Dirjen P2PL: Belum Ada Kasus di Indonesia
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan, HM Subuh menegaskan, belum ada kasus MERS CoV (Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus) di Indonesia.
"Seorang pasien, warga Tiongkok di Surabaya yang ramai diberitakan media itu tidak benar. Jangankan terinfeksi, dikatakan suspect pun bukan," kata HM Subuh dalam keterangan pers, di Jakarta, Kamis (25/6).
Alasannya, HM Subuh menyebutkan, pasien pria berusia 37 tahun itu belum pernah ke Korea atau negara-negara di Arab. Selain itu, ia juga tak pernah melakukan kontak fisik dengan pasien MERS.
"Pria berinisial L ini adalah teknisi mesin kapal yang baru datang dari Tiongkok. Waktu tiba di Indonesia, ia memang demam tinggi. Tetapi kemungkinan demam berdarah denque," tuturnya.
Dijelaskan, MERS CoV pertama kali di temukan di Arab Saudi pada 2012. Karena itu, seseorang yang tertular harus memiliki riwayat bepergian dari Arab Saudi.
"Seperti pasien MERS di Korea, yang baru pulang dari Oman dan Qatar. Sedangkan pasien MERS di Thailand adalah warga Oman yang sedang berobat penyakit lain di negara tersebut," ucapnya.
Ditambahkan, orang Indonesia pernah terinfeksi MERS, tetapi kasusnya terjadi pada 2014 lalu. Satu meninggal di Arab Saudi dan satu orang terinfeksi saat umrah dan langsung dirawat hingga sembuh, baru pulang ke Tanah Air.
HM Subuh menegaskan, tidak ditemukan adanya perbedaan genetik MERS CoV di Arab dengan korsel. Artinya, belum terjadi m utasi gen virus. Sehingga penularan virus antar manusia masih perlu penelitian lebih lanjut.
Meski penularannya begitu mudah, yaitu lewat percikan dahat atau kontak fisik dengan pasien MERS, masyarakat diminta tidak boleh terlalu cemas. Asalkan menjaga kebersihan diri dengan rajin cuci tangan dengan sabun.
"Bagi mereka yang sedang umrah, pakai masker jika sedang dalam keramaian, jangan melakukan kontak dengan orang sakit. Jika 14 setelah kepulangan mengalami keluhan batuk, panas dan sesak segera berobat ke dokter. Beritahu dokter baru pulang dari Arab agar segera diambil tindakan selanjutnya," katanya.
Hasil pertemuan dengan badan kesehatan dunia WHO pada 16 Juni lalu, WHO hanya meminta setiap negara meningkatkan kehatian-hatian. WHO tak merekomendasikan pembatasan perjalanan dan perdagangan ke negara yang terjangkit.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk penvegahan, disebutkan, pemantauan di pintu masuk negara baik bandara maupun pelabuhan. Begitupun dalam pelayanan kesehatan haji di 13 embarkasi/debarkasi dan 4 embarkasi/debarkasi antara dan 100 rumah sakit rujukan di seluruh Indonesia. (TW)