Penyalahgunaan Antibiotik Terbanyak Dialami Anak
Penggunaan obat antimikroba jenis antibiotik yang paling tidak rasional justru terjadi pada anak. Demi reputasi sang dokter, anak diberi antibiotik agar cepat sembuh. Padahal, penyakit pada anak kebanyakan disebabkan oleh virus.
"Penyakit yang disebabkan oleh virus itu bisa sembuh dengan sendiri lewat makan dan istirahat yang cukup. Pemberian antibiotiknya menjadi sia-sia," kata anggota Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba, Purnamawati, di Jakarta, Selasa (14/10).
Hadir dalam kesempatan itu Direktur Bina Upaya Kesehatan Rujukan, Ditjen BUK, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Chairul Radjab Nasution, Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian, Ditjen Pembinaan Kefarmasian (Binfar), Kemenkes, Bayu Teja Muliawan dan Sekretaris Komite Pengendalian Resistensi Antimiroba, Anis Karuniawati.
Dalam jumpa pers terkait pencanangan "Penggunaan Antimikroba Bijak", Purnawati menambahkan, ketika anak butuh antibiotik karena ada infeksi dalam tubuhnya seperti terkena penyakit pneumonia (infeksi saluran nafas) atau infeksi saluran kemih, tubuh anak sudah resisten terhadap antibiotik.
"Penyakit infeksi yang seharusnya bisa cepat disembuhkan dengan obat antibiotik, justru tidak memberi efek sama sekali saat dibutuhkan. Tubuh anak sudah resisten terhadap antibiotik yang tidak bijak sebelumnya. Kondisi ini terjadi riil di lapangan," ujar dokter spesialis anak tersebut.
Akibat tubuh resisten terhadap antibiotik, lanjut Purnamawati, dibutuhkan obat antibiotik jenis baru yang harganya masih sangat mahal, karena belum bisa dibuat generiknya.
"Kalau saja penggunaan antibiotik dilakukan dokter secara bijaksana, biaya berobat tak akan membebani keluarga," ujarnya.
Direktur Bina Upaya Kesehatan Rujukan, Chairul Radjab Nasution menjelaskan, pencanangan penggunaan antimikroba secara bijak ini harus dilakukan, guna membangun kesadaran baru di kalangan masyarakat soal obat antibiotik.
"Sudah terjadi pemahaman yang salah soal antibiotik di masyarakat, seolah-olah obat antibiotik itu obat mujarab penyembuh segala penyakit. Pemahaman ini harus diluruskana. Apalagi antibiotik itu jenis obat golongan B yang tak bisa dibeli sembarangan, karena harus pakai resep dokter," ucapnya.
Melalui pencanangan itu, lanjut Chairul Radjab, ada kewajiban bagi rumah sakit untuk menerapkan "Program Pengendalian Resistensi Antimikroba". Selain juga perlunya dukungan dari para petugas kesehatan agar meresepkan antibiotik sesuai indikasi.
Ia menyebutkan, kematian akibat kuman yang resisten terhadap antimikroba sebenarnya lebih besar dibandingkan dengan kematian oleh AIDS, kecelakaan lalu lintas dan flu.
Di Amerika ada sekitar 19 ribu orang per tahun yang meninggal akibat resistensi antimikroba. "Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan kematian akibat AIDS yang mencapai 15 ribu orang per tahun," ujarnya.
Chairul memperkirakan "kerugian" akibat penggunaan antibiotik yang sia-sia di Amerika mencapai dana 1,1 miliar dolar per tahun. "Kondisi ini semoga tidak terjadi di Indonesia," ucap Chairul menegaskan. (TW)
{jcomments on}