Upaya Pemerintah Tekan Prevalensi Kanker Paru di Indonesia
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa ada lima upaya yang dilakukan pemerintah dalam penanganan kanker paru di Tanah Air.
"Melalui lima upaya ini, kami berharap prevalensi kasus kanker paru di Indonesia bisa semakin menurun," kata Kepala Balitbangkes Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama di Jakarta, Selasa (4/8) petang.
Pernyataan itu disampaikan terkait dengan Hari Kanker Paru Sedunia yang diperingati setiap 1 Agustus.
Tjandra yang juga merupakan Guru Besar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menjelaskan, upaya pertama terkait penanggulangan masalah merokok.
"Upaya yang dilakukan adalah penyuluhan kesehatan terkait bahaya merokok, terutama pada kemungkinan terkena penyakit paru mulai dari tingkat masyarakat, pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tertier," ujarnya.
Upaya penyuluhan dan promosi kesehatan menjadi penting guna menyadarkan masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan, sehingga terhindar dari penyakit. Termasuk kanker paru, sebagai dampak dari merokok.
"Dampak merokok sebenarnya banyak mulai dari jantung koroner, stroke, kemandulan hingga kanker paru. Semua penyakitnya membutuhkan biaya yang sangat besar. Karena itu sedari dini harus dicegah agar tidak terkena," katanya.
Upaya ketiga yang dilakukan, Tjandra Yoga menyebutkan, pemerintah berupaya melakukan penyediaan alat diagnostik seperti laboratorium klinik, patologi anatomik dan radiologik.Dengan demikian, masyarakat bisa mengetahui penyakit kanker paru yang dideritanya sejak stadium dini.
"Semakin dini penyakit diketahui, akan semakin murah pengobatannya. Selain itu, tingkat kesembuhannya juga semakin tinggi. Lewat teknologi ini kami berharap masyarakat bisa segera berobat ke dokter begitu mengetahui ada sejumlah gejala yang dialami, sehingga bisa diobati secara tuntas," katanya.
Jika pasien telah didiagnosa terkena penyakit kanker paru, lanjut Tjandra Yoga, pemerintah menyediakan modalitas terapi pembedahan, radioterapi dan kemoterapi.
Dan yang tak kalah penting, menurut Tjandra Yoga, penyiapan tenaga ahli seperti dokter spesialis paru, dokter bedah toraks, dokter radioterapi, dokter patologi anatomik dan klinik serta semua tim pendukungnya.
"Upaya ini harus didukung oleh sistem pembiayaan kesehatan yang mumpuni. Beruntung kita punya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mengcover biaya pasien kanker paru," katanya. (TW)
{jcomments on}