Standar Pelayanan Kesehatan di Jakarta Masih Rendah
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nafsiah Mboi, memuji pelayanan kesehatan masyarakat di DKI Jakarta. Namun, dia menyebutkan jumlah penduduk yang sakit masih tinggi.
Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi, mengatakan standar pelayanan kesehatan di DKI Jakarta masih berada di angka 20 persen. Idealnya, sebuah daerah berada di kisaran 10-15 persen.
Oleh karena itu, kegiatan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesadaran) harus ditingkatkan.
"Di puskesmas, kegiatan preventif, promotif, diagnosis, pelayanan penyakit kronis harus lebih besar dari layanan kuratif (pengobatan). Kalau tidak dia harus jadi rumah sakit sehingga ini harus dimonitor," ujarnya saat kunjungan kerja ke Puskesmas Kecamatan Tebet, Selasa (10/6/2014).
Nafsiah menuturkan Jakarta seringkali menciptakan terobosan pelayanan kesehatan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat. Langkah yang diambil itu pun dapat dipraktekan di daerah lain. Jakarta pun dapat dijadikan model pelayanan kesehatan di daerah urban.
Beberapa contoh terobosan pelayanan kesehatan tersebut adalah adanya Sistem Penanganan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) 119, jaminan pelayanan kesehatan bagi pasien ke rumah mereka agar merasa nyaman, kebijakan kerja sama dengan swasta, pemanfaatan tenaga Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di puskesmas untuk ketepatan kasus rujukan, serta pengembangan sistem informasi online untuk layanan rujukan.
Ia juga memuji penyediaan fasilitas kesehatan di rumah susun sewa dan pasar. Nafsiah menilai langkah penyediaan kesehatan tersebut, sebagai konsep modern pelayanan kesehatan yang dekat dengan masyarakat Jakarta.
Namun, bukan berarti pelayanan kesehatan daerah lain dapat diperlakukan sama. "Pelayanan kesehatan di luar Jakarta, seperti Jawa barat, Bangka Belitung, maupun daerah urban seperti Jakarta ini diperlakukan berbeda dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat," tutur Nafsiah.
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, pun mengakui standar pelayanan rumah sakit dan puskesmas di DKI Jakarta masih belum baik.
"Jadi standar suksesnya rumah sakit itu, kalau dia bisa membuat yang sakit enggak lebih dari 15 persen. Sekarang puskesmas kita rata-rata masih 20 persen. Itu sudah dianggap bagus (oleh Menteri Kesehatan), padahal sesuai standarnya masih belum bagus," ucap pria yang akrab disapa Ahok itu.
Untuk mencapai angka ideal 15 persen, ia menilai seharusnya Puskesmas dan Rumah Sakit semakin gencar melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat pencegahan (preventif) dan peyuluhan (promotif).
"Misalnya contoh tadi ibu Menkes bilang, kita malaria sudah diatasin. Tapi kenapa masih banyak yang kena DBD? itu kan berarti lingkunganya belum bersih dan penyuluhannya kurang," ujar mantan Bupati Belitung Timur itu.
Selain kasus penyakit musiman dan penyakit umum tersebut, ia menilai standar penyuluhan penyakit dengan penanganan khusus masih sangat kurang. Salah satunya adalah penangnan HIV/AIDS.
"Makanya kita minta semua orang Jakarta ini, lakukan VCT (Voluntary Counseling Test). Supaya kita tahu status HIV/AIDS seperti apa. Baru kita bisa obatin. Status AIDS ini naik karena banyak orang enggak tahu status HIVnya," ucapnya.
Masalah kurangnya tindakan pencegahan dan penyuluhan inilah Ahok menilai standar fasilitas kesehatan masih rendah. "Sebetulnya yang mau kita lakukan, puskesmas itu melakukan preventif dan promotif. Bukan kuratif (pengobatan)," tegas Ahok.
sumber: news.metrotvnews.com