikasi konvensi ini bertujuan melindungi masyarakat Indonesia dari dampak rokok, terutama mencegah jumlah perokok pemula yang notabene adalah remaja," jelasnya.
Hingga saat ini, 177 negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah meratifikasi FCTC, yang mewakili sekitar 87,9 persen populasi dunia. Sayangnya, Indonesia menjadi satu-satunya di kawasan Asia Pasifik yang belum meratifikasinya.
Dampaknya, Indonesia dikucilkan dalam pergaulan internasional, terutama berkaitan dengan pertemuan yang membahas upaya pembangunan kesehatan dunia, misalnya pengendalian penyakit tidak menular. "Karena itu saya minta tiga menteri ini agar satu suara dengan Menkes. Sebab, Presiden sendiri berpandangan positif untuk segera mengakses FCTC ini," kata Agung.
Sejumlah penelitian menunjukkan, prevalensi perokok di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Data Global Adult Tobacco Survey (GATS) yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan menunjukkan, saat ini perokok di Indonesia mencapai 61,4 juta jiwa, terdiri dari dewasa laki-laki 67,4 persen, dan perempuan 4,5 persen.
Akibat dari perokok aktif ini, sebanyak 92 juta warga Indonesia yang perokok pasif (tidak merokok), harus terpapar asap rokok orang lain. Selain itu, sebanyak 43 juta anak terpapar asap rokok, 11,4 juta di antaranya berusia 0-4 tahun.
"Jadi kita berharap jangan terlalu lama, kalau bisa akhir tahun ini atau paling lama itu sebelum habis masa kabinet ini sudah harus diratifikasi," kata Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi dalam satu kesempatan.
Menkes memaparkan, isu bahwa FCTC akan mengancam terjadinya pemutusan hubungan kerja terhadap 6 juta tenaga kerja yang terlibat dalam industri hasil tembakau adalah keliru. Ratifikasi FCTC tidak akan mengakibatkan penurunan konsumsi rokok secara drastis atau mendadak.
sumber: www.beritasatu.com