PROGRAM JKN: Pengusaha Mbalelo Terancam 8 Tahun Penjara
Pengusaha yang menolak mendaftarkan karyawan dan keluarganta sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bisa dikenakan sanksi berupa hukuman penjara hingga 8 tahun.
"Sanksi pidana itu termaktub dalam Undang-Undang (UU) No 24 tahun 2011 tentang BPJS pada pasal 55. Itu amanah Undang-Undang," kata Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan Kerjasama BPJS Kesehatan, Purnawarman Basundoro usai penandatanganan kerjasama dengan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, di Jakarta, Rabu (15/4).
Karena itu, Purnawarman menghimbau kepada semua badan usaha baik milik pemerintah, daerah maupun swasta untuk taat pada aturan tersebut.
"Pemerintah memberikan waktu per 1 Januari 2015 ini bagi semua badan usaha untukbergabung dalam BPJS Kesehatan. Jadi sebenarnya waktunya sudah jatuh tempo. Tetapi kan ada kesepakatan baru badan usaha minta perpanjangan hingga Juni 2015," kata Purnawarman.
Ia menyebutkan, jumlah peserta BPJS Kesehatan dari unsur dunia usaha hingga April 2015, tercatat baru ada sekitar 23 juta orang. Pihaknya menargetkan ada kenaikan 8 juta peserta selama kurun waktu 2015.
"Jumlah karyawan atau penerima upah saat ini tercatat ada sekitar 50 juta orang. Jumlah itu belum termasuk keluarganya. Jadi bisa lebih banyak lagi. Tapi kani menargetkan ada penambahan 8 juta peserta tahun ini," ucapnya.
Purnawarman menegaskan, kepesertaan pada BPJS Kesehatan ini bersifat wajib bagi seluruh rakyat Indonesia, sesuai amanah UU No 24/2011. Meski perusahaan sudah bekerjasama dengan asuransi swasta untuk menanggung pembiayaan kesehatan karyawannya.
Terkait kerja sama dengan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Purnawarman menjelaskan, hal itu dilakukan seiring dengab makin bertambahnya jumlah peserta BPJS Kesehatan. Kondisi itu tentunya akan menimbulkan berbagai persoalan hukum.
"Itu sebabnya kami menjalin kerja sama dengan Kejaksaan.Karena permasalahan dapat timbul dari berbagai pihak, antara lai klien, mitra kerja, peserta atau bahkan pihak internal," tuturnya.
Karena itu, lanjut Purnawarman, kerja sama dengan kejaksaan tinggi sebagai pihak berkompeten dianggap sebagai keputusan tepat dan bijaksana. "Sehingga keputusan yang kami buat bisa sesuai dengan koridor hukum, selain tepat dan bijaksana," kata Purnawarman menandaskab. (TW)
{jcomments on}