Anggaran Kesehatan Naik
Kenaikan anggaran fungsi kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 akan difokuskan pada penguatan fasilitas kesehatan primer dan pemberdayaan masyarakat. Titik beratnya pada program promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.
Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Untung Suseno, Sabtu (4/7), di Jakarta. Dalam APBN 2016, anggaran fungsi kesehatan mengalami kenaikan menjadi 5,05 persen dalam APBN 2016. Selain ada di Kementerian Kesehatan, anggaran kesehatan itu tersebar di kementerian dan lembaga lain termasuk dalam Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). "Kami tak memperkirakan bakal mendapat anggaran 5 persen," ujarnya.
Pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan tahun 2016 dalam APBN adalah Rp 109 triliun (5,05 persen dari APBN) atau naik daripada tahun 2015 yang Rp 75 triliun (3,45 persen dari APBN). Itu termasuk iuran penerima bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sementara anggaran Kementerian Kesehatan tahun 2016 Rp 74,8 triliun (3,7 persen APBN).
Pemberdayaan warga
Dengan mempertimbangkan pola penyakit dan penerapan JKN, Kementerian Kesehatan akan memakai anggaran itu untuk memperkuat puskesmas sebagai fasilitas kesehatan primer dan pemberdayaan warga. Program promosi kesehatan dan pencegahan penyakit dengan pendekatan keluarga juga akan digalakkan. Harapannya, puskesmas jadi penjaga gawang beragam penyakit yang tak perlu dirujuk.
"Kalau mengalokasikan anggaran besar hanya untuk rumah sakit, batasnya langit. Berapa pun diberi akan habis. Setelah diperkuat, anggaran bagi puskesmas akan sama dengan anggaran untuk RS," kata Untung.
Petugas di puskesmas nantinya tak lagi menanti warga datang, tetapi aktif menjangkau masyarakat dengan pendekatan keluarga. Jika promosi kesehatan dan pencegahan penyakit berjalan bagus, biaya kesehatan JKN bisa turun.
Penguatan puskesmas itu antara lain dengan menambah sarana dan prasarana puskesmas, menambah dana bantuan operasional kesehatan (BOK) dua kali lipat, dan menambah kekurangan tenaga kesehatan. Jika puskesmas tak sanggup mengerjakan program promosi kesehatan, dengan anggaran cukup, puskesmas bisa mempekerjakan promotor kesehatan dari pihak luar, misalnya klinik.
Secara terpisah, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Zaenal Abidin menyatakan, peningkatan anggaran kesehatan harus dipakai untuk menjalankan program kesehatan yang bagus. Penambahan anggaran untuk sarana prasaran puskesmas dinilai masih bersifat kuratif.
Untuk itu, Kementerian Kesehatan perlu memfokuskan program kesehatan pada aspek promosi kesehatan yang selama ini terabaikan. Contohnya, peningkatan akses sanitasi lingkungan, jamban, dan air bersih.
"Hal terpenting, harus ada korelasi positif yang terlihat setelah menggunakan anggaran kesehatan yang besar. Misalnya, ada peningkatan derajat kesehatan," kata Zaenal.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany menilai, anggaran kesehatan yang besar sebaiknya dipakai untuk membiayai kenaikan iuran peserta penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan. Dengan demikian, BPJS Kesehatan terhindar dari klaim biaya kesehatan yang defisit dan masyarakat tak mampu bisa menikmati manfaat JKN secara langsung. (ADH)
sumber: http://health.kompas.com/