Perokok di Aceh Kian Leluasa
Jakarta, PKMK. Perokok di Nanggroe Aceh Darussalam semakin mendapatkan tempat. Itu terlihat dari, antara lain, munculnya "kawasan tidak merokok" yang kecil di warung kopi yang banyak muncul di sana. Orang yang tidak merokok harus menepi. "Padahal sebenarnya perokoklah yang mesti dipinggirkan dan diberi tempat kecil tersendiri dalam smoking area," kata Rizanna Rosemary Darwis, peneliti dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Syiah Kuala (Banda Aceh), di Jakarta (9/10/2013).
Iklan promosi produsen rokok pun leluasa muncul di Aceh. Misalnya, sebuah billboard rokok merek tertentu bisa berdampingan dengan papan kawasan tanpa rokok yang berukuran lebih kecil. "Billboard tersebut terkesan mengecilkan keberadaan kawasan tanpa rokok," kata wanita berhijab tersebut.
Lebih jauh ia mengatakan, profil sosial budaya di Aceh sering mendukung penetrasi konsumsi rokok. Misalnya, di kenduri-kenduri, rokok selalu muncul sebagai salah satu sajian. Di samping itu, tokoh-tokoh masyarakat banyak yang perokok, maka hal itu ditiru oleh masyarakat.
Statistik Kesejahteraan Rakyat Aceh Tahun 2010 menunjukkan bahwa, bagi masyarakat Aceh, persentase pengeluaran kelompok tembakau dan sirih menjadi kebutuhan dasar. Itu melebihi kebutuhan esensial seperti kelompok pakaian, pendidikan, dan kesehatan. "Persentase pengeluaran kelompok tembakau tersebut mencapai empat kali lebih besar daripada pengeluaran kelompok kesehatan dan pendidikan," dia berkata.
Sebagai rekomendasi untuk kesehatan, pengelolaan pajak rokok perlu perencanaan sistematis dan komprehensif. Kemudian disertai pengawasan ataupun evaluasi yang sinambung. "Cukai dan pajak rokok perlu dinaikkan untuk menaikkan harga jual. Itu akan mengurangi konsumsi rokok di masyarakat miskin dan keluarga," kata Rizanna.