Dokter di Indonesia Perlu Revolusi Mental

Jumlah dokter di daerah terpencil atau daerah tertinggal masih sangat minim, padahal banyak warga yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Hal ini antara lain karena banyak dokter yang tidak mau atau tidak betah ditempatkan di daerah terpencil.

Asisten Deputi Bidang Sumber Daya Kesehatan Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal, Hanibal Hamidi menilai perlu revolusi mental terhadap para dokter ini. Menurut dia, dokter harus memiliki integritas sosial yang tinggi.

"Bukan orang kaya saja yang sekolah di kedokteran karena mahal. Jadi saat bertugas pun kepekaan sosialnya tinggi, mau ditempatkan di mana pun," kata Hanibal dalam diskusi Revolusi Kesehatan Menuju Revolusi Mental di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Selasa (7/10/2014).

Hanibal menilai banyaknya dokter yang memilih bertugas di kota besar merupakan suatu hal yang logis. Mereka telah mengeluarkan banyak biaya untuk sekolah. Akibatnya, dokter menumpuk di suatu kota, sementara daerah terpencil kekurangan dokter.

"Karena sekolah mahal, dia tentutnya ingin dapat tugas yang bisa kembalikan uangnya. Logis. Manusiawi," kata dia.

Menurut Hanibal, kesejahteraan bagi para dokter sebaiknya dijamin oleh negara. Ia juga meminta pemerintah memastikan pendidikan kedokteran tidak mahal, bahkan gratis. Selain itu, mempertimbangkan adanya sekolah kedinasan bagi tenaga kesehatan ini. Revolusi mental bagi para dokter harus dibangun sejak mereka mengenyam pendidikan.

"Memastikan proses pendidikan menjauhkan spirit transaksional menjadi spirit sosial," imbuhnya.

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Muhammad Syafar yang juga Koordinator Pedesaan Sehat wilayah Sulawesi mengemukakan contoh. Ia mengatakan banyak dokter pegawai tidak tetap (PTT) yang tidak menyelesaikan masa tugasnya di daerah. Mereka tidak mau mengabdi di daerah terpencil sehingga kembali ke kota-kota besar.

"Memang ini menjadi fenomena di lapangan. Beberapa dokter PTT, misalnya di lapangan dia terjadwal 3 tahun, tapi biasanya ditemukan di lapangan tidak ada sampai 3 tahun," terang dia.

Para dokter itu yang tidak terpantau oleh pemerintah daerah setempat. Syafar mengatakan, di daerah pun sulit mendapatkan lulusan dokter karena tingkat pendidikan yang rendah.

sumber: http://health.kompas.com