Bahaya Merokok: Kemkes Beriklan di Bioskop Sasar Generasi Muda
Kementerian Kesehatan luncurkan iklan layanan masyarakat tentang dampak merokok di jaringan bioskop di dalam negeri dan sejumlah stasiun televisi lokal. Hal itu merupakan bagian dari upaya mengurangi jumlah prevalensi perokok muda di Indonesia.
"Tantangan yang harus dihadapi dalam pengendalian merokok adalah masih kuatnya iklan, promosi, dan sponsor perusahaan rokok. Ini dilakukan secara masif dan intensif agar anak-anak menjadi perokok pemula," kata Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi saat peluncuran iklan layanan masyarakat tentanhg bahaya rokok, di Jakarta, Jumat (10/10).
Iklan layanan masyarakat itu bertujuan untuk memperkuat pencantuman peringatan bergambar pada bungkus rokok yang diluncurkan pasa 24 Juni 2014 lalu. Melalui iklan tersebut muncul kesadaran baru sehingga bertekad untuk berhenti merokok, mencegah para perokok pemula, dan membebaskan masyarakat dari asap rokok pasif.
Menkes menjelaskan, sejumlah kegiatan telah dilakukan Kemenkes demi mengurangi prevalensi perokok, mulai dari kampanye, peraturan pemerintah, hingga pemasangan peringatan gambar bahaya merokok di kemasan rokok.
Dengan menembus gedung Bioskop, Menkes berharap, para remaja yang menjadikan aktivitas menonton film di bioskop sebagai gaya hidup mampu menyerap makna dari iklan layanan masyarakat tersebut. Selain membantu sesama anak muda yang terlanjur menjadi perokok.
Iklan berdurasi sekitar 1 menit itu menampilkan kondisi penderita paru-paru yang kesakitan akibat penyakitnya tersebut. Ini untuk melawan iklan komersil dari industri rokok yang menampilkan kemudaan, riang, gembira dan bahagia.
"Kami ingin mengingatkan generasi muda yang merokok di usia muda usia, dampaknya itu setelah tua. Tidak bisa bermain-main dengan cucu karena sakit-sakitan. Penglihatan akan merekam pesan itu ke dalam otak, dan akan terus diingat," katanya.
Epidemi tembakau telah membunuh sekitar 6 juta orang per tahun. Data badan kesehatan dunia WHO 2014 menyebutkan dimana 600 ribu di antaranya merupakan perokok pasif.
"Jika tidak ada penanganan yang serius, maka pada 2030 diperkirakan jumlah korban akan bertambah menjadi 8 juta orang. Jumlah itu sebgian besar terjadi negara-negara berkembang," ucapnya.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan, perokok usia di atas 15 tahun sebanyak 36,3 persen. Sebagian besar dari mereka adalah perokok laki-laki dengan prevalensi 64,9 persen dan jumlah ini merupakan yang terbesar di dunia.
Sementara itu, lanjut Menkes, prevalensi pada perempuan merokok terjadi peningkatan dari 5,2 persen pada 2007 menjadi 6,9 persen pada 2013. Sekitar 6,3 juta wanita Indonesia usia 15 tahun ke atas juga merokok.
Hal itu juga selaras dengan data Global Youth Tobacco Survey (2009), 89,3 persen remaja Indonesia melihat iklan rokok di billboard, 76,6 persen di media cetak dan 7,7 persen pernah menerima rokok gratis.
Sementara studi yang dilakukan Universitas Muhamadiyah Prof Hamka (Uhamka) dan Studi Komnas Anak pp2007 menunjukkan, 70 persen remaja mengaku mulai merokok karena terpengaruh oleh iklan.
"Sebanyak 77 persen mengaku iklan menyebabkan mereka untuk terus merokok, dan 57 persen mengatakan iklan mendorong mereka untuk kembali merokok setelah berhenti," tuturnya.
Diakhir sambutannya, Menkes mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bersama-sama mendukung dan mensukseskan upaya pengendalian tembakau.
"Marilah kita ubah norma di masyarakat agar merokok tak lagi menjadi norma sosial yang lazim dan yang dapat diterima masyarakat. Marilah kita ubah perilaku masyarakat terkait merokok yang sangat merugikan kesehatan individu, masyarakat, dan negara ini," kata Nafsiah menandaskan. (TW)