Penelitian Virus MERS Dilakukan pada Susu Mentah
Penelitian terkait sumber penularan Sindrom Pernafasan Timur Tengah Midle East Respiratory Syndrome Corona Virus/MERS CoV) masih terus dilakukan Emergency Committee yang dibentuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Termasuk penelitian untuk mengetahui kemungkinan bahaya pada susu mentah.
Ini mengacu pada hasil penelitian yang dipublikasi di jurnal kedokteran "Emerging Infectious Diseases", yang melihat stabilitas virus MERS CoV pada susu unta, domba, dan sapi, sebelum maupun sesudah dipasteurisasi. Meskipun memang virus ini bisa hidup lama di susu, tapi sesudah di pasteurisasi maka virus tidak ditemukan lagi. Saat ini sedang dilakukan penelitian lanjutan tentang kemungkinan bahaya susu mentah.
"Ada juga anjuran lain dari WHO yang menyebutkan tentang jangan konsumsi susu mentah dan jangan mengkonsumsi makanan yang mungkin tercemar oleh kotoran binatang," kata Prof Tjandra Yoga Aditama, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan di Jakarta, Senin (19/5).
Ini merupakan satu dari tiga penelitian terbaru di 2014 tentang hubungan unta dengan MERS CoV. Peneliti dari Amerika Serikat dan King Saud University berhasil mengisolasi virus MERS CoV pada usap (swab) hidung pada unta berpunuk satu, dan membuktikan bahwa sekuen genom di unta dan manusia adalah tidak berbeda.
Penelitian lain yang dipublikasi pada jurnal kedokteran yang sama menunjukkan bahwa virus MERS CoV bersirkulasi pada unta di Saudi Arabia, Mesir, Tunisia, Nigeria, Sudan, Etiopia, Jordan, Oman, Qatar dan Uni Arab Emirat. Sementara itu, sebuah penelitian pada Desember 2013 menemukan asam nukleat MERS CoV pada 5 dari 76 sample unta yang mereka periksa.
Peneliti ini juga menemukan bahwa virus MERS CoV di unta ternyata "closely related" dengan virus yg ada di pasien MERS CoV.
Data-data di atas mendukung adanya kecurigaan bahwa unta merupakan sumber penularan dari MERS-COV. Namun, masih dibutuhkan penelitian lebih mendalam untuk memastikan hal ini, termasuk penelitian untuk mengetahui jalur penularan, penelitian kemungkinan pajanan dari binatang dan/atau lingkungan dan kemungkinan rantai / jalur penularannya.
Namun, kata Tjandra, jelasnya data-data ini belum dapat membuktikan bahwa ada penulaan dari unta ke manusia secara jelas, karena hubungan langsung kausal belum ditemukan. Tapi setidaknya data ini bisa membuat kita lebih ber-hati2 dan waspada dalam kaitannya dengan unta. Untuk sementara ini, Tjandra menganjurkan agar warga Indonesia yang bepergian ke jazirah Arab untuk tidak kontak langsung dengan unta. Jangan ada paket kunjungan ke peternakan unta dalam paket perjalanan umroh jamaah.
Sementara, data yang baru dirilis Organisasi Pangan Dunia menunjukkan ada sekitar 260.000 unta Saudi Arabia. Selain itu, ada hampir sejuta ekor unta di Ethiopia, 4,8 juta di Sudan, dan lebih dari 7 juta ekor di Somalia.
Meskipun tingkat keparahan virus MERS di Timur Tengah meningkat, menurut WHO belum menjadi ancaman kesehatan global atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Juga belum dinyatakan sebagai pandemi.
Untuk memutuskan ada tidaknya pandemi, Dirjen WHO sudah membentuk Emergency Committe yang terdiri dari 15 pakar di dunia, termasuk Prof Tjandra salah satu anggotanya. Komite ini akan terus menganalisa keadaan untuk kemudian memberi rekomendasi yang akan dikeluarkan oleh Direktur Jenderal WHO.
Beberapa pertimbangan untuk menetapkan adanya pandemi, yaitu penyebab penyakit (virus, kuman dan lainnya) adalah jenis baru. Penyakitnya berat dengan angka kematian tinggi, dan sudah menular lintas benua serta terjadinya penularan terus menerus antarmanusia. Jika terjadi pandemi, penanganannya bersifat internasional dan merupakan kegiatan luar biasa besar dunia kesehatan.
Dampak yang ditimbulkan juga amat luas, bukan hanya aspek kesehatan tapi juga ekonomi, pariwisata, keamanan, sosial dan bahkan politik.
WHO IHR Emergency Committee sudah bersidang lima kali , yaitu pada 9 Juli, 17 Juli, 25 September, dan 4 December 2013 serta 13 Mei 2014.
Tjandra menambahkan, berdasarkan data WHO peningkatan kasus MERS CoV konfirmasi di dunia terjadi sejak pertengahan Maret 2014. Dari 536 kasus sejak April 2012 sampai Mei 2014, 330 orang di antaranya terinfeksi sejak 27 Maret 2012. Sebanyak 290 dari 330 kasus itu terjadi di Saudi Arabia.
Wakil Menteri Kesehatan, Prof Ali Ghufron Mukti, kembali menegaskan sampai saat ini belum ada kasus MERS CoV positif di Indonesia. Semua kasus yang terjadi selama ini hanya dugaan dengan keluhan yang mirip dengan MERS dan semua pasien pulang bepergian dari Arab Saudi.
Dugaan MERS ini terus meningkat dan mencapai lebih dari 100 kasus yang terjadi di 18 provinsi. Sebanyak 77 di antaranya sudah diperiksa dan hasilnya negatif, sedangkan sisanya masih dalam proses pemeriksaan.
"MERS adalah virus berbahaya, sehingga kami minta masyarakat waspada, tetapi jangan panik," kata Ghufron, kepada SP, di Jakarta, Senin.
Menurut Ghufron, sampai sekarang tidak ada larangan bepergian ke negara-negara tertular, termasuk Arab Saudi. Para jamaah haji maupun umroh hanya dianjurkan melakukan imunisasi vaksin influensa dan mewajibkan vaksin meningitis. Vaksinasi ini paling tidak dapat meningkatkan kekebalan tubuh, sehingga diharapkan tidak mudah terserang virus MERS CoV.
Kemkes sendiri terus melakukan kewaspadaan dan komunikasi dengan WHO, KBRI, serta pihak-pihak terkait.
sumber: www.beritasatu.com