Chandra Yoga: Belum ada WNI Yang Tertular Virus EBOLA
Geger tenaga kerja Indonesia (TKI) terkena virus Ebola selepas kembali dari Liberia, Afrika akhirnya terbantahkan. Kapala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Tjandra Yoga Aditama mengemukakan, pembacaan hasil PCR (polymerase chain reaction) dengan elektroforesis, semua dilaporkan "no band".
"Itu artinya semua sampel dari kasus di Madiun maupun Kediri, hasilnya negatif Ebola. Mereka tidak terkena virus Ebola," kata Tjandra Yoga Aditama dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin (03/11) pagi.
Dijelaskan, pemeriksaan dilakukan pada seluruh 8 sampel yang ada, masing-masing darah EDTA dan serum, yang dikirim dari Surabaya pada Sabtu (1/11) lalu. Hasilnya bisa diketahui dalam 1 hari pemeriksaan.
Prosedur pemeriksaan yang dilakukan di Lab BSL 3 Balitbangkes, disebutkan, antara lain inaktivasi dengan buffer lysis, ekstraksi RNA dengan kit ekstraksi, RNA diubah menjadi DNA dan diperbanyak dg mesin PCR sebanyak 30 cycle. Lalu dilakukan elektroforesis dan analisis dg gel documentation.
"Semua sampah telah dimusnahkan di autoclave khusus double door, untuk keamanan petugas dan lingkungan," kata Tjandra Yoga menegaskan.
Terkait kondisi laboratorium, Tjandra Yoga menyatakan bahwa Kemenkes sejak 1 bulan lalu sudah siap, baik biological safety cabinet BSC-3, laboratorium biosafety level BSL 3, maupun petugas laboratorium yang akan menangani.
"Sebelum kasus Madiun dan Kediri, kami sudah bersiap sejak satu bulan lalu. Sebelumnya kami sudah pernah melakukan pemeriksaan terhadap 3 sampel dugaan Ebola, yang terdiri dari 2 orang Indonesia dan 1 orang asing. Semuanya dinyatakan negatif," ujarnya.
Tjandra juga menuturkan, dirinya kebetulan satu pesawat dengan 29 TKI yang pulang bekerja dari Liberia tersebut. "Dari ngobrol-ngobrol itu, para TKI mengaku tak memiliki keluhan apa pun sepanjang perjalanan. Waktu berangkat dari Monrovia pun, mereka sudah melakukan exit screening," katanya.
Menurut Tjandra, tindakan karantina sebenarnya tidak diperlukan, jika tidak terdapat riwayat kontak pada kasus. Mengingat, gejala klinis pasien suspect Ebola yang relatif ringan atau membaik, meski terdapat parameter laboratorium
rutin yang terganggu.
"Kendati demikian, kesiapan dan kewaspadaan dari petugas kesehatan tetap harus dilakukan, yaitu tindakan contact tracing dengan lima kemungkinan langkahnya," ucap Tjandra Yoga.
Soal demam dan panas tinggi, Tjandra Yoga menegaskan, hal itu bisa disebabkan malaria atau penyakit lain. "Mungkin saja para TKI itu kecapaian setelah perjalanan panjang dari Liberia ke Indonesia," ucap Tjandra Yoga.
Disebutkan, 4 gejala yang menjadi indikasi kuat seseorang terjangkit penyakit Ebola, khususnya bagi mereka yang baru saja pulang dari negara-negara terjangkit. Pertama, pasien mengalami demam yang tidak diketahui penyebabnya. Kedua, pasien mengalami nyeri otot hebat. Ketiga, pasien mengalami gangguan saluran pencernaan dan keempat, manifestasi pendarahan.
"Tindakan rumah sakit sudah benar merawatnya di ruang isolasi, sebagai bentuk kehati-hatian," kata Tjandra Yoga menandaskan.
Hal senada dikemukakan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kemenkes, HM Subuh. Jajarannya hingga kini memantau terus kondisi GN (46) TKI asal Kediri yang diduga Ebola sekembalinya dari Liberia. Saat ini, pasien masih dirawat Rumah Sakit Umum Pare, Kediri, Jawa Timur dengan kondisi umum stabil dan membaik.
Seperti diberitakan, sebanyak 28 orang TKI kembali dari Liberia setelah kontraknya habis, termasuk diantaranya GN dan 2 TKI lainnya berasal dari Kediri. Sebagai bentuk kewaspadaan dan pencegahan terhadap penyebaran virus Ebola, sejak 6 hari sebelum kepulangan, GN dan rekan-rekannya menjalani karantina di Liberia.
"Begitu pula setibanya di Jakarta, mereka juga menjalani 1 hari karantina sebagai bentuk pengawasan di pintu masuk Tanah Air. Setelah 7 hari pengawasan, mereka baru boleh pulang ke kampung halaman masing-masing," ujarnya.
Setelah sampai di Kediri, lanjut HM Subuh, dilaksanakan pengamatan oleh tenaga kesehatan Puskesmas Bendo, Kediri. Sampai saat ini pengamatan sudah dilaksanakan 13 hari dari rencana pengamatan selama 21 hari.
"Pada 28 Oktober lalu, GN merasakan nyeri saat menelan. Pada 30 Oktober, GN berobat ke Puskesmas Bendo, Kecamatan Kediri, dengan gejala demam (suhu tubuh mencapai 38,6 derajat celcius, nyeri telan, nyeri sendi, dan batuk," katanya.
Pada saat itu juga, kata HM Subuh, GN langsung dirujuk ke RS Umum Pare dengan diagnosis Acute Febrile Illness
(demam) dan lebih dicurigai Paryngitis Acute. Mengingat pasien memiliki riwayat pulang dari daerah endemis Ebola, maka pihak RS memutuskan untuk merawat pasien di ruang isolasi.
"Meski demam tinggi, GN tak memiliki gejala lain dari penularan virus Ebola seperti pendarahan, anorexia da muntah," kata HM Subuh seraya menambahkan, kondisi GN saat ini semakin membaik.
HM Subuh menambahkan, sebagai bentuk pengawasan, Kemenkes telah meminta pada pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) untuk meningkatkan universal precaution guna mencegah penularan terhadap tenaga kesehatan. (TW)
{jcomments on}