Kemkes Kembangkan Budaya Minum Jamu
Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek akan kembangkan budaya minum herbal berkhasiat atau jamu di lingkungan kantor kementerian kesehatan. Caranya dengan menyajikan minuman jamu dalam setiap rapat maupun acara, menggantikan minuman teh atau kopi.
"Sejak seminggu lalu, dalam setiap rapat atau acara, sudah disediakan minuman herbal berkhasiat mulai dari kunyit asam, beras kencur hingga wedang jahe yang lebih bermanfaat bagi tubuh," kata Menkes Prof Dr dr Nila F Moeloek SpM (K) usai menyaksikan pengukuhan profesor riset kepada Dr dr Lestari Handayani M.Med, peneliti senior Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), di Jakarta, Senin (24/11).
Profesor Riset merupakan jabatan karir tertinggi peneliti, yang dikukuhkan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Dr Ir Iskandar Zulkarnain. Orasi Ilmiahnya mengangkat topik "Budaya Minum Jamu dalam Mendukung Pelayanan Kesehatan di Indonesia".
Dengan adanya Profesor Riset maka keberlangsungan pembinaan karir serta kaderisasi peneliti dapat berlangsung. Selain juga adanya sosok panutan terutama dalam menjaga kualitas peneliti dan kegiatan penelitian.
Saat ini peneliti di Balitbangkes berjumlah 444 orang, dengan rincian 176 peneliti pertama, 155 peneliti muda, 92 peneliti madya, dan 21 peneliti utama. Jumlah profesor riset di Balitbangkes saat ini sebanyak 11 orang, namun 4 orang pensiun, dan 2 orang meninggal dunia.
Menkes menambahkan, pengukuhan Lestari Handayani merupakan indikator penting bahwa kegiatan penelitian jamu telah berlangsung secara masif dan menantang untuk diteruskan. Sehingga jamu menjadi bagian penting dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat.
Mengutip data riset kesehatan dasar (rikesdas) 2013, sekitar 30,4 persen penduduk Indonesia telah memanfaatkan kesehatan tradisional, dan 49 persen diantaranya menggunakan ramuan jamu.
"Hampir semua yang mengkonsumsi jamu menyatakan bahwa jamu bermanfaat bagi kesehatan," ujarnya.
Sejalan dengan hal itu, sejak 2010 lalu Kemkes telah mengeluarkan kebijakan Permenkes No 3/2010 tentang saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan, yang bertujuan untuk landasan ilmiah penggunaan jamu secara empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan.
Saintifikasi jamu, menurut Prof Lestari Handayani, menjadi penting. Keamanan suplemen itu terkait dosis yang dianjurkan, efektifitas, interaksi terhadap obat lain dan efek samping yang merugikan.
"Penelitian suplemen berbahan jahe dan bawang putih, misalkan, tak boleh diminum bersama aspirin, clopidogrel atau warfarin karena berbahaya terhadap perdarahan spontan," ujar dokter lulusan Universitas Airlangga, Surabaya, tahun 1987 itu.
Begitupun dengan penggunaan mengkudu, lidah buaya atau jambu biji, kata Lestari Handayani, harus dihindari konsumsi bersama obat anti diabetes karena memiliki pengaruh menurunkan glukosa darah. Wanita hamil dilarang mengkonsumsi herba atau akar comfrey karena dapat menganggu kehamilan.
"Pengembangan produk saintifikasi jamu yang teruji khasiat dan keamanannya, merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam memupuk budaya minum jamu," kata perempuan dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Bidang Humaniora Kesehatan, Balitbangkes.
Untuk itu, menurut doktor lulusan Universitas Brawijaya Malang, jamu tersaintifikasi dan fitofarmaka serta OHT (obat herbal terstandar) dapat dipertimbangkan menjadi bagian dari perbekalan farmasi untuk upaya pelayanan kesehatan.
"Kelompok jamu tersebut perlu dimasukkan dalam Formularium Nasional, yaitu obat terpilih yang dibutuhkan dan harus disediakan di fasillitas pelayanan kesehatan sebagai acuan dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," kata Master of Medicine in Public Health dari National University of Singapore menandaskan. (TW)
{jcomments on}