Pemahaman Dokter pada Kesehatan Jiwa Lansia Minim
Secara medis Indonesia dinilai belum siap menghadapi lonjakan masalah kesehatan jiwa pada orang lanjut usia (lansia).
Ketidaksiapan itu bisa dilihat dari masih terbatasnya dokter umum di tingkat layanan primer yang memahami layanan kesehatan jiwa pada lansia (psikogeriatri) secara terpadu.
"Hanya sedikit sekali dokter di layanan pimer seperti puskesmas dan klinik swasta yang memahami psikogeriatri," ujar Albert Maramis, psikiater dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), di Jakarta, Selasa (8/10).
Dia mencontohkan, ketika manusia memasuki fase lansia (60 tahun ke atas), mereka akan rentan mengalami depresi. Penyebabnya tentu beragam, mulai dari penyakit, kesepian, kehilangan penghasilan, dan sebagainya.
Depresi berkepanjangan yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan gangguan penyakit fisik seperti sulit tidur, nyeri otot dan sendi, gangguan cemas, dan kurang nafsu makan.
Gejala penyakit ini memang sulit dibedakan dengan gejala penyakit umum. Imbasnya tidak jarang dokter hanya terfokus mengobati penyakit fisiknya tanpa melakukan pengobatan/terapi pada sumber utama penyakitnya, yaitu masalah kejiwaan.
Albert menuding minimnya pengetahuan dokter umum pada masalah psikogeriatri lantaran sistem pengajaran di fakultas kurang tepat. Pasalnya soal kesehatan jiwa memang dimasukan dalam kurikulum kedokteran, namun pada saat masuk stase kesehatan jiwa, mereka ditempatkan di rumah sakit jiwa (RSJ) untuk belajar. Bagi Albert, kebijakan ini kurang bijak. Pasalnya pasien di RSJ umumnya sudah menderita sakit jiwa berat (psikosis).
"Pengenalan ilmu psikogeriatri ke depan harus ditingkatkan. Pasalnya dalam beberapa tahun ke depan akan timbul ledakan lansia di negara kita karena meningkatnya usia harapan hidup," sebut Albert.
Berkenaan dengan hal itu, Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kemenkes Eka Viora mengatakan pihaknya terus getol melancarkan pelatihan psikogeriatri pada dokter umum yang bertugas di layanan primer.
Pada tahun ini akan dilakukan pelatihan psikogeriatri di 20-30 puskesmas di Jakarta dan kemudian menyusul di kota-kota lain. Untuk mengandalkan tenag psikiater, lanjut Eka hal itu tidak mungkin lantaran jumlahnya kurang. Selain itu baru ada 9 fakultas di Indonesia yang membuka bidan studi psikiater dan hanya dapat menghasilkan 30 psikiater per tahun.
Berdasarkan Sensus 2010 jumlah lansia di Indonesia mencapai 24 juta jiwa atau 9,7% dari total populasi. Pada 2020 jumlahnya diperkirakan melonjak menjadi 28,8 juta jiwa dan pada 2050 menjadi 80 juta jiwa.
Eka mengatakan dari 24 juta lansia yang ada pada saat ini, sekitar 5%-nya mengalami gangguan gangguan depresi. Angka ini akan bertambah besar sampai 13,5% pada lansia yang mengalami gangguan medis dan harus mendapatkan perawatan di rawat inap.
Untuk itu ke depan diperlukan upaya penanganan kesehatan lansia yang komprehensif di pelayanan kesehatan primer untuk mengatasi masalah kesehatan jiwa (depresi, dimensia, gangguan cemas dan insomnia), penyakit degeneratif, dan penyakit tidak menular. (Cornelius Eko Susanto)
sumber; www.metrotvnews.com