Dibutuhkan Standardisasi Pelayanan KB
Program Keluarga Berencana (KB) di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) belum berjalan optimal. Salah satu kendala adalah belum adanya standar klinis pelayanan KB yang harus diselesaikan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) atau apakah harus dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).
"Tindakan tubektomi interval, contohnya, apakah hal itu harus diselesaikan di FKTP atau bisa dirujuk ke FKRTL," kata Fasli Jalal, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam acara "Diseminasi Kajian Program KB di Era Jaminan Kesehatan Nasional 2014" di Jakarta, Kamis (22/1).
Hadir dalam kesempatan itu, Kepala Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Prof Laksono Trisnantoro.
Kendala lainnya, lanjut Fasli, belum terintegrasinya sistem informasi fasilitas kesehatan antara BPJS Kesehatan dengan Sistem Informasi Manajemen (SIM) BKKBN. Sistem informasi semacam itu penting untuk memastikan setiap fasilitas kesehatan terdata dalam subsistem distribusi alat kontrasepsi dan pencatatan dan pelaporan pelayanan kontrasepsi.
Selain itu, Fasli menambahkan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan harus lebih gencar lagi mensosialisasikan mekanisme klaim pelayanan KB yang dilakukan oleh jejaring FKTP, seperti bidan praktik mandiri. Dengan demikian, masyarakat bisa dengan mudah mendapatkan layanan KB mandiri.
Fasli menjelaskan, temuan masalah tersebut diperoleh dari hasil kajian yang dilakukan bersama BKKBN dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2014 dan badan kependudukan dunia, UNFPA.
Kajian Program KB di Era JKN 2014. Itu dilakukan di 5 provinsi, yaitu Sumatera Utara (Sumut), Daerah Istimewa (DI) Yoyakarta, Sulawesi Selatan (Sulsel), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua.
Kendati demikian, Fasli mengaku senang pihaknya dilibatkan dalam pembahasan perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, khususnya Pasal 21 terkait langsung dengan penyelenggaraan pelayanan KB.
"Saya berharap agar ketentuan mengenai standardisasi pelayanan KB serta pemenuhan kebutuhan alat dan obat kontrasepsi bagi peserta JKN di fasilitas kesehatan, dapat diatur secara jelas. Termasuk keterlibatan BKKBN sebagai salah satu anggota Komite Nasional dalam penetapan daftar dan harga obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai," tuturnya.
Untuk itu, kata Fasli, BKKBN bersama Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan telah menerbitkan Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Keluarga Berencana dalam Jaminan Kesehatan Nasional melalui Peraturan Kepala BKKBN Nomor 185/PER/E1/2014.
"Sosialisasi Pedoman ini telah dilakukan pada 26-28 November 2014 di Kota Surakarta. Kami berharap Pedoman ini dapat menjadi acuan bagi Pemerintah Pusat termasuk BPJS Kesehatan tentang bagaimana dapat memastikan pelayanan dan pembiayaan pelayanan KB dapat diberikan di fasilitas kesehatan," katanya menegaskan.
Ditambahkan, selama ini cakupan pelayanan KB diatur secara teknis dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres ini menetapkan bahwa jenis pelayanan KB yang dijamin dalam JKN adalah konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi KB.
"Definisi operasional kontrasepsi dasar yang digunakan adalah pelayanan kontrasepsi yang meliputi pelayanan KB pil, suntik, pemasangan/pencabutan IUD, dan pemasangan atau pencabutan implan," ujarnya.
Fasli menilai, pembiayaan pelayanan KB yang terintegrasi dalam JKN merupakan peluang untuk mengatasi hambatan ekonomi masyarakat (pasangan usia subur/PUS) guna mendapatkan pelayanan KB sesuai tujuan reproduksinya.
"Beberapa penelitian menunjukkan akses masyarakat menuju fasilitas kesehatan tak hanya terkendala dari sisi pembiayaan pelayanan kesehatan. Biaya perjalanan ke fasilitas kesehatan dan opportunity cost yang hilang pascapenggunaan metode kontrasepsi, khususnya vasektomi, juga perlu menjadi perhatian," katanya.
Pembiayaan pelayanan KB di FKTP dan FKRTL telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI (Permenkes) Nomor 59 Tahun 2014 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
Permenkes ini menyebutkan, pembiayaan pelayanan KB dapat diklaim melalui dana nonkapitasi di FKTP, yaitu pelayanan KB suntik Rp15 ribu, pemasangan atau pencabutan IUD Rp100 ribu, pemasangan atau pencabutan implan Rp100 ribu, vasektomi Rp 350 ribu, komplikasi pascapenggunaan kontrasepsi Rp125 ribu.
Sementara pelayanan KB di FKRTL yang bersifat operatif atau berdasarkan indikasi medis rujukan dari FKTP diklaim dari paket INA CBG.
"Tentunya penyesuaian pola pembiayaan pelayanan KB, yang sebelumnya diatur melalui pembiayaan kapitasi, berdasarkan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK/MENKES/31/2014 tentang Pelaksanaan Standar Tarif Pelayanan Kesehatan pada FKTP dan TL dalam program JKN menunjukkan keberpihakan Pemerintah dalam penyelenggaraan program KB nasional," katanya.
Fasli yakin pemikiran bahwa pelayanan KB adalah pelayanan yang bersifat promotif dan preventif untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak bisa ikut mengendalikan biaya pelayanan kesehatan secara keseluruhan. (TW)
{jcomments on}