Kemenkes Gandeng PPATK Cegah Kasus Korupsi
Guna mewujudkan pemerintahan yang bersih, Kementerian Kesehatan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sosialisasikan tata cara penggunaan uang negara.
Melalui kerja sama itu diharapkan tak ada lagi kasus korupsi di tubuh Kemenkes. Hal itu dikemukakan Menteri Kesehatan (Menkes) Nila FA Moeloek usai penandatangan naskah kerja sama dengan Kepala PPATK, M Yusuf di Jakarta, Kamis (30/4).
"Informasi semacam ini sangat penting, karena tak semua karyawan Kemenkes tahu rambu-rambu penggunaan uang negara. Padahal dana yang dikelola Kemenkes begitu besar," ujar Nila.
Dikatakan, kerja sama meliputi pertukaran informasi, peningkatan kompetensi, dan riset di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Nila berharap karyawan buka hanya tahu, tapi menjadikan rambu tersebut sebagai bagian dari gaya hidup. Sehingga sadar uang yang ada di tangannya itu uang rakyat, dan tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan pribadi.
Sementara itu, Kepala PPATK, M Yusuf mengungkapkan, pihaknya setiap hari menemukan sekitar 300- 400 ribu pengaduan terkait transaksi keuangan yang mencurigakan. Dan semua informasi itu harus dianalisis serta diinvestigasi oleh PPATK.
"Sudah banyak pejabat negara yang terbukti melakukan korupsi setelah kita lakukan penelusuran transaksi yang mencurigakan," katanya.
Yusuf menyayangkan, banyak transaksi dengan nilai diatas Rp 500 juta dilakukan secara tunai, untuk menghindari penelusuran PPATK. Padahal umumnya orang melakukan transaksi diatas Rp 500 juta lebih nyaman melalui transfer bank.
"Jika ada orang yang transaksi tunai diatas Rp 500 juta ini, kita segera lakukan pengawasan. Karena transaksi ini sangat tidak wajar," ucap Yusuf.
Ia berharap kerjasama dengan Kemenkes ini akan mendorong semua pegawai dilingkungan Kemenkes terhindari dari uang-uang yang tidak jelas.
Yusuf menambahkan, profesi dokter rentan terjebak dalam pusaran tindakan korupsi. Pencucian uang itu bisa dilakukan lewat ajakan pendirian klinik kesehatan.
"Biasanya investasi ditanggung pelaku korupsi, dengan pembangian keuntungan 70 persen untuk pemilik modal dan 30 persen untuk dokternya," ujarnya.
Karena itu, Yusuf mengingatkan pada para dokter agar hati-hati saat diajak berinvestasi atau dititipkan uang dari orang yang belum lama dikenalnya. Karena jika tersangkut dalam lingkaran tersebut, bisa terkena kasus untuk pencucian uang hasil korupsi. (TW)
{jcomments on}