Pengembangan Obat, Kemenkes Kembangkan Konsorsium Riset
Kementerian Kesehatan (Kemkes) menggagas pembentukan konsorsium riset untuk pengembangan obat di Tanah Air. Karena kolaborasi antara peneliti, pengguna industri, pemegang program dan pelaku pelayanan kesehatan sangatlah penting.
"Kolaborasi ini bisa dilakukan, dengan mulai menetapkan agenda riset dan menyusun protokol penelitian," kata Nila Moeloek saat pembukaan Simposium Internasional ke-2 Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, di Jakarta, Selasa (15/9).
Menkes menambahkan, informasi terkini seputar penelitian dan pembangunan kesehatan, utamanya terkait dengan pengobatan (vaksin, obat-obatan dan peralatan medis) menjadi sangat krusial. Karena semua itu menjadi dasar pengambilan keputusan berbasis bukti.
"Badan kesehatan dunia WHO juga meminta kita untuk mengendalikan sejumlah penyakit seperti tuberkulosis, malaria dan HIV dalam Millenium Development Goal Post 2015,"tutur Menkes yang pada kesempatan itu didampingi Kabalitbangkes, Tjandra Yoga Aditama.
Dari Indonesia sendiri, lanjut Menkes, hasil penelitian mengindikasikan ada 23 penyakit yang perlu mendapat perhatian, karena berpotensi menjadi wabah. Selain penyakit yang mendapat sorotan dari WHO.
"Untuk itu, perlu dilakukan penelitian dan pengembangan produk guna deteksi (diagnosis), pencegahan (vaksin), penyembuhan (obat) dan alat kesehatan untuk mengatasi penyakit tersebut," ujar Nila.
Ia mencontohkan pengembangan bahan baku obat malaria artemisin dari tanaman artemisia annua yang didahului dengan penelitian riset tanaman obat dan jamu. Untuk sekitar 2 juta kasus malaria di Indonesia, dibutuhkan sebanyak 900 kg yang dibuat dari sekitar 450 ton simplisia kering.
"Untuk mendapatkan 450 ton simplisia kering dibutuhkan 100 hektar lahan untuk tanam artemisia annua. Ini bukan kerja ringan. Jika kita ingin serius mengembangkan industri tanaman obat," ucap Nila.
Disebutkan, saat ini Indonesia masih menggunakan bahan obat artemisin import untuk pengendalian malaria.
"Kami akan melakukan terobosan untuk mewujudkan kemandirian dalam penyediaan artemisinin," kata Menkes menegaskan. (TW)