Semua Obat Paten Tersedia di Pasar Obat Indonesia

Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH menegaskan secara umum, semua obat paten, yang sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) perlukan, telah tersedia di pasar obat Indonesia.

"Jika dokter atau rumah sakit tidak memberikan obat yang dibutuhkan dan pasien menderita efek buruk, maka pasien peserta JKN boleh menuntut RS atau dokter," jelas Hasbullah Thabrany di kantornya di kawasan Depok, Jawa Barat, baru-baru ini.

Guru Besat Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat UI tersebut pun mengatakan, |Sebab, rumah sakit atau dokter sudah dibayar atau dijamin akan dibayar. Kewajiban mereka adalah mengobati penyakit pasien sampai sembuh. Hak mereka sudah atau pasti akan dipenuhi."

Menurut Hasbullah, Badan Pengawa Obat dan Makanan (BPOM) bertugas memeriksa awal dan rutin melakukan sampling untuk menguji obat yang beredar. "Berkualitas bukan berarti menyenangkan dokter atau pasien. Berkualitas artinya kandungan zat aktif dalam kemasan obat sesuai dengan labelnya dan dosisnya juga sesuai," ujar dia.

"Untuk meningkatkan kualitas, seharusnya industri PMA yang memiliki quality control dari perusahaan induknya harus diberi ijin memproduksi dan menjual obat generik dan generik berlogo. Hal ini akan memacu persaingan dalam kualitas obat," terang mantan Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat UI tersebut.

Ia menambahkan dengan mengatakan, "Ketersedian obat sudah cukup memadai. Indonesia memiliki industri farmasi yang berlebihan, lebih dari 200 industri farmasi. Itu lebih dari cukup. Bahkan, karena jumlahnya kebanyakan maka industri farmasi Indonesia tidak efisien. Sebagian harus dimerjer agar terjadi efisiensi," terang Pendiri dan Ketua Umum Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia (PAMJAKI) tersebut.

Pernyataan mantan Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat UI terkait penegasan sebelumnya dari Gubernur Riau, H Annas Maamun saat melakukan kunjungan ke RSUD Arifin Achmad, Provinsi Riau, baru-baru ini.

"Kenapa harus obat generik, kan kita tetap beli, kenapa tak beli yang bagus saja. Pemerintah tetap bayar. Walaupun agak mahal, yang penting ampuh. Jangan sakit batuk kering obatnya OBH, batuk berdahak OBH juga. Masyarakat kita ini butuh obat yang sesuai dengan penyakitnya, sehingga siapa pun yang berobat benar-benar merasakan sehat," kata Annas Maamun

Sementara itu, sebaliknya Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Dra. Maura Linda. Sitanggang, Apt, Ph.D mengatakakan harga obat generik bisa jauh lebih murah, karena tidak membutuhkan biaya promosi seperti obat bermerek.

"Meski harganya jauh lebih murah, sebenarnya tidak ada perbedaan antara kualitas obat generik jika dibandingkan dengan obat bermerek. Kedua sebenarnya merupakan obat copy dari obat paten (originator), sehingga tidak berbeda dalam hal zat aktif, indikasi, dan bentuk sediaan," papar Maura Linda.

Maura lantas mengatakan, setiap obat generik yang berlogo maupun bermerek harus melalui uji bioekivalensi sebelum ada di pasaran. "Zat aktif obat dan khasiatnya dapat dipastikan sama dengan originatornya," tutur dia.

"Untuk penyakit-penyakit kronis yang membutuhkan obat seumur hidup, seperti diabetes atau tekanan darah tinggi akan sangat rugi jika konsumen menggunakan obat bermerek, sementara OGB hadir dengan harga yang lebih murah," imbuh dia. [aji]

sumber: gayahidup.inilah.com