Dokter Layanan Primer Diajari Kesehatan Jiwa
Dokter yang bertugas di layanan primer akan diberi pelatihan tentang kesehatan jiwa. Hal itu merujuk pada badan kesehatan dunia WHO yang menyebutkan trend bunuh diri meningkat setiap tahun di banyak negara.
Bahkan catatan WHO tahun 2015 menunjukkan, ada sekitar 800 ribu orang di dunia yang mati karena bunuh diri. Padahal, kasus bunuh diri bisa dicegah.
"Bunuh diri menjadi penyebab kematian nomor dua pada penduduk usia 15-29 tahun," kata Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr Eka Viora, Sp KJ kepada wartawan di Jakarta, Jumat (11/9) terkait peringatan Hari pencegahan Bunuh Diri Sedunia yang jatuh pada 10 September.
Di Indonesia, lanjut Eka Viora, trend bunuh diri itu juga terjadi. Diperkirakan jumlahnya sekitar 1,6-1,8 persen per 100 ribu penduduk. Jika tidak ada upaya pencegahan bersama, bukan tak mungkin kasus bunuh diri, mencapai angka 2,4 per 100.000 penduduk pada tahun 2020.
"Padahal bunuh diri bisa dicegah. Semua anggota masyarakat dapat melakukan tindakan, yang akan menyelamatkan kehidupan seseorang," ucap Eko Viora yang pada kesempatan itu didampingi Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa, dr Albert Maramis SpKJ dan perwakilan WHO untuk Indonesia, dr Priska Primastuti.
Untuk itu, lanjut Eka Viora, pemerintah telah memberi pelatihan ke sejumlah dokter di layanan tingkat pertama atau Puskesmas agar bisa mengenali gejala depresi pada pasiennya. Sehingga bisa dilakukan upaya pencegahan dini.
"Mulai tahun ini, sedang dibahas kurikulum pendidikan kedokteran yang memasukkan kesehatan jiwa menjadi bagian dari 144 penyakit yang bisa ditangani di Puskesmas," katanya.
Sehingga dokter lulusan masa depan, lanjut Eka Viora sudah bisa langsung "tune in" dalam masalah kesehatan jiwa dasar. Pemerintah tak perlu memberi pelatihan lagi, karena butuh biaya besar.
"Memberdayakan layanan primer untuk mengindetifikasi, menilai, mengelola dan merujuk orang yang berisiko tinggi bunuh diri, merupakan langkah yang tidak bisa ditunda-tumda lagi," tutur Eka Viora.
Dijelaskan, bunuh diri merupakan masalah kompleks karena tidak diakibatkan oleh penyebab atau alasan tunggal, karena merupakan interaksi yang kompleks daru faktor biologik, genetik, psikologik, sosial, budaya, dan lingkungan.
Untuk itu, lanjut Eka Viora, penting untuk mendeteksi secara dini percobaan bunuh diri pada individu, seperti kesedihan, kecemasan, perubahan suasana perasaan, keresahan, cepat marah, perilaku menyakiti diri sendiri seperti tidak mau makan, melukai diri sendiri atau mengisolasi diri.
Hal senada dikemukan dr Priska Primastuti, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak 2003 telah menganggap serius isu bunuh diri, hingga menggandengInternational Association of Suicide Prevention (IASP) untuk memperingati Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia setiap tanggal 10 September. (TW)
{jcomments on}