Penyelenggara KIS Tetap BPJS Kesehatan
Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menegaskan, program Kartu Indonesia Sehat (KIS) hanyalah kelanjutan dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang telah dilaksanakan pemerintah sejak 2014. Karena program tersebut tetap merujuk pada Undang-Undang (UU) Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
"Program KIS memang kelanjutan dari program JKN yang sudah ada, dengan perbaikan disana sini. Legalisasi hukumnya tetap mengacu pada UU SJSN dan BPJS," kata Menkes Nila F Moloek dalam jumpa pers, di Jakarta, Rabu (05/11).
Dalam kesempatan itu, Menkes Nila F Moeloek didampingi seluruh jajaran eselon satu di lingkup kerja Kemenkes dan Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga (HAL) BPJS Kesehatan, Purnawarman Basundoro.
Kegiatan jumpa pers itu digelar guna mengakhiri perdebatan seputar KIS di masyarakat. Sejumlah pendapat menyebutkan program KIS ilegal, karena tak ada payung hukumnya. Padahal ada program sejenis yang sudah berjalan sejak 2014 bernama JKN.
Nila F Moeloek menjelaskan, program KIS merupakan kelanjutan dari program JKN, yang diperluas manfaat dan cakupannya. Karena itu, penyelenggara program KIS sama dengan JKN yaitu BPJS Kesehatan.
"Tak ada yang berubah, masyarakat bisa berobat dengan kartu KIS, kartu BPJS Kesehatan atau Kartu Jamkesmas yang sudah ada. Semua mendapat pelayanan kesehatan yang sama, apapun kartunya," ucap Menkes.
Hanya saja, lanjut Nila F Moeloek, penerima KIS dengan target 4,4 juta orang itu berasal dari 1,7 orang penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan 2,2 juta bayi yang lahir dari para pemegang kartu BPJS kategori penerima bantuan iuran (PBI) yang selama ini belum tercover jaminan kesehatannya.
"Untuk PMKS, iuran premi BPJS Kesehatan sebesar Rp 19.225 per orang per bulan itu nantinya ditanggung oleh Kemensos, sedangkan iuran premi bagi 2,2 juta bayi menjadi tanggungan Kemenkes. Masuk dalam skema PBI," ujar Nila F Moeloek seraya menambahkan jumlah peserta PBI yang menjadi tanggungan pemerintah selama ini sebanyak 86,4 juta orang.
Target 1,7 juta PMKS, menurut Sekjen Kemenkes, Untung Suseno sebenarnya belum bisa dipenuhi dalam waktu segera. Karena data yang ada menggunakan pencatatan tahun 2011, sehingga butuh validasi ulang.
"Validasi ulang dilakukan agar program tepat sasaran. Karena pasti ada dari mereka yang meninggal atau pindah alamat. Dari target 1,7 juta orang itu, sebanyak 430 ribu orang datanya sudah valid dan kartunya siap dicetak," ujarnya.
Untung mengakui, bukan persoalan mudah melakukan validasi data PMKS milik Kemsos. Karena hampir sebagian besar dari mereka adalah tuna wisma yang tempat tinggalnya berpindah-pindah. Padahal, data tercetak harus berdasarkan nama dan alamat yang tepat.
"Ini yang membuat proses validasi berlangsung lama. Kesulitan mencari orang-orangnya," ujar Untung.
Menkes menambahkan, pergantian kartu BPJS Kesehatan menjadi KIS akan dilakukan secara bertahap. Kendati demikian, kartu apa saja yang ada saat ini bisa dipergunakan untuk mendapatkan layanan kesehatan.
Hal yang membedakan program KIS dengan JKN, Menkes menyebutkan pada tambahan manfaat, layanan preventif, promotif, dan deteksi dini yang akan dilaksanakan secara lebih intensif dan terintegrasi.
Ditanyakan seperti apa kriteria tambahan manfaat, Menkes menyerahkan kepada Dirjen Bina Upaya Kesehatan (BUK), Akmal Taher Kemenkes untuk menjawabnya. Sementara Akmal sendiri belum dapat merinci kegiatan yang akan dilakukan lebih jauh, karena hal itu masih akan dibahas lebih dalam dengan BPJS Kesehatan.
"Program KIS harus bisa memberi manfaat dan cakupan yang lebih luas dibandingkan program JKN. Seperti apa rincinya, belum dapat dijelaskan dini karena kami masih harus rapat-rapat dengan BPJS Kesehatan," kata Akmal Taher menandaskan. (TW)
{jcomments on}