MENKES: Gunakan Antibiotik Secara Rasional
Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi mengingatkan kalangan dokter untuk meresepkan obat antibiotik secara rasional. Begitupun dengan masyarakat, hendaknya tak mengonsumsi obat antibiotik tanpa resep dokter.
"Terus terang saja saya galau melihat penggunaan antibiotik yang sudah berlebih. Bukan saja dokternya, tetapi juga masyarakatnya. Kena penyakit flu saja minumnya antibiotik," kata Nafsiah Mboi usai melantik pengurus Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (PRA) 2014-2019, di Jakarta, Kamis (16/10).
Komite PRA menjadi penting, menurut Menkes, karena resistensi antimikroba sudah menjadi masalah serius di dunia, termasuk Indonesia. Apalagi hasil penelitian Amrin (Antimicrobial Resistance in Indonesia)2000-2005 menunjukkan resistensi antimikroba telah terjadi di sejumlah rumah sakit di Tanah Air.
Malahan, lanjut Menkes, antibiotika banyak dipergunakan di peternakan dan perikanan tanpa tujuan medis, tetapi semata demi bisnis. Padahal, daging hewan dan ikan tersebut untuk konsumsi manusia.
"Pengendalian antibiotik tak hanya pada manusia, tetapi hewan juga. Karena konsumen dari hewan itu kan manusia juga. Ini sungguh sudah merusak kesehatan masyarakat," kata Nafsiah menegaskan.
Hal senada dikemukakan pula Ketua Komite PRA, Hari Paraton. Ia menjelaskan hasil penelitian resistensi antimikroba (Antimicrobial Resistance/AMR) tahun 2013 lalu di 6 rumah sakit di Indonesia.
Hasil penelitian itu menunjukkan, resistensi antimikroba terjadi di semua rumah sakit terutama pada bakteri e-coli dan klebsiela pneumonia yang memproduksi enzim ESBL berada pada kisaran 40-60 persen.
"Kita tahu bakteri itu sudah kebal terhadap antibiotika sefalosporin generasi I-IV," ujarnya.
Tanpa gerakan pengendalian AMR, Hari Paraton menilai, kondisi Indonesia di masa depan diprediksikan bakal terjadi 4 hal. Disebutkan, angka kematian dan kesakitan akibat AMR akan meningkat.
Selain itu, biaya perawatan pasien infeksi menjadi mahal. Hal itu akan "mengerus" cadangan dana baik di rumah sakit maupun dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
"Tenaga ahli asing maupun turis akan semakin takut datang ke Indonesia. Karena kumannya sudah imun dengan obat antibiotik yang ada," ucapnya.
Dampak lainnya yang tak kalah penting, Hari Paraton menambahkan, adalah produktivitas kerja secara nasional menurun, karena tingkat kesakitan yang meningkat. Karena makin banyak penduduk yang mengalami kesakitan akibat belum adanya obat baru untuk penyakitnya tersebut.
"Penyebaran AMR di rumah sakit karena pemahaman serta implementasi universal precaution yang masih rendah," kata dokter ahli kandungan tersebut.
Pada kesempatan yang sama, Menkes melantik 5 anggota Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) periode 2014-2017. Menkes juga mencanangkan Gerakan Penggunaan Antimikroba bijak dan menyerahkan Sertifikat Akreditasi Internasional kepada 5 rumah sakit.
Menkes juga menyerahkan buku Pedoman Pengendalian Resistensi Antimikroba di RS kepada RS Dr Soetomo Surabaya, RSPI Prof Dr Sulianti Saroso, Jakarta, RSU Annisa, Tangerang dan RS Bhayangkara Sespimma Polri Jakarta. (TW)
{jcomments on}