IDI: Pemerintah Harus Antisipasi Serbuan Dokter Asing
Jelang diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Indonesia dikhawatirkan menjadi ladang basah bagi dokter asing maupun pemodal asing di bidang kesehatan. Jika tidak diantisipasi, hal itu bakal mengancam kedaulatan pemerintah, terutama sektor kesehatan.
"Dalam Asean Framework Agreement on Services yang telah ditandatangani, disebutkan penyertaan modal asing bisa mencapai 70 persen, kecuali di Makassar dan Manado, sebesar 51 persen. Jika pemerintah tidak melakukan sesuatu, habislah Indonesia," kata Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zaenal Abidin dalam diskusi bertajuk "Kedaulatan Kesehatan Menjelang Serbuan Dokter Asing" di Jakarta, Senin (20/4).
Pembicara dalam diskusi tersebut, Ario Djatmiko, Ketua Bidang Penataan Globalisasi Praktik Kedokteran, PB IDI, Bambang Supriyatno, Ketua Konsil Kedokteran Indonesia dan Gubernur Lemhanas, Budi Susilo Soepandji.
Zaenal menampik jika kekhawatiran terbesar dari pasar bebas ASEAN adalah tidak bisa bersaingnya para dokter di Indonesia dengan dokter asing. Kondisinya lebih dari itu. Bahayanya, jika dalam era pasar bebas ASEAN akan memunculkan perusahaan asing di bidang kesehatan.
"Kalau hanya dokternya saja, saya tidak terlalu pusing. Tetapi jika yang masuk itu adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang kesehatan. Artinya, mereka akan membuka lahan disini, bukan sekadar dokter praktik saja," ujarnya.
Karena, lanjut Zaenal, perusahaan asing yang akan masuk bukan bertujuan untuk memberi kemakmuran masyarakat, melainkan hanya untuk berbisnis dan mencari keuntungan.
"Masuknya asing tidak menjamin dapat meningkatkan derajat kesehatan di Indonesia," ucapnya menegaskan. Zaenal melihat keberadaan asing tersebut akan mengancam kedaulatan negara di sejumlah sektor, terutama di bidang kesehatan.
Pemerintah harus melakukan antisipasi atas kemungkinan terburuk ini dalam penerapan MEA."Bila kedaulatan kesehatan Indonesia dianggap sebagai harkat dan harga diri negara, maka pemerintah harus memperhitungkan dan memproteksi rakyat kecil agar mampu bertarung di era MEA ini," katanya.
Hal senada dikemukakan Ario Djatmiko. Katanya, pemerintah harrus sepenuhnya memegang kendali dalam perbaikan sistem kesehatan nasional.
"Di luar negeri, pemerintahnya mampu berperan dalam memimpin perang persaingan global dengan menyiapkan sistem terbaik. Sementara, pembangunan kesehatan kita masih sangat lemah tanpa dukungan pemerintah," katanya.
Sementara Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Bambang Supriyanto juga mengungkapkan pendangannya bahwa MEA akan menjadi ancaman lebih untuk ketahanan kesehatan yang masih perlu perbaikan dan kerja sama dengan pemerintah. (TW)
{jcomments on}