RS Khusus Vertikal Harus Jadi Center of Excellence

menkes9sept

Rumah sakit khusus vertikal milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) harus memperbanyak pengembangan layanan unggulan. Selain memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan medik spesialistik, juga memperkuat fungsi pendidikan dan penelitian.

"Rumah sakit khusus vertikal harus bisa jadi center of excellence. Jangan berlaku biasa-biasa saja. Fungsi pendidikan dan penelitiannya harus diperkuat," kata Menkes Nafsiah Mboi saat kunjungan kerja ke 3 rumah sakit vertikal Kemenkes, di Jakarta, Senin (8/9).

Tiga rumah sakit yang dikunjungi adalah RS Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita, RS Ibu dan Anak (RSIA) Harapan Kita dan RS Kanker Dharmais, yang berada dalam satu kompleks di wilayah Jakarta Barat.

Di Era pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), lanjut Nafsiah Mboi, RS khusus harus melakukan penguatan pelayanan dengan memberdayakan komite medik dalam menyusun Panduan Praktik Klinik dan Clinical Pathway. Melalui panduan tersebut, diharapkan setiap klinisi dilakukan secara sungguh-sungguh.

"Upaya ini, dapat memacu rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang bermutu dengan biaya terjangkau," ujarnya.

Menkes menegaskan, keberhasilan pelaksanaan JKN sangat ditentukan oleh komitmen seluruh sumber daya manusia bagi tenaga kesehatan maupun non-kesehatan yang berada di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut.

"Utamakan patient safety dan berikan pelayanan terbaik. Pelayanan itu tak hanya pada aspek medik dan keperawatan, tetapi dalam aspek sikap dan perilaku seperti keramahan, empati, komunikatif. Ini yang sering diabaikan tenaga kesehatan kita," ujarnya.

Menkes memberi perhatian pada ketiga rumah sakit vertikal itu, karena penanganan kanker dan penyakit jantung di Indonesia masih sangat tinggi. Dalam pembiayaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) 2012, pengobatan kanker menempati urutan ke-4 setelah hemodialisa (cuci darah), thalasemia (kanker darah) dan Tuberkulosis (TB).

"Jumlahnya mencapai Rp 144,7 miliar. Kondisi ini jelas menjadi beban ekonomi dan sosial masyarakat. Untuk menekan beban pelayanan kesehatan, perlu upaya penguatan pelaksanaan kegiatan promotif-preventif termasuk upaya deteksi dini penyakit tidak menular," tutur Nafsiah Mboi.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan prevalensi kanker di Indonesia adalah 1,4 per 1000 penduduk. Artinya, pada 2013 terdapat sekitar 3 juta orang terkena kanker di seluruh Indonesia.

Menkes menambahkan, salah satu tantangan besar lainnya yang harus disikapi secara sungguh-sungguh adalah menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Hasil survey demogragi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup.

Sedangkan angka kematian bayi (AKB) pada 2012 adalah 32 per 1.000 kelahiran hidup. Sementara sasaran Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 adalah menurunkan AKI menjadi 102 per 100 ribu kelahiran hidup dan AKB menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup. (TW)

Berita Terkait

 

{jcomments on}