Resistensi Antibiotik Jadi Ancaman Serius
Menteri Kesehatan (Menkes) Nila FA Moeloek minta pada para pengelola layanan kesehatan untuk melakukan pengendalian penggunaan obat antibiotika. Pasalnya, resistensi terhadap antibiotika saat ini sudah menjadi ancaman serius dalam dunia kesehatan di Indonesia.
"Penggunaan antibiotika yang tidak bijak menjadi penyebab terjadinya resistensi obat. Dan ini terjadi tidak hanya pada manusia tetapi juga hewan," kata Nila saat membuka seminar bertajuk "Cegah Resistensi Antibiotika Demi Selamatkan Manusia", di Jakarta, Rabu (5/8).
Menurut Menkes, resistensi antibiotika menyebabkan penurunan kemampuan antibiotika tersebut dalam mengobati infeksi dan penyakit pada manusia, hewan dan tumbuhan. Akibatnya, pengobatan menjadi lebih sulit dan membutuhkan biaya lebih tinggi.
"Jika tidak dicegah dari sekarang, resistensi antibiotika ini akan menimbulkan kerugian yang luas, baik dari segi kesehatan maupun ekonomi," ucap Nila FA Moeloek menegaskan.
Menkes mengakui, hingga saat ini banyak masyarakat yang masih belum paham bahaya penggunaan antibiotika yang tidak tuntas dan konsumsi yang berlebihan.
"Setiap flu selalu minum obat antibiotika. Padahal, penyakit influenza tak butuh antibiotik hanya makan yang benar dan istirahat yang cukup," ujarnya.
Selain itu, penggunaan antibiotika yang tidak tuntas juga bisa menyebabkan resistensi. Obat antibiotika tak dikonsumsi lagi setelah badan dirasakan lebih baik. Padahal obat antibiotika harus dikonsumsi sesuai aturan.
Nila mengemukakan, penggunaan antibiotika secara berlebihan tak hanya menjadi masalah nasional, tetapi juga global.
Hal senada dikemukakan Hari Paraton, SpOG(K), Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA). Pihaknya belum memiliki data terkait prevalensi kasus penyakit resisten antibiotik di Indonesia.
"Jika di Thailand tercatat ada 38 ribu kematian per tahun akibat resiatensi antibiotika. Padahal penduduknya hanya 70 juta orang disana. Kemungkinan kasus resistensi antibiotika di Indonesia mencapau 130 ribu per tahun," ujarnya.
"Kasus resistensi antibiotika sulit dilacak karena di rumah sakit biasanya penyebab kematian pada gejala terdekat saja seperti gagal jantung, ginjal atau stroke. Padahal kalau dilihat, di dalam tubuh pasien itu ada bakteri resisten yang tersembunyi, cuma tidak terlaporkan," ucap Hari Paraton. (TW)
{jcomments on}